Tak Ada yang Peduli, Mahasiswa Bilang Jual Saja Asrama Aceh di Malang

Penulis: Zainal Arifin M Nur
Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Husni Ali, Ketua KTR Malang Raya

SERAMBINEWS.COM - Husni Ali (66), terlihat tak bisa menyembunyikan kegeramannya. Tangannya terus membolak balik sejumlah lembaran kertas.

“Ini dokumen pembelian tanah beserta bangunan rumah yang kini menjadi asrama ini,” kata pria kelahiran Bireuen tahun 1951 ini kepada Serambinews.com, di Asrama Tgk Chik Ditiro, Malang, Jawa Timur, Minggu (24/9/2017) lalu.

“Sedangkan ini surat dan proposal kepada Bapak Muhammad, agar Pemerintah Aceh segera menyelesaikan peralihan status asrama ini. Surat ini kami kirim bulan Maret 2016, tapi sampai sekarang tidak ada kabar kelanjutannya,” tambah Husni memperlihatkan dokumen lainnya.

Husni Ali adalah salah satu tokoh Aceh di Malang yang menggagas pembelian aset tersebut.

Saat asrama itu dibeli tahun 2002, Husni Ali menjabat sebagai kepala pada salah satu dinas di Kota Malang.

Karena itu, Husni dipercaya menjadi Ketua Panitia Pembangunan Asrama Aceh yang belakangan diberi nama Asrama Tgk Chik Ditiro itu.

“Tahun 2002 kami menginisiasi pengadaan asrama mahasiswa Aceh di Malang. Dengan dana APBD sebesar Rp 390 juta kami membeli tanah seluas tanah 400 meter beserta bangunan rumah yang kemudian menjadi asrama,” kata Husni.

Baca: Melihat Asrama Mahasiswa Aceh di Malang, Dari WC Rusak Hingga Kamar Bocor

Hingga bulan September 2017 ini, akte jual beli dan sertifikat tanah itu masih atasnama Husni Ali selaku Ketua Pembangunan Mahasiswa Aceh di Malang.

Husni yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang ini, merasa tidak nyaman dengan hal itu.

Sejak aset itu terbeli pada tahun 2002, Husni terus mendesak Pemerintah Aceh untuk segera mengurus perubahan status tanah beserta bangunan asrama itu, dari atasnamanya menjadi atasnama Pemerintah Aceh.

Kabar baik sempat berhembus pada tahun 2016, ketika Pemerintah Aceh di bawah pimpinan Gubernur dr H Zaini Abdullah, membentuk Tim Penyelesaian Status Asrama Mahasiswa Aceh di Luar Aceh.

Tim ini diketuai oleh Drs Muhammad MM yang kala itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh (DPKA).

Tim ini sendiri dibentuk menyusul meruncingnya kisruh kepemilikan Asrama Mahasiswa Aceh di Yogyakarta.

(Baca: Nasib Asrama Mahasiswa Aceh di Yogyakarta)

“Pada tahun 2016, Pak Muhammad datang ke sini (Malang), saya ceritakan kondisi dan status asrama. Lalu beliau minta supaya dibuat proposal untuk pengalihan asrama dari Ketua Panitia Pembangunan Asrama Aceh, menjadi milik Pemerintah Aceh,” kata Husni.

Surat pengantar proposal ()

Karena itu, Husni kemudian menghadap notaris untuk membuat estimasi (perkiraan) biaya yang dibutuhkan hingga keluarnya sertifikat pengalihan aset.

“Pihak notaris bilang biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 149.983.416. Maka, saya kemudian membuat proposal kepada Pemerintah Aceh, lengkap dengan estimasi biaya yang dikeluarkan pihak notaris,” papar Husni.

Proposal itu diberi judul “Pengurusan Sertifikat Hak Pakai Dalam Rangka Penyelesaian Status Asrama Mahasiswa Aceh di Kota Malang Sebagai Aset Pemerintah Provinsi Aceh”.

Pada bulan Maret 2016, proposal itu kemudian dikirim kepada Kepala DPKA, Muhammad, agar bisa segera mengurus pengalihan aset Aceh di Kota Malang itu.

“Sekarang sudah hampir berakhir tahun 2017, tapi tidak ada tindak lanjutnya,” sesal Husni.

Beberapa mahasiswa yang duduk mendengarkan cerita Husni bercelutuk.

“Pak, kita jual saja asrama ini. Kan di akte jual beli itu, Pak Husni diberi wewenang untuk mengalihkan status kepemilikan,” celutuk seorang mahasiswa.

Ketua Penasihat Keluarga Tanah Rencong (KTR) Malang Raya, Husni Ali, bersama mahasiswa asal Aceh, di Asrama Tgk Chik Ditiro, Malang, Jawa Timur, Minggu (24/9/2017) (SERAMBINEWS.COM/ZAINAL ARIFIN M NUR)

Tidak layak huni

Kenapa Husni sangat ngotot agar Pemerintah Aceh segera mengalihkan status asrama itu?

“Selama ini, atau tepatnya setelah tahun 2010, Pemerintah Aceh selalu beralasan tidak bisa menganggarkan dana renovasi asrama ini, karena statusnya bukan aset Pemerintah Aceh. Padahal, asrama ini dibeli dengan dana APBD tahun 2002,” kata Husni.

Menurutnya, renovasi terakhir dilakukan pada tahun 2010, yaitu pembangunan 7 kamar tidur dan 3 kamar mandi, di bagian belakang bangunan lama.

“Artinya sudah 7 tahun asrama ini tidak pernah direnovasi lagi. Padahal bangunan lama ini sudah mulai banyak yang bocor. WC-nya pun sudah tidak bisa dipakai lagi,” ungkap Husni.  

“Bisa dikatakan, bangunan lama ini sudah tidak layak huni lagi bagi mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Kenyamanan anak-anak mau belajar sudah tidak ada lagi. Padahal mereka ini adalah aset Aceh,” tukas Husni seraya menunjuk ke arah sejumlah Mahasiswa yang mengelilinginya.

Menurut dia, saat ini status asrama itu hanya tinggal pengalihan status saja, dari milik ketua panitia pembangunan, menjadi milik Pemerintah Aceh.

"Bangunan ini aset mati, sementara anak-anak ini aset hidup bagi Pemerintah Aceh. Ini harus segera ditindaklanjuti, jangan sampai menunggu terjadi seperti kasus Asrama Mahasiswa Aceh di Yogyakarta,” ujarnya.

Untuk diketahui, Husni Ali saat ini menjabat sebagai Penasihat Keluarga Tanah Rencong (KTR) dan Penasihat Ikatan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Aceh (IPPMA) Malang Raya.

Ia menyebutkan, saat ini ada sekitar 200 KK asal Aceh yang menetap di Malang. Sementara jumlah mahasiswa mencapai 300 orang.

“Kalau memang Pemerintah Aceh tidak mau peduli lagi dengan aset ini, mungkin saya juga akan menjualnya. Nanti uangnya dikembalikan ke Pemerintah Aceh atau saya serahkan untuk para mahasiswa ini,” tukas pria yang saat ini menjabat sebagai Ketua Persatuan Tenis Lapangan Indonesia (PELTI) Kota Malang ini.

Mendengar itu, sejumlah mahasiswa yang sedari tadi menyimak langsung menyahut. “Uangnya untuk beasiswa kami saja Pak.”

Asrama Cut Meutia

Asrama Cut Meutia di Malang, Jawa Timur ()

Kondisi yang lebih baik dialami oleh Asrama Cut Meutia yang berada persis di seberang jalan depan Asrama Tgk Chik Ditiro. 

Asrama yang dibeli pada tahun 2007 ini, sudah resmi beralih status menjadi milik Pemerintah Aceh. Karena itu, asrama putri ini beberapa kali mendapatkan bantuan untuk renovasi. 

Meski saat Serambinews.com berkunjung, Minggu (24/9/2017) lalu, cat asrama ini tampak kusam dan mulai terkelupas. Beberapa huruf yang bertuliskan alamat asrama tersebut sudah mulai copot. 

Ketua Ikatan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Aceh (IPPMA) Malang Raya, Fakhrurrazi, melalui pesan Whatsapp kepada Serambinews.com, Kamis (29/9/2017) malam mengatakan, Asrama Cut Meutia ini memiliki 15 kamar dan dihuni 16 mahasiswi. 

Asrama Cut Meutia ini diketuai oleh Wilda Aulia Fitri, mahasiswi semester 5 di Universitas Negeri Malang jurusan Sastra Inggris. 

Sementara Asrama Putra (Asrama Tgk Chik Ditiro) memiliki 12 kamar dihuni 27 mahasiswa. Asrama putra diketuai oleh Muhammad Raziq, pemuda asal Blang Asan Sigli, Pidie yang kuliah di Fakultas Syariah Hukum Bisnis UIN Malang.(habis)

Berita Terkini