SERAMBINEWS.COM - Polemik terkait suara dentuman yang terdengar di beberapa wilayah seperti Sukabumi, Bandung, dan Sumatera Selatan akhirnya menemukan jalan keluarnya.
Kasus ini sempat membuat bingung masyarakat dan para ahli sebab tidak ada barang bukti otentik seperti rekaman suara yang bisa dianalisis oleh para ahli.
Namun menurut keterangan BMKG, suara dentuman tersebut diamini berasal dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
Baca: Lereng Jalan Tol Ruas Salatiga-Kartasura Rusak Akibat Hujan, Ini Penjelasan Menteri PURR
Sebelumnya hal ini sudah dilaporkan oleh Kepala Pos Pemantau Gunung Krakatau Suwarno.
Dia mengatakan, sampai saat ini erupsi yang terjadi di gunung Krakatau masih berlangsung diiringi dengan suara gemuruh yang keras.
Sepakat dengan pernyataan tersebut, Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono turut menyatakan bahwa suara tersebut berasal dari erupsi gunung yang menyebabkan tsunami di Selat Sunda.
Baca: Usai Diserahkan ke Kejaksaan, Hercules dan Anggotanya Ditahan di Rutan Salemba
“Kepastian bahwa sumber dentuman yang akhir-akhir ini beberapa kali terdengar oleh warga Banten, Lampung dan Sumatra Selatan ternyata bersumber dari erupsi Gunung Anak Krakatau. Hal ini sudah dikonfirmasi oleh petugas Pos Pemantau Gunung Krakatau,” jelas Daryono dalam keterangannya yang diterima Kompas.com pada Kamis (27/12/2018).
Gunung Anak Krakatau, yang saat ini masih erupsi dikatakan Daryono menimbulkan suara gemuruh yang keras.
Alasan di balik mengapa suara tersebut terdengar di beberapa wilayah seperti Sumatera Selatan, Bandung, dan Sukabumi, dipengaruhi oleh arah anginnya.
Baca: Status Gunung Anak Krakatau Menjadi Siaga, Berbahayakah?
“Terdengarnya suara dentuman hingga di beberapa daerah diakibatkan arah angin yang sedang mengarah ke mana, maka daerah itu akan mendengar suara dentuman lebih jelas,” jelas Daryono.
Seperti yang terdengar di Sumatra Selatan, menurut Suwarno, disebabkan oleh arah mata angin yang menuju ke arah tersebut sehingga suara terdengar di sana.
Fenomena ini terbilang menarik, melihat bersamannya suara dentuman tersebut, alat pencatat gempa, seismograf milik BMKG juga mencatat getaran yang terjadi di tanah.
Baca: Tahun Depan Ditargetkan Pejualan Emas Sebanyak 5,1 Ton
“Sebagai contoh adalah suara dentuman yang terdengar oleh petugas BMKG Stasiun Geofisika Liwa pada tanggal 25 Desember 2018 sekitar pukul 22.00 WIB dan pada tanggal 26 Desember 2018 pukul sekitar 20.40 WIB, kedua event dentuman ini tercatat dengan baik oleh sensor seismik BMKG yang berada di Liwa,” pungkas Daryono.
Fase Mematikan?
Seorang ahli vulkanologi California Jess Phoenix baru saja memberikan pendapatnya terkait Gunung Anak Krakatau.
Dalam laporan yang ditayangkan oleh BBC, Phoenix menyebut bahwa gunung ini sedang memasuki fase baru dan mematikan.
Baca: Timbulkan Asap Pekat, Kebakaran Jangkos Panikkan Warga Blang Gleum
Pendapat itu diutarakan oleh Phoenix setelah melihat gambar-gambat erupsi dan menganalisis lini masa erupsi Gunung Anak Krakatau.
Menurut Phoenix, fase baru erupsi Anak Krakatau ini diikuti tragedi yang tidak biasa yaitu tsunami.
Dari data yang ada, Phoenix menyebut kemungkinan runtuhnya bagian Anak Krakatau memicu longsor bawah laut.
Pergeseran batuan ini lah yang diyakini sebagai faktor penyebab tsunami Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) lalu.
Baca: Hosho, Kapal Induk Pertama di Dunia Milik Jepang, Ini 6 Faktanya
Dampak tsunami yang menewaskan ratusan orang ini yang dianggap oleh Phoenix sebagai fase mematikan.
Namun, artikel di BBC tersebut tidak dipercayai oleh Surono, ahli vulkanologi Indonesia.
"Tidak ada alasan ilmiah yang menyebutkan penyebab Anak Krakatau memasuki fase baru dan mematikan, judulnya saja dan saya tidak percaya," ungkap pria yang akrab disapa Mbah Rono itu, Kamis (27/12/2018).
Ketika ditanya mengenai status Gunung Anak Krakatau yang ditingkatkan menjadi level III (Siaga), Surono mengatakan itu tidak mencerminkan ancamannya heboh.
Baca: Tiga Bangunan Terbakar, 22 Sepmor dan Dua Mobil Hangus
"Maksimum daerah bahaya 5 km saja, di luar itu aman," tegasnya.
Mengenai potensi longsornya kembali tebing Gunung Anak Krakatau, Surono mengatakan dirinya tidak tahu berapa persen potensinya.
"Tapi saya kira kecil-kecil saja (potensi longsoran)," kata Surono.
Menurut ahli kegunungapian ini, longsoran yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau tidak mempengaruhi karakter erupsi gunung tersebut.
Baca: Dua Gunung Api Indonesia dengan Letusan Paling Dahsyat, Salah Satunya Picu Kekalahan Napoleon
"Letusannya ya seperti Anak Krakatau (tidak berubah), semburan material jika malam kelihatan menyala atau merah, kalau siang hitam, miskin awan panas," jelas pria yang pernah menjabat sebagai kepala PVMBG itu.
Melihat pertumbuhan Anak Krakatau saat ini, Surono mengatakan bahwa dirinya tidak bisa berandai-andai mengenai potensi bencana yang bisa terjadi.
"Kita lihat saja berjalanan aktivitas letusannya, saya tidak bisa berandai-andai," pungkasnya.(*)
Baca: Pengusaha Berlian Biayai Ribuan Pernikahan Wanita Yatim, Tanpa Melihat Latar Belakang Agama
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Soal Dentuman Misterius, BMKG Pastikan Berasal dari Anak Krakatau dan Anak Krakatau Disebut dalam Fase Mematikan, Begini Tanggapan Surono