* Dana Silpa tak Dikembalikan ke Pusat
BANDA ACEH - Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Aceh, Ir Helvizar Ibrahim MSi mengatakan, jika ada pihak yang menilai kinerja keuangan Pemerintah Aceh tahun 2018 kurang bagus, sangatlah keliru dan tidak benar. Alasannya, BPK RI sudah melakukan audit Laporan Keuangan Pemerintah Aceh 2018, kemudian lembaga itu memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Pemerintah Aceh..
“Untuk sementara ini, opini WTP itu yang menjadi pedoman kita untuk menilai kinerja pengelolaan keuangan maupun daya serap anggaran, Pemerintah Aceh tergolong baik dan bagus,” kata Plt Sekda Aceh kepada Serambi, Selasa (25/6) di ruang kerja P2K Setda Aceh.
Didampingi Bustami Hamzah, Kepala Badan Pengelola Keuangan Aceh (BPKA), Helvizar mengatakan, sisa anggaran atau Silpa Aceh tahun 2018 senilai Rp 1,6 triliun yang dikatakan Mendagri menduduki ranking ketiga nasional, itu juga sudah diaudit oleh BPK dan sudah dijelaskan.
Silpa sebesar Rp 1,6 triliun (kemarin sempat tertulis salah, yakni Rp 1,6 miliar -red) itu terjadi disebabkan banyak faktor. Antara lain, menurut pihak BPKA, hal itu terjadi akibat APBA 2018 terlambat disahkan dan harus dipergubkan, karena antara DPRA dengan Gubernur Aceh, pada saat itu belum ada kesepakatan, sehingga Gubernur Irwandi Yusuf mengambil kebijakan dan mengusulkan kepada Mendagri ahar RAPBA 2018 dipergubkan menjadi APBA 2018 dengan nilai Rp 15,084 triliun.
Faktor kedua, menurt BPKA, karena APBA 2018 dipergubkan, bukan diqanunkan, maka dalam melaksanakan APBA, SKPA lebih berhati-hati. Kondisi ini membuat beberapa program yang mengalami perubahan regulasi aturan dalam pelelangannya, maka pelaksanaannya jadi terhambat. Contohnya, program pembangunan 4.000 unit rumah duafa, tidak bisa dilaksanakan dengan alasan ada perubahan regulasi, sehingga tidak cukup waktu untuk dilaksanakan.
Tapi pada tahun 2019 ini, program pembangunan rumah duafa itu tetap dilakukan, dengan jumlah yang lebih banyak lagi, yakni sekitar 5.900 unit.
Menurut laporan Kadis Perkim Aceh, Mizwan, tahapan proses lelang e-catalognya sedang berjalan dan insyaallah pada bulan depan, sudah ada penetapan pemenangnya.
Faktor lainnya, lanjut Helvizar, banyak usulan berbagaia program pembangunan fisik dan pengadan barang dan jasa yang masuk, belum lengkap dokumen pendukungnya, sehingga tidak bisa dilelang dan dilaksanakan. Misalnya, soal dokumen detail engineering design (DED), analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), dan lokasi lahan belum dibebaskan. Sehingga, anggaran yang sudah dialokasikan untuk pembebasan tanah dan pembangunan fisiknya, tidak cair karena proses tahapan pembebasannya belum tuntas.
Kemudian di pertengahan jalan, terjadi kasus OTT dana otonomi khusus (Otsus) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kondisi itu, membuat SKPA makin ekstrahati-hati dalam menjalankan program dan kegiatan APBA 2018 yang dipergubkan.
Namun demikian, kata Helvizar, dilihat dari daya serap anggaran yang mencapai 82 persen dari pagu APBA 2018 yang dipergubkan Rp 15,084 triliun, daya serapnya relatif bagus. Hal ini karena Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah bersama SKPA-nya, sudah komit bahwa meski APBA 2018 dipergubkan, tapi harus memberikan hal yang terbaik bagi kesejahteraan rakyat Aceh.
“Kalau daya serap anggaran 2018 tidak bagus dan pengelolaan dananya tidak sesuai dengan aturan keuangan negara dan standar akutansi Indonesia, mana mungkinlah BPK memberikan opini WTP terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Aceh tahun 2018,” pungkas Helvizar.
Tidak dikembalikan
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan (BPKA) Aceh, Bustami Hamzah menyatakan bahwa dana sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) Aceh tahun 2018 sebesar Rp 1,6 triliun itu tidak akan dikembalikan ke pusat. “Tidak benar kalau ada yang menyatakan bahwa dana silpa Aceh harus dikembalikan ke pusat. Saya tegaskan, isu itu tidak benar,” ujar Bustami saat dihubungi Serambi di Banda Aceh kemarin.
Dana silpa daerah yang tidak dikembalikan ke pusat itu, lanjut Bustami, akan digunakan kembali untuk pembiayaan program serta kegiatan prioritas dan srategis daerah pada tahun selanjutnya.
“Dana silpa tahun 2018 sudah dimasukkan ke dalam pembiayaan APBA 2019 yang telah disahkan DPRA pada pertengahan Desember 2018 lalu. Program dan kegiatannya sedang berjalan. Misalnya, dana silpa pembangunan rumah duafa sebanyak 4.000 unit yang belum dilaksanakan tahun lalu, tahun ini dilaksanakan kembali dengan jumlah yang lebih banyak, yakni l5.900 unit,” terang Bustami.
Pengadaan rumahnya, lanjut Bustami, sedang dilakukan pelelangan dengan sistem e-catalog dan diharapkan pada Juli mendatang sudah ada penetapan pemenangnya, sehingga pelaksanaan pembangunan rumahnya sudah bisa dilaksanakan pada bulan depan.
Bustami menjelaskan, pada Pasal 83 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadi surplus atau defisit APBD.
Dalam hal APBD diperkirakan defisit, maka APBD dapat didanai dari penerimaan pembiayaan daerah yang salah satu komponennya adalah sisa lebih perhitungan anggaran daerah (silpa) daerah tahun sebelumnya yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan tentang APBD dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya, pada Pasal 70 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, disebutkan bahwa penerimaan pembiayaan daerah salah satunya bersumber dari silpa, di mana pembiayaan netto merupakan selisih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan. Selanjutnya pembiayaan netto tersebut digunakan untuk menutupi defisit anggaran dalam APBD/APBA.
Dengan demikian, kata Bustami Hamzah, sesuai penjelasan dua peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa silpa yang diperhitungkan setiap tahun anggarannya bukan dikembalikan kepada pemerintah pusat. “Intinya, hanya dilaporkan saja sebagaimana yang telah kita lakukan beberapa waktu lalu dan selanjutnya silpa tersebut dapat digunakan untuk membiayai program pembangunan di daerah setiap tahun anggaran yang penggunaannya disesuaikan dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku,” kata Bustami Hamzah.
Lebih jauh, Bustami menjelaskan, dalam struktur APBD/APBA, silpa adalah hal yang berkait erat dengan masalah pembiayaan. Pembiayaan itu sendiri merupakan penerimaan yang perlu digunakan kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran bekenaan maupun tahun anggaran berikutnya. (her)