Opini

Israk Mikraj Perjalanan Penuh Misteri

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Santri bersama warga mendengarkan ceramah yang disampaikan oleh Dr H Muhammad Sofyan Lc MA pada acara peringatan Israk Mikraj Nabi Muhammad SAW 1436 Hijriah di Masjid Raya Baiturrahman. SERAMBI/BUDI FATRIA

Oleh Adnan

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Isra’: 1)

ISRAK Mikraj merupakan sebuah perjalanan keagungan. Dimana Rasulullah Saw diperjalankan oleh Allah Swt dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa hingga ke Sidratul Muntaha hanya sepertiga malam. Sebuah perjalanan yang amat jauh, tapi ditempuh dengan waktu supersingkat dengan mengendarai Buraq. Maka wajar jika Abu Lahab, Abu Jahal, dan sebagian para pembesar Quraisy menentang dan mendustai perjalanan agung ini. Disebabkan ketidakmampuan mereka berpikir rasional-ilmiah dalam memahami peristiwa tersebut. Bahkan, hingga kini pun tidak semua orang mampu memahami dengan utuh dan seksama. Karena itu, Israk Mikraj dianggap sebagai sebuah perjalanan penuh dramatik, fantastik, dan misteri.

Dianggap sebuah perjalanan penuh misteri dikarenakan peristiwa Israk Mikraj menyingkap berbagai pelajaran intelektualitas, spiritualitas, emosional, dan kritik sosial. Sebab itu, Israk Mikraj bukan hanya sekadar proses penjemputan ibadah shalat 5 waktu. Tapi, Israk Mikraj juga memiliki nilai-nilai filosofis yang dapat menjadi bahan kontemplasi, kritik diri dan sosial. Maka setiap peristiwa Israk Mikraj diperingati hendaknya dapat memberikan sugesti kepada seluruh individu untuk terus berbenah diri dan sosial, agar terjadi transformasi sosial dalam segala bidang kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama. Jika tidak, peringatan Israk Mikraj hanya seremonial semata tanpa makna.

Beberapa misteri
Berikut diungkap beberapa misteri perjalanan Israk Mikraj yakni: Pertama, perjalanan supersingkat. Israk Mikraj menjadi misteri disebabkan jarak tempuh yang amat jauh, tapi dapat dijalani oleh Rasulullah Saw hanya dalam sepertiga malam. Padahal, kata Buya Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar, perjalanan biasanya dengan kaki unta dari Mekkah ke Palestina menghabiskan waktu 40 hari.

Oleh sebab itu, penggunaan kalimat tasbih pada awal surah al-Isra’ ayat 1 menunjukkan bahwa Israk Mikraj bukan peristiwa biasa. Tapi, menunjukkan kemahasucian dan kemahakuasaan Allah Swt dalam berkehendak. Sebagaimana Allah Swt berkehendak membelah laut untuk Nabi Musa as (QS. al-Baqarah: 50), mendinginkan kobaran api untuk menyelamatkan Nabi Ibrahim as (QS. al-Anbiya’: 69), dan membuat hamil Maryam dan melahirkan Nabi Isa as tanpa persetubuhan dengan laki-laki (QS. Maryam: 20-21).

Kedua, perjalanan ruh dan jasad. Penggunaan kata ‘abdun dalam (QS. al-Isra’: 1) menunjukkan bahwa perjalanan Israk Mikraj ditempuh oleh Rasulullah Saw dengan ruh dan jasad. Sebab, jasad tanpa ruh merupakan mayat, sedang ruh tanpa jasad pun tidak dapat disebut ‘abdun. Karena itu, Israk Mikraj menjadi misteri karena Rasulullah Saw mampu menembus kekuatan cahaya atas izin Allah Swt dengan jiwa dan raganya, tanpa kecacatan sedikit pun. Hal ini pula yang menyebabkan Abu Lahab enggan percaya dengan peristiwa agung ini, karena sulit dilogiskan dengan logika manusia saat itu. Kini, telah berkembang Ilmu Astronomi dan Fisika, sehingga peristiwa Israk Mikraj coba dipahami dari sisi scientific (QS. ar-Rahman: 33).

Ketiga, kekuatan malam (the power of night). Dalam Alquran digambarkan bahwa perjalanan Israk Mikraj terjadi pada malam hari (lailah). Hal ini membuat banyak orang bertanya-tanya mengapa malam hari, bukan siang hari? Para pakar mengungkapkan bahwa kata lailah memiliki ragam makna, semisal lawan siang, kegelapan, kesunyian, keheningan, kekhusyukan, kepasrahan, kedekatan, dan kesyahduan. Artinya, kata lailah juga dapat bermakna majazi, yakni sebuah perumpamaan yang di dalamnya memiliki unsur-unsur psikologis. Untuk itu, malam hari memiliki “nilai lain” dibandingkan siang hari. Malam dianggap waktu yang tepat untuk mengkritik diri dan sosial agar mampu bertransformasi menjadi hamba mulia (QS. al-Muzammil: 1-4).

Selain itu, dalam Alquran malam hari dianggap sebagai momentum paling tepat untuk mengharmonisasi hubungan transendental kepada Allah Swt (QS. adz-Dzariat: 15-17, dan al-Muzammil: 6). Hal ini dapat terlihat dari sejumlah perintah Allah Swt tentang pelaksanaan ubudiyah di malam hari, semisal shalat Magrib, Isya, Tahajud, Tarawih, shalat Lail, Witir, shalat Fajar, dan shalat Subuh. Bahkan, profetik menggambarkan bahwa Allah Swt “turun” ke langit dunia pada sepertiga malam dan akan mengabulkan setiap permintaan hamba-Nya saat itu (HR. Bukhari dan Muslim). Sebab itu, pemilihan waktu malam dalam peristiwa Israk Mikraj merupakan satu sebab bahwa malam hari memiliki keistimewaan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Keempat, bertemu dengan ruh para Nabi dan Rasul sebelumnya. Dalam peristiwa Israk Mikraj, Rasulullah saw diriwayatkan bertemu dan berdialog dengan sejumlah ruh para Nabi dan Rasul pada setiap tingkatan langit (HR. Muslim), yakni Nabi Adam as, Nabi Isa, Nabi Yahya, Nabi Yusuf, Nabi Idris, Nabi Harun, Nabi Musa, dan Nabi Ibrahim. Hal ini menunjukkan bahwa perjalanan Israk Mikraj Rasulullah saw mendapatkan penghormatan dan kemuliaan dari para Nabi dan Rasul sebelumnya. Bahkan, ketika shalat diwajibkan 50 waktu dalam sehari semalam, Nabi Musa as berperan memohon kepada Rasulullah saw agar meminta keringanan kepada Allah Swt, hingga tinggal 5 waktu. Meskipun demikian, pahala tetap dibalas oleh Allah Swt laksana 50 waktu (Sabilal Muhtadin, juzu’ 1, 147).

Kritik sosial
Selain itu, Rasulullah saw dalam peristiwa Israk Mikraj juga melihat beberapa gambaran kondisi sosial manusia. Berupa sejumlah gambaran tentang kritik sosial untuk memberikan pembelajaran kepada umat, di antaranya: Pertama, pemimpin yang tidak amanah. Yakni Rasulullah Saw melihat seseorang yang mengumpulkan kayu bakar di pundaknya dengan jumlah besar hingga ia tidak dapat memikulnya. Tapi, meskipun ia tidak dapat memikulnya, kayu bakar terus-menerus ditambahkan ke pundaknya. Hal ini gambaran umat Rasulullah saw yang menumpuk-numpuk jabatan, tapi satu pun tidak mampu menjalankannya, hingga ia diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sebab itu, israk mikraj menjadi momentum bagi para pemimpin dan pejabat untuk menunaikan setiap amanah yang diemban (QS. An-Nisa’: 58).

Kedua, penebar hoax. Yakni, Rasulullah saw melihat sekelompok orang berkuku panjang yang terbuat dari tembaga, lalu mereka mencakar-cakar muka dan dada mereka sendiri. Hal itu sebagai ganjaran bagi hamba-Nya yang menebarkan kebencian dan hoax dalam kehidupan sosial. Akibatnya, di akhirat mereka dihinakan oleh Allah Swt. Karena itu, Israk Mikraj merupakan momentum untuk membasmi penebar kebencian dan menangkal berita hoax yang dapat merusak tatanan kehidupan sosial berbangsa, bernegara, dan beragama (QS. al-Hujurat: 6 dan 12). Para penebar kebencian dan hoax bukan hanya mendapatkan ganjaran di dunia, tapi juga di akhirat. Pesta demokrasi tidak boleh sedikitpun dikotori oleh berita-berita hoax.

Ketiga, enggan melaksanakan shalat. Yakni Rasulullah saw melihat sekelompok orang yang kepala mereka dipecahkan dengan batu. Hal itu ganjaran bagi orang-orang yang enggan melaksanakan perintah shalat. Pesan profetik bahwa shalat itu tiang agama, siapa orang yang mendirikan shalat, maka ia telah menegakkan agama. Sebaliknya, siapa orang yang meninggalkan shalat, maka ia telah meruntuhkan agama (HR. Bukhari dan Muslim).

Selain itu, shalat merupakan ibadah pertama yang akan dihisab di akhirat kelak (HR. An-Nasai). Karena itu, Israk Mikraj hendaknya menjadi momentum untuk memakmurkan masjid-masjid Allah Swt dengan mendirikan shalat berjamaah (QS. Thaha: 132). Mari!

* Adnan, S.Kom.I., M.Pd.I., Dosen Prodi Bimbingan Konseling Islam (BKI), Sekretaris Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir IAIN Lhokseumawe, Aceh. Email: adnanyahya50@yahoo.co.id

Berita Terkini