Opini

Muhasabah dan Introspeksi Diri

Editor: hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Oleh Agustin Hanafi

WAKTU berjalan begitu cepat, hari demi hari, bulan berganti bulan bahkan tahun terus berlalu dan tidak terasa kalau saat ini kita akan memasuki tahun baru 2015. Bahkan sebagian orang telah bersia-siap menyambut kehadirannya yang bisa diamati langsung, yaitu menjamurnya iklan yang mempromosikan harga dan discount di berbagai sektor seperti jasa penginapan, salon kecantikan, tempat wisata, dan lain-lain. Sebagian orang memang sangat antusias dan dan sangat bangga sekiranya dapat merayakan tahun baru, maka jauh-jauh hari mereka sudah memesan tiket, kamar hotel, rela merogoh kocek dalam-dalam hanya sekedar menyaksikan jarum jam di angka 00:00, cahaya kembang api, dentuman lonceng, dan lain-lain.

Dalam kacamata Islam, pergantian tahun adalah sesuatu yang biasa, dan perputaran waktu seperti ini sejatinya untuk menyadarkan bahwa keberadaan kita di pentas bumi ini tidak ubahnya seperti bulan. Awalnya, tidak tampak kemudian ia lahir, kecil mungil bagai sabit, dan sedikit demi sedikit membesar sempurna bagai purnama. Lalu kembali sedikit demi sedikit menua, sampai akhirnya hilang dari peredaran. Begitulah perumpamaan wujud kita di bumi Allah ini, mungkin bagi sebagian orang masih terekam dengan jelas dan masih segar dalam ingatannya bagaimana dia bermain di masa kanak-kanak, kemudian menjadi pengantin baru. Tetapi tanpa disadari kalau saat ini telah menimang cucu, kulitnya pun telah keriput, rambutnya telah memutih, matanya sudah kabur, tenaga dan fisiknya sudah mulai melemah.

Baru saat-saat seperti inilah penyesalan mulai datang, sambil memelas dalam hati “kenapa tidak beribadah semenjak usiaku masih muda, kenapa tidak rajin ke meunasah di saat tenagaku masih kuat, kenapa tidak mau menuntut ilmu di saat orang tuaku dulunya masih mampu, kenapa mengorbankan diriku dengan cara menghisap rokok, sabu, narkoba di saat kondisi badanku masih sehat, dan lain-lain”. Yang namanya penyesalan selalu datangnya di akhir kemudian. Namun apalah daya, nasi telah menjadi bubur dan sangat mustahil dapat mengembalikan waktu yang telah berlalu sebagaimana ungkapan Sayyidina Ali “Rezeki yang luput dari anda hari ini, masih dapat anda harapkan perolehannya esok, tetapi waktu yang berlalu saat ini, jangan harap ia akan kembali lagi”.

 Usia berkurang
Sebagian orang menilai bahwa pergantian tahun menandakan bertambahnya usia seseorang, tetapi ada juga yang menyadari sebaliknya yaitu menjadi berkurang. Dalam artian, kalau dia memiliki jatah hidup 63 tahun kemudian telah menjalaninya selama 50 tahun, maka dengan pergantian tahun seperti ini berarti jatah hidupnya menjadi berkurang satu tahun, sehingga sisa hidupnya hanya 12 tahun lagi. Oleh karena itu sepatutnya bertanya dalam hati, bahwa selama hidup ini untuk apa saja umur itu kita gunakan?

Apakah untuk hal-hal yang bermanfaat atau hanya berlalu begitu saja dengan sia-sia? Kita juga patut mengambil ibrah dari dialog seorang kakek dengan seorang penguasa dinasti Bani Abbas. “Berapa umur kakek?” tanya sang penguasa. “Sepuluh tahun,” jawab si kakek. “Karena 60 tahun dari usiaku kuhabiskan dalam dosa dan maksiat. Dan baru 10 tahun terakhir ini aku mengisi hidupku dengan hal-hal yang memakmurkannya,” jawabnya.

Jadi kakek ini merasa baru sepuluh tahun hidup di dunia ini karena selama itulah digunakan umurnya untuk hal kebaikan. Namun bersyukur karena dia masih sadar akan hal itu. Lalu, bagaimana kalau ada di antara kita yang tidak menyadarinya, Maka layak disebut “tua-tua keladi semakin tua tak sadar diri.”

Alquran menginginkan orang beriman untuk memiliki visi jauh ke depan, dan ini menuntut introspeksi dan kesadaran menyangkut semua hal yang telah terjadi, sehingga mengantarkan manusia untuk melakukan perbaikan dan peningkatan, sebagaimana firman Allah Swt dalam Alquran: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Dengan demikian, marilah kita tutup lembaran lama sambil melakukan perenungan dan muhasabah terhadap apa yang telah kita perbuat selama ini. Kemudian mengevaluasi dan mengintrospeksi diri sebagaimana layaknya seorang tukang, meskipun telah selesai merampungkan pekerjaannya tetapi masih berusaha meneliti dan mencermati apakah sudah sesuai dengan rancangan awal atau belum. Begitu juga halnya dengan kegiatan yang kita lakukan, misalnya dalam pekerjaan proyek apakah yang dilaksanakan selama ini hanya untuk sekedar menyerap anggaran sehingga dikerjakan asal jadi yang jauh dari harapan dan kebutuhan masyarakat.

 Aktivitas kita
Kemudian mengenai aktivitas kita selama ini apakah kehadiran di kantor hanya sebatas rutinitas semata untuk mengejar tunjangan dan materi? Hadir di ruang kelas hanya untuk memenuhi tuntutan sertifikasi? Membaca buku hanya untuk kepentingan seminar semata? Mau hadir shalat jamaah karena malu dengan mertua dan tetangga atau ingin mendapat pujian dari calon pendamping hidup? Atau khusyu‘ beribadah dan memohon kepada-Nya hanya ketika ditimpa musibah dan kondisi sulit? Atau, selama ini meyakini dengan perasaan angkuh bahwa rezeki yang diperolehnya murni usaha pribadi tanpa keterlibatan doa isteri dan anak, sehingga dengan mudah melecehkan dan menyakiti mereka? Atau, juga memahami bahwa urusan rumah, dapur, anak adalah murni tanggung jawab seorang isteri sehingga suami bisa seenaknya berkacak-pinggang atau duduk main kartu domino sambil goyang kaki dan keta-ketiwi bersama kawan-kawannya?

Begitu juga dengan kaum perempuan, jangan-jangan selama ini hanya terobsesi mengisi waktunya dengan bersolek atau sibuk menumpuk koleksi terbaru dari setiap perubahan mode, sibuk memikirkan dan menghabiskan waktu untuk memiliki postur tubuh yang ideal, tanpa ada keinginan atau usaha untuk menambah ilmu pengetahuan. Sudahkah kita peduli dan mempersiapkan pendidikan anak dengan baik dengan cara membekali mereka pengetahuan agama semenjak dini? Sejauh mana kekhawatiran dan upaya apa yang akan kita lakukan sekiranya mereka belum mampu membaca dan memahami isi kandungan Alquran secara baik? Bagaimana perlindungan dan perhatian kita terhadap mereka mengenai ancaman narkoba, seks bebas, pornografi, dan lain-lain?

Apakah mereka kelak akan berebut harta warisan dan saling bermusuhan sesama saudaranya sepeninggal kita, lalu bagaimana dengan nasib pasangan kita? Mampukah dia hidup mandiri sekiranya suatu saat kita dipanggil terlebih dulu oleh yang Maha Kuasa? Namun yang perlu digarisbawahi adalah, bahwa landasan berpikir untuk mempersiapkan hari esok haruslah ketakwaan, dan hasil akhir yang diperoleh pun ketakwaan, dan semua pekerjaan hendaknya menjadi ibadah kepada Allah agar manusia tidak larut dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat.

Kemudian setelah mengevaluasi lembaran sebelumnya, marilah membuka  lembaran baru pada 2015 ini yang merupakan sejarah hidup kita, dan itulah kelak yang akan disodorkan kepada kita sebagai individu dan masyarakat untuk dibaca dan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt. Alquran mengecam keras orang-orang yang mengisi waktunya dengan bermain tanpa tujuan tertentu seperti kanak-kanak.

Dan ingat, betapapun usiamu panjang, kematian pasti akan datang menghampirimu, dan engkau boleh mengerjakan apa saja yang engkau kehendaki tetapi yaumul hisab (hari perhitungan) pasti adanya. Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalnya. “Ya Allah, jadikanlah amalku yang terbaik (yang kulakukan) pada akhir hayatku, dan jadikanlah hariku yang terindah saat aku menemui-Mu kelak.” Selamat tahun baru 2015. Allahumma Amin.

Dr. H. Agustin Hanafi, M.A., Ketua Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, dan Anggota Ikatan Alumni Timur Tengah (Ikat-Aceh). Email: agustinhanafi77@yahoo.com

Berita Terkini