Dana Operator tak Cair

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Disdikbud Lhokseumawe, Drs Nasruddin MM, didampingi para kepala sekolah, secara simbolis menyerahkan sumbangan untuk korban gempa dan tsunami Palu-Donggala kepada Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya.

* Akibat Kesalahan Penempatan di DIPA

LHOKSEUMAWE – Dana Rp 425 juta untuk 80-an operator sekolah tingkat SD dan SMP di kota Lhokseumawe tak bisa dicairkan, menyusul kesalahan penempatan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) setempat.

Informasi dihimpun Serambi, persoalan insentif operator sekolah berstatus honorer itu mencuat baru-baru ini. Menyusul hal tersebut, sejumlah operator mempertanyakan pencairannya. Bahkan, perwakilan para operator dilaporkan pernah melakukan pertemuan dengan pejabat disdikbud setempat, guna mempertanyakan hak mereka.

Sesuai data yang diperoleh dari para operator, dana tersebut diplot selama 12 bulan pada tahun 2018. Di mana insentif untuk sebulan yang akan diterima operator berkisar antara Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu per orang.

Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lhokseumawe, Drs Nasruddin MM yang dihubungi Serambi menjelaskan, kalau dirinya menjabat sebagai Plt kepala dinas pada awal Oktober 2018 atau sekitar dua bulan lalu. “Masalah insentif untuk opetaror sekolah berstatus honorer belum dibayar, saya ketahui awal Desember. Karenanya, saya langsung mencoba menelusuri masalah tersebut,” katanya, Selasa (18/12).

Nasruddin mengakui, dalam DIPA Disdikbud Lhokseumawe memang tersedia dana Rp 425 juta untuk insentif operator sekolah berstatus honorer. Namun, anggaran tersebut tidak bisa dicairkan. Karena, terdapat dalam satu rekening yang sama untuk pembayaran honor mereka.

Dijelaskan, dalam DIPA itu terdapat satu rekening untuk membayar honor para honorer. Kemudian, di dalam rekening tersebut ada subnya tertulis insentif buat operator sekolah. “Bila insentif dibayar untuk untuk operator sekolah dengan status honorer, berarti akan terjadi pembayaran double dari rekening yang sama. Sehingga hal ini tak diperbolehkan secara aturan,” jelasnya.

Seharusnya, sebut Nasruddin, rekening insentif operator sekolah berstatus honorer semestinya dipisah dengan rekening pembayaran honorer. “Seperti insentif meugang, itu punya rekening tersendiri. Sehingga, bisa disalurkan,” ujarnya.

Menyusul kondisi ini, ia mengharapkan agar para operator sekolah bisa memahami persoalan yang terjadi, kenapa dana itu tidak dapat dicairkan. Bahkan, anggaran tersebut masih utuh dalam kas daerah. “Saya sudah dua kali melakukan pertemuan dengan perwakilan operator sekolah, agar mereka bisa memaklumi kondisi ini. Kita juga berjanji persoalan ini akan diperbaiki, sehingga mereka ke depan bisa menerima haknya,” demikian Nasruddin.

Anggota Banggar DPRK Lhokseumawe, Dicky Saputra juga mengakui sudah mendapatkan laporan terkait hal ini. Sehingga, ia merasa heran kenapa sampai terjadi kesalahan dalam DIPA. Akibatnya, para operator sekolah tidak bisa menerima insentif pada tahun 2018.

Dicky Saputra berjanji akan mengawal supaya tahun depan persoalan yang sama tidak terulang lagi. “Kita akan menelusuri dalam APBK 2019 yang sudah disahkan, apakah insentif tersebut ada. Bila ada, apakah masih adanya kesalahan penempatan seperti sekarang ini. Bila masih terjadi kesalahan, dirinya berjanji akan mengawal supaya diubah dalam APBK Perubahan 2019,” janji Dicky Saputra.(bah)

Berita Terkini