MASYARAKAT Desa Suka Makmur, Kecamatan Singkil, Aceh Singkil memiliki tradisi unik memeriahkan Lebaran Idul Fitri 1438 H. Tidak seperti wilayah lain di Indonesia, masyarakat di Singkil justru memilih menggelar lomba renang dan dayung perahu untuk memeriahkan hari kemenangan bagi umat Islam itu. Tapi uniknya kedua tradisi yang mulai dipopuler sejak tahun 2013 tersebut digelar di sungai yang dihuni habitat buaya.
Mungkin bagi sebagian orang, tradisi ini agak menyeramkan. Namun tidak halnya bagi warga Singkil, buaya bukan lagi binatang melata yang menakutkan. “Buaya kan sudah sering dilihat, jadi warga di sini sudah tak begitu takut lagi meskipun rasa khawatir pasti tetap ada,” kata Sekretaris Desa Suka Makmur, Irwansyah kepada Serambi kemarin.
Lomba renang dan dayung perahu di sungai yang membelah permukiman penduduk tersebut digelar Selasa (27/6) lalu atau pada hari ketiga Lebaran. Kegiatan yang menyedot perhatian banyak pengunjung ini dipusatkan di bawah jembatan Suka Makmur yang menjadi pusat warga mencari lokan (kerang sungai), ikan serta daun rumbia yang tumbuh di sepanjang pinggir sungai.
Para pencari lokan kerap menjumpai penampakan buaya sedang berenang atau sesekali muncul ke permukaan sungai tempat lomba renang dan dayung perahu digelar. Seperti diketahui populasi buaya di seluruh sungai dan muara Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, diperkirakan berjumlah antara 2.000 hingga 3.000 ekor. Persentase terbanyak adalah anaknya, mencapai 70 persen dengan rentang usia antara 1-24 bulan.
Bagi warga Desa Suka Makmur tradisi lomba renang merupakan arena menguji ketangkasan, kekuatan fisik sekaligus nyali sebagai warga yang dilahirkan dekat pinggir sungai yang dihuni habitat buaya. Anak-anak maupun dewasa beradu kekuatan menyeberangi sungai selebar sekitar 50 meter. Para peserta bertelanjang dada dan memakai celana pendek.
“Untuk renang melombakan dua kategori, anak-anak dan remaja dengan jarak tempuh lima puluh meter,” kata Ketua Pemuda Desa Suka Makmur M Zikran. Tradisi memeriahkanIdul Fitri ini ternyata juga menarik minat kalangan perempuan untuk ikut serta, terutama untuk lomba dayung. Sehingga para peserta lomba dayung diikuti empat tim laki-laki dan tiga tim perempuan dengan jarak tempuh 200 meter.
Irwansyah mengungkapkan rasa khawatirnya terhadap kehadiran buaya di sungai lokasi perlombaan. “Walau sudah jauh berkurang tapi setiap hari ada saja warga yang bertemu (buaya),” ujarnya.
Irwansyah berharap perhatian Pemkab Aceh Singkil. Menurutnya jika saja tersedia kolam renang tidak mungkin warga menggelar lomba di sungai tempat bersarangnya buaya. “Kalau ada kolam renang dibangun pemerintah tidak mungkin tradisi ini digelar di sungai,” ujarnya.(dede rosadi)