Warga Lengkong Tuntut Pengeboran Air Distop

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Gampong Lengkong, Kecamatan Langsa Baro, Suandi Mahmud, memperlihatkan rumahnya yang retak diduga akibat mulai labilnya tanah daerah itu, pascamaraknya ekploitasi air di Gampong Lengkong. Foto direkam Selasa (13/2). SERAMBI/ZUBIR

LANGSA - Puluhan masyarakat Gampong Lengkong, Kecamatan Langsa Baro menuntut Pemerintah Gampong Lengkong menghentikan penyedotan air tanah menggunakan sumur bor yang dilakukan sejumlah pengusaha penyalur air bersih di gampong tersebut. Tuntutan ini diarahkan ke pemerintah gampong setempat, karena Pemkab Kota Langsa dan pihak Pemprov Aceh yang bertanggung jawab dalam perizinan pengeboran air tanah ini, belum juga turun ke lokasi.

Tuntutan tersebut disampaikan puluhan warga yang menghadiri rapat antara warga dengan pengusaha air bersih, difasilitasi aparat Gampong Lengkong, Jumat (16/2) malam di mushala gampong setempat.

“Dampak pengeboran air ini membuat banyak rumah mengalami retak dan terancam amblas. Karena itu kami menuntut pengeboran air ini segera distop,” kata Dini, warga Gampong Lengkong mewakili tuntutan sejumlah warga lainnya.

Ditambahkannya, Gampong Lengkong bukan kawasan industri yang bisa dieksploitasi airnya secara besar-besaran. Sehingga setiap hari, ribuan liter air bersih disedot dari dalam tanah di gampong ini oleh para pengusaha air bersih, dan diangkut menggunakan mobil tanki untuk memasok kebutuhan air di sejumlah wilayah di Kota Langsa dan sekitarnya.

Warga mengatakan, jika pemerintah menetapkan Gampong Lengkong dijadikan kawasan industri, warga pun mempersilakan dengan syarat pemerintah harus merelokasikan warga dan melakukan ganti rugi harta benda milik masyarakat secara layak.

Warga lainnya menambahkan, persoalan pengeboran air tanah ini sudah terjadi lama. Namun tidak ada pihak yang mengawasi dan menertibkannya. Kini, warga pun sudah tak tahan lagi, karena sejumlah rumah terus mengalami kerusakan pada dinding dan lantai, akibat permukaan tanah turun dengan cepat.

Warga lainnya, Edy Syahputra, juga mendesak pemerintah segera turun ke lokasi untuk mengecek unit usaha penyedia air bersih di gampong ini. Mulai dari izin usaha, kelayakan usaha, hingga retribusi usaha tersebut. Karena warga meyakini, pengusaha tidak memegang izin atau tidak menjalankan ketentuan yang disyaratkan. Sehingga pengeboran air tanah di kawasan ini telah berdampak luas bagi lingkungan dan merugikan warga sekitarnya.

“Selama ini, tidak ada kontrol yang dilakukan pemerintah terhadap penyedotan air tanah secara berlebihan di Gampong ini, sehingga membuat sejumlah rumah amblas, dan air sumur warga menjadi kering,” ujarnya.

Seorang pengusaha yang melakukan pengeboran air tanah untuk bahan baku air isi ulang di Gampong Lengkong, Paino, mengaku dirinya telah memiliki izin dari Pemerintah Provinsi Aceh. Karena itu, ia pun keberatan dengan tuntutan warga yang menuntut dihentikannya pengeboran air tanah tersebut.

Ia pun mengungkapkan selalu menyetor pajak dan retribusi ke pihak gampong. Namun ia tak menyebutkan kepada siapa retribusi itu disetor.

Suasana rapat malam itu sempat memanas, disertai adu mulut antara warga dengan pengusaha air isi ulang. Akhirnya, Keuchik Gampong Lengkong, Samsul Bahri beserta Tuha Peut serta perangkat gampong lainnya, memutuskan untuk membatasi eksploitasi air tanah di Gampong Lengkong.

Pemerintah Gampong Lengkong pun meminta kepada pemilik usaha air bersih itu untuk melengkapi izin usaha, baik termasuk kajian atas pengeboran dan lainnya untuk proses penertibannya. “Dalam beberapa hari ke depan, tidak dibolehkan pengangkutan air bersih dengan mobil tangki, hanya dibolehkan pengangkutan air dengan becak ukuran kecil,” demikian keputusan pihak Gampong Lengkong.

Sekretaris Gampong Lengkong, Siswanto, sebelumnya mengaku, bahwa usaha pengeboran air tanah di gampong itu sudah berlangsung sejak tahun 2008. Pihaknya mencatat sekarang sudah ada 10 unit usaha air bersih (untuk bahan baku air isi ulang) di gampong tersebut yang hampir seluruhnya mengandalkan sumber air dari sumur bor yang mereka buat.

Dirincikannya, setiap harinya sekitar 100 ribu liter air yang diproduksi dari 10 unit usaha penyedia air bersih ini, yang dijual kepada warga sekitar termasuk ke luar gampong tersebut yang memiliki usaha air isi ulang. “Sedangkan pendapatan asli gampong (PAG) dari usaha itu tidak ada sama sekali,” katanya.

Terkait eksploitasi air tanah ini, diakuinya bisa berdampak buruk bagi kondisi tanah yang kemudian berdampak buruk pada bangunan di sekitarnya. “Sumber air dari sumur warg di sekitar lokasi ini juga mulai mengering,” ungkapnya.

Untuk mengatasi hal ini pihaknya meminta Pemko Langsa melalui dinas terkait untuk segera menurunkan tim guna melakukan kajian secara teknis, agar warga bisa mendapat penjelasan secara pasti penyebab dan dampak dari pengeboran air tanah tersebut terhadap lingkungan sekitar di Gampong Lengkong. Namun permintaannya ini belum juga direspon Pemko Langsa dan Pemprov Aceh yang berwenang memberi izin atas pengevoran ait tanah ini.(zb)

Berita Terkini