SERAMBINEWS.COM - Presiden Donald Trump terbukti memerintahkan serangan udara yang menewaskan jenderal paling kuat Iran, Qasem Soleimani.
Aksi balas dendam pun telah dicanangkan, bahkan akan dibantu sekutu Iran di Timur Tengah.
Mereka mencap Trump sebagai Penjahat Amerika.
Seperti Ditulis The Guardian, Pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei, memerintahkan tiga hari berkabung atas kematian Qasem Soleimani.
Dan ia bersumpah bahwa AS akan menghadapi "balas dendam berat" atas pembunuhan itu.
Komandan Jenderal Angkatan Quds Iran tersebut.
Presiden Iran, Hassan Rouhani, mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Bawa Suleimani adalah martir yang akan membuat Iran lebih tegas untuk melawan ekspansionisme Amerika.
Juga untuk mempertahankan nilai-nilai Islam kita. Tanpa ragu, Iran dan negara-negara pencari kebebasan lainnya di kawasan itu akan membalas dendam. "
"Kemartiran Soleimani .oleh agresor dan penjahat Amerika telah membuat sedih hati bangsa Iran dan semua bangsa di kawasan itu," kata Rouhani lagi dalam sebuah pernyataan yang diposting di situs web pemerintah Iran.
"Tindakan keji dan pengecut ini adalah tanda lain dari keputusasaan dan kelemahan Amerika di wilayah ini," tambah presiden.
Menteri luar negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, mengatakan di Twitter: “Tindakan terorisme internasional AS, menargetkan & membunuh Jenderal Suleimani - pasukan paling efektif melawan Daesh (ISIS), Al Nusrah, Al Qaeda dkk - sangat berbahaya & eskalasi bodoh."
"AS memikul tanggung jawab atas semua konsekuensi dari petualangan jahatnya. ”
Sekutu yang berbasis di Teheran di Lebanon, Hizbullah, juga berjanji akan membalas pembunuhan itu.
Di Irak, Hadi al-Ameri, sekutu Iran dan kepala Organisasi Badr paramiliter, meminta semua faksi Irak untuk mengusir pasukan asing.
Tidak ada pejabat Iran yang merinci jenis pembalasan apa yang sedang direncanakan atau untuk kapan.
Washington dan sekutu regionalnya Israel dan Arab Saudi, yang juga melihat Teheran sebagai musuh bebuyutan, semuanya bersiap menghadapi kemungkinan pembalasan.
World War 3
Kandidat presiden Demokrat AS Joe Biden, mengatakan Trump telah "melempar sebatang dinamit ke lemari besi".
Rekan-rekannya dari Partai Demokrat, Elizabeth Warren dan Bernie Sanders, memperingatkan serangan itu bisa memicu perang baru yang menghancurkan di Timur Tengah.
Para politisi Demokrat memperingatkan, kematian Soleimani bisa membuat AS selangkah lebih dekat terlibat perang dengan Iran.
Bahkan potensi perang itu kemudian memunculkan wacana perang dunia tiga atau world war III. Bahkan hastag #Worldwar3 jadi trending di twitter,
Jenderal Qasem Soleimani tewas bersama pemimpin pasukan paramiliter Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, di Baghdad.
Soleimani dan Muhandis tewas bersama enam orang lainnya, ketika konvoi kendaraan mereka diserang oleh rentetan rudal.
Pentagon mengumumkan, mereka memang menggelar serangan yang membunuh Soleimani "atas arahan" dari Presiden Donald Trump.
"Atas arahan presiden, militer AS menggunakan tindakan penting dengan membunuh Qasem Soleimani, Kepala Pasukan Quds," ujar Pentagon.
Pentagon menyatakan, perwira berpangkat Mayor Jenderal itu secara aktif merencanakan serangan terhadap diplomat maupun militer AS di Timur Tengah.
" Jenderal Soleimani dan Pasukan Quds bertanggung jawab atas kematian ratusan warga AS maupun koalisi, serta ribuan orang yang terluka," jelas Pentagon.
Washington menjelaskan, perwira tinggi berusia 62 tahun itu mendalangi serangan terhadap markas mereka di Irak.
Termasuk, serangan roket yang menewaskan seorang kontraktor sipil AS di wilayah Kirkuk pada Jumat pekan lalu (27/12/2019).
"Amerika Serikat akan terus melanjutkan segala tindakan untuk melindungi warga dan kepentingan kami di mana pun mereka berada," tegas Pentagon.
Sementara Presiden Donald Trump merilis gambar bendera AS dalam kicauannya di Twitter menyusul kematian komandan top Iran itu.
Serangan itu terjadi tiga hari setelah massa yang merupakan pendukung Hashed menyerbut Kedutaan Besar AS di Baghdad.
Aksi protes berujung kerusuhan tersebut terjadi setelah Pentagon menggelar serangan udara yang menewaskan 25 orang anggota Hashed.
Serangan yang terjadi Minggu (29/12/2019) itu disebut Washington merupakan balasan atas serangan roket yang menewaskan kontraktor sipil itu.
Qassem Soleimani atau biasa juga ditulis Qasem atau Ghasem Soleimani lahir di Desa Qanat-e Malek, Provinsi Kerman, Iran.
Dikutip dari Wikipedia.com, Soleimani lahir pada 11 Maret 1957.
Sejak 1998 ia memimpin pasukan Al Quds, unit militer khusus di tubuh Pasukan Pengawal Revolusi Iran.
Pasukan Al Quds memiliki tugas menjalankan operasi-operasi bantuan militer maupun politik di luar wilayah Iran, demi kepetingan negara tersebut.
Qassem merupakan veteran perang Irak-Iran.
Sebagai kepala pasukan ekstrateritorial, Qassem memiliki hubungan sangat dekat dengan milisi Hezbollah di Lebanon.
Begitu juga dengan kelompok Hamas di Jalur Gaza.
Secara politik, Qassem juga memiliki hubungan sangat baik dengan kelompok Kurdi Irak dan Suriah serta kaum Shiah di kedua negara tersebut.
Saat kelompok Kurdi memberontak Saddam Hussein pada tahun 90an, Qassem membantu menyalurkan senjata dan logistik untuk mereka.
Ketika Suriah terjatuh dalam perang saudara, pemberontakan dan meluasnya sepakterjang kelompok ISIS, Iran mengirimkan Qassem Soleimani.
Ia bahu membahu bersama pasukan Bashar Assad, memerangi ISIS dan kelompok-kelompok bersenjata dukungan Saudi, Emirat, Turki, dan negara barat.
Di Irak, kelompok PMU dengan dukungan Qassem bersama pasukan Irak, sukses mengalahkan ISIS yang menguasai Mosul dan sekitarnya bertahun-tahun.
Sebagai anak desa, Qassem kecil tumbuh selayaknya putra petani miskin.
Beranjak muda, ia merantau ke kota Kerman, bekerja sebagai tukang bangunan.
Pada 1975, Qassem bekerja di perusahaan air minum di Kerman.
Di sela-sela istirahatnya, Qassem berusaha ikut latihan beban di tempat gymnasium.
Ia juga sering mendengarkan pengajian dan kotbah Hojjat Kamyab, ulama anak didik Ayatollah Khomeini.
Pada 1979, Qassem bergabung ke Pasukan Pengawal Revolusi Iran, sesaat sesudah Revolusi Iran berhasil menjungkalkan Shah Reza Pahlevi.
Di awal karier militernya, sebagai opsir muda ia ditempatkan di barat laut Iran, dan ikut serta dalam penanganan pemberontakan separatis Kurdi di Provinsi Azerbaijan Barat.
Pada 22 September 1980, ketika Presiden Irak Saddam Hussein menyatakan perang ke Iran, Soleimani terjun memimpin kompi pasukan dari Kerman.
Prestasinya cemerlang karena ia berani dan cermat. Ia berhasil merebut wilayah-wilayah yang diduduki pasukan Irak di Kerman.
Kontribusinya itu membuat ia diganjar penghargaan memimpin Divisi Sarallah 41 saat masih berusia 20-an. Ia ikut dalam sebagian besar operasi di wilayah selatan.
Sesudah perang Irak-Iran berakhir pada 1988, Qassem menapaki karier penting di IRGC, hingga ia dipercaya mengepalai Pasukan Quds.
Qassem sempat diyakini akan memimpin IRGC, meneruskan kepemimpinan Jenderal Yahya Rahim Safavi pada 2007.
Ternyata hingga kematiannya, ia masih berada di pos Pasukan Quds.
Qassem Soleimani digambarkan merupakan perwira yang paling berpengaruh di Timur Tengah untuk saat ini.
Ia ahli strategi dan taktik militer terkait usaha Iran memerangi pengaruh barat dan memperluas pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah.
Di Irak, sebagai komandan Pasukan Quds, dia diyakini telah mempengaruhi organisasi di pemerintahan Irak, terutama mendukung Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki.
• Tenaga Honorer RSUD dr Fauziah Bireuen Audiensi dengan Eksekutif dan Legislatif, Ini Tuntutannya
• Ini Jumlah THL yang Dipecat di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh
• Kisah 2 Anak Yatim, Bekerja Jualan Bakpao Diupah Rp 20 Ribu Sehari, Ayah Meninggal Tertabrak Kereta
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul 3 Hari Berkabung atas Kematian Jendral Qassem, Iran Siap Balas Dendam, Hastag #Worldwar3 Trending
Penulis: Wito Karyono