KAI

Iktikaf dan Lailatul Qadar

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muslim Ibrahim

Diasuh oleh Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA.

Pertanyaan:
Yth Ustadz Pengasuh KAI,
Assalamu‘alaikum wr. wb.

Bersama ini saya ingin mengetahui lebih jauh tentang iktikaf, karena menurut yang saya dengar dalam ceramah-ceramah, hukumnya adalah sunat, terutama pada 10 akhir bulan Ramadhan. Saya ingin mengetahui tentang rukun, syarat, dan lain-lainnya menyangkut dengan pelaksanaan iktikaf. Demikian, dan atas kesediaan Ustadz Pengasuh menjawabnya, saya ucapkan banyak terima kasih.

Muhammad Zein
Pante Geulima

Jawaban:
Saudara Muhammad Zein yth.
Wa’alaikumussalam wr. wb.

Pertanyaan sdr memang sungguh menarik dan memang belum begitu terlambat untuk dijawab, sebab kita baru saja masuk dalam sepuluh terakhir dari Ramadhan tahun 1433H. Memang benar, di antara rangkaian anjuran kepada setiap muslim adalah beriktikaf di masjid, terutama pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Definisi iktikaf adalah berdiam atau tinggal di masjid dengan adab-adab tertentu, pada masa tertentu dengan niat ibadah dan taqarrub kepada Allah swt. Hukum iktikaf khususnya dalam 10 hari terakhir Ramadhan adalah sunnah muakkad sebagaimana dilakukan Rasulullah saw. Aisyah, Ibnu Umar dan Anas ra mengatakan: “Adalah Rasulullah SAW beriktikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari-Muslim). Pada tiap Ramadhan Rasulullah beriktikaf selama 10 hari, kecuali pada Ramadhan terakhir (sebelum wafat), beliau beriktikaf sampai 20 hari.

Iktikaf yang disyariatkan ada dua macam; yaitu iktikaf sunat dan iktikaf wajib. Itikaf sunat yaitu yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk mendekatka diri (ber-taqarrub) kepada Allah swt seperti iktikaf 10 hari terakhir Ramadhan. Dan iktikaf yang wajib yaitu yang didahului dengan nadzar (kaoy), seperti seorang bernazar: “Kalau Allah swt menyembuhkan sakitku ini, maka aku akan beriktikaf.”

Untuk iktikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinadzarkan, sedangkan iktikaf sunat tidak ada batasan waktu tertentu. Kapan saja, pada malam atau siang hari, waktunya bisa lama dan juga bisa singkat. Ya‘la bin Umayyah berkata: “Sesungguhnya aku berdiam satu jam di masjid tak lain hanya untuk iktikaf.”

Syarat iktikaf adalah: 1. Muslim; 2. Ber-akal; 3. Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas. Sedangkan ruknnya hanya 2, yaitu: 1. Niat dan 2. berdiam di masjid (QS Al-Baqarah: 187). Ada juga yang berpendapat, iktikaf boleh juga dilaksanakan pada mushalla yang shalat 5 waktu selalu dilaksanakan di dalamnya, secara berjamaah. Dan yang lebih afdhal dilaksanakan di masjid jami‘. Idealnya, khusus iktikaf Ramadhan, waktunya dimulai sebelum terbenam matahari malam ke-21, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang ingin iktikaf denganku, hendaklah ia beriktikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan.” (HR. Bukhari).

10 (sepuluh) Di sini adalah jumlah malam, sedangkan malam pertama dari sepuluh itu adalah malam ke-21 atau 20. Adapun waktu keluarnya atau berakhirnya, kalau iktikaf dilakukan 10 malam terakhir, yaitu setelah terbenam matahari, hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menuggu sampai shalat Ied. Hal ini, tentunya sangat tergantung pada jumlah hari iktikaf yang diingin dan diniatkan.

Disunatkan agar orang yang iktikaf memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah swt, seperti shalat, membaca Alquran, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi saw, doa dan sebagainya. Termasuk pengajian, ceramah, taklim, diskusi ilmiah, telaah kitab dan buku-buku, seperti tafsir, hadits, sirah dan sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah-ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkonsentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah seperti peserta suluk, tawajjuh dan sejenisnya.

Hal-hal yang diperbolehkan bagi muktakif (orang yang beriktikaf): 1. Keluar dari tempat iktikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw terhadap istrinya Shafiyah ra. (HR. Riwayat Bukhari Muslim); 2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan;

3. Keluar untuk keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluanya, dan; 4. Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.

Hal-hal yang membatalkan iktikaf: 1. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar, karena meninggalkan salah satu rukun iktikaf yaitu berdiam di masjid atau tempat iktikaf; 2. Murtad (keluar dari agama Islam); 3. Hilangnya akal, karena gila atau mabuk; 4. Haidh; 5. Nifas; 6. Melakukan jima‘. (QS. 2: 187).

Iktikaf disunatkan juga bagi wanita, dengan syarat-syarat yang disebutkan di atas, ditambah: 1. Izin suami atau orang tua, dan; 2. Tempat iktikafnya memenuhi kriteria syariat. Menurut jumhur ulama, dari segi keafdhalan, tempat iktikaf wanita di rumah lebih afdhal ketimbang mushalla; mushalla lebih afdhal ketimbang masjid wilayahnya, masjid di wilayahnya lebih afdhal dari masjid agung, demikianlah untuk seterusnya.

Pertanyaan:
Ustadz Yang terhormat,
Assalamu’alaikum wr. wb.

Dalam pengajian, saya ditanyakan sebagai berikut: Kapan sesungguhnya diturunkan Alquran? Bukankah pada malam Lailatur Qadar? Bukankah Lailatur Qadar itu pada malam malam ganjil sepuluh terakhir bulan Ramadhan? Tapi, mengapa kita peringati Nuzulul Quran itu pada malam 17 Ramadhan? Atas kesediaan Ustadz memberikan jawaban, kami mengucapkan banyak terima kasih.

Ibu Hanunah
Banda Aceh

Jawaban:
Ibu Hanunah, yth.
Wa’alaikumussalam wr. wb.

Ibu, Menurut hemat bacaan saya, benar Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan, sesuai firman Allah: “Bulan Ramadhan ialah bulan padanya diturunkan Alquran...” (QS. Al-Baqarah: 185). Benar, Alquran diturunkan pada malam Lailatul Qadar, sesuai firman Allah swt: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran itu pada malam Lailatur Qadar.” (QS. Al-Qadar: 1). Dan benar bahwa malam Lailatul Qadar itu jatuhnya pada malam-malam ganjil sepuluh terakhir bulan Ramadhan sesuai sabda Rasulullah SAW riwayat Muslim dari Aisyah. Dan memang benar malam nuzul Quran adalah malam ke-17 Ramadhan dan pada 17 Ramadhan juga terjadi Perang Badar sesuai hadis Riwayat Ath-Thabrani dari Zaid bin Arqam.

Kesimpulannya, Malam Lailatur Qadar tahun awal turunnya Alquran jatuh pada malam ke-17 Ramadhan, sementara malam Lailatur Qadar pada tahun-tahun berikutnya jatuh pada salah satu malam ganjil sepuluh terakhir Ramadhan. Demikian, Wallahu A‘lamu Bish-Shawaab.

Berita Terkini