OLEH AMIRUDDIN (Abu Teuming), Penyuluh Agama pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Direktur lembaga Keluarga Sakinah Mawaddah dan Rahmah (K-Samara), dan Anggota FAMe, melaporkan dari Banda Aceh
SELASA, 3 Maret 2020, ratusan pria berkemeja putih, celana hitam, dilengkapi sepatu hitam, datang memadati Asrama Haji Embarkasi Aceh, di kawasan Lampineung, Kota Banda Aceh.
Pria-pria muda itu datang dari kampung bukan untuk masuk karantina sebelum berangkat haji. Lagi pula ini bukan bulan haji (Zulhijah), justru bulan Rajab, siklus yang dikenal sebagai bulan apam. Pada bulan itu mayoritas warga Aceh mengadakan kenduri apam atau minimal memasak apam untuk keluarganya.
Tak heran jika Aceh menghelat Kenduri Kebangsaan pekan lalu di Bireuen, sebab berbagai macam kenduri ada di Tanah Rencong ini. Mulai dari bayi lahir hingga orang meninggal, semua dilalui dengan kenduri, jika mau dan mampu menunaikannya.
Hari ini, orang-orang berbaju putih itu bukan untuk memenuhi undangan kenduri apam, melainkan kenduri calon pegawai negeri sipil (CPNS). Mereka mengikuti tes karena ada lowongan kerja yang mereka sebut sebagai CPNS di lingkungan Kemenag RI.
Kebetulan saya juga ikut tes ini. Jadwal saya pukul 12.30 WIB, berarti masuk sesi II, kelompok B. Pemisahan sesi dan kelompok A atau B dilakukan untuk memudahkan panitia dalam mengawasi serta mengatur peserta tes CPNS.
Sudah lumrah diketahui, sebelum waktu tes dimulai, peserta harus hadir dua jam sebelumnya. Artinya, peserta tes harus berada di ruang tunggu selama dua jam atau kurang dari dua jam, agar bisa mengikuti tahap-tahap sebelum masuk ke ruang ujian. Misalnya, tahap mencari daftar nama, nomor ujian, dan pembagian kelompok. Tahap ini sangat penting sebagai langkah awal pengarahan setiap peserta CPNS. Dilanjutkan dengan tahap penitipan barang pada panitia.
Pada tahap penitipan barang, peserta tak boleh membawa masuk benda apa pun, kecuali kartu tanda penduduk (KTP) dan nomor ujian. Cincin, jam, tali pinggang, azimat, kunci kendaraan, dan sejenisnya harus dititipkan. Bahkan dompet dan handphone (hp) harus disimpan di luar ruangan.
Yang paling terasa adalah tiada gawai bersama peserta, meskipun tiada niat untuk berbuat curang. Biasanya gawai selalu menemani ke mana pun pergi dan dalam kondisi apa pun.
Tentu ini suasana yang membosankan, apalagi menunggu pukul 12.30 teng sambil mendengar arahan dari panitia yang terkadang informasinya tak terlalu penting diketahui peserta.
Saat berada di ruang tunggu, lebih dari 50 menit saya duduk tanpa melakukan apa pun kecuali senyum-senyum pada orang di samping. Di tangan hanya ada nomor ujian dan KTP. Tidak bisa bawa pulpen dan selembar kertas pun.
Saya berpikir, andai ada sepotong pensil dan secarik kertas, saya ingin menulis apa saja, yang intinya jangan cuma duduk, diam, dan dengar. Apalagi ruang tunggu terbilang panas dan pengap.
Beranjak dari ruang tunggu, kami menuju ke ruang tes, tempat tersedianya 550 unit laptop. Sebelum masuk ruangan tes yang ketat pemeriksaannya, kami harus berdiri berderet dengan durasi agak lama (20 menit). Tujuan berdiri untuk antrean pemeriksaan, lalu masuk ke ruang.
Setelah hampir 20 menit antre sambil berbaris, saya masuk ruangan tes, tanpa membawa masuk apa pun selain nomor ujian dan KTP.
Di dalam, kami diarahkan ke lokasi yang ada laptop. Ruangan tes terbilang nyaman, air conditioner (AC) dan pendingin ruangan beroperasi maksimal, hingga kami tidak merasakan panas dan kekurangan oksigen.
Di dalam ruangan tes kami harus menanti 30 menit, baru ujian dimulai, dengan mamasukkan pin yang diberikan oleh panitia sekitar 20 detik sebelum ujian berlangsung. Selama 30 menit di ruangan tentu membosankan karena tanpa aktivitas, apalagi menunggu tiba waktu ujian. Juga tak boleh berisik di dalam ruangan dan tak boleh banyak ngobrol dengan kawan di sebelah.
Beruntung, di atas meja telah disediakan pulpen dan selembar kertas. Saya merasa, harus memanfaatkan waktu 30 menit ini untuk mencatat hal-hal penting. Tapi bukan hal yang menyangkut jawaban Tes Kompetensi Dasar (TKD), melainkan mencatat kondisi dan fenomena sebelum tes CPNS berlangsung.
Saya manfaatkan waktu luang untuk menulis, dengan harapan selesai satu artikel selama 30 menit. Info-info penting dan unik dari panitia saya catat dalam bentuk paragraf. Misalnya, panitia menyebut indikator tenang ketika ujian hanya dua: batuk dan suara mouse (tetikus). Tidak mungkin menjawab soal ujian di komputer tanpa suara mouse saat mengeklik. Demikian pula batuk, jarang orang mampu menahan batuk. Jadi, jika ada suara selain batuk dan mouse, maka suasana ujian tergolong tidak tenang dan tidak nyaman.
Sambil menunggu tiba waktu ujian, saya terus menulis di kertas, bahkan sudah penuh tulisan pada kertas yang tersedia. Orang-orang di samping saya merasa heran, melihat kertas penuh coretan/tulisan, padahal ujian belum mulai. Sedangkan kertas hanya disiapkan untuk menjawab soal-soal matematika dan soal logika bergambar.
Sambil menulis, saya perhatikan ke semua sudut ruangan. Gorden hijau menghiasi dinding, warna khas Kementerian Agama. Plafon gedung bermotif menarik. Dan meja tempat 550 unit laptop diletakkan, seperti sengaja disusun khusus untu tes CAT.
Saya memperhatikan secara saksama panitia tes, dalam ruangan hanya ada panitia berseragam Badan Kepegawaian Nasional Republik Indonesia (BKN RI), tidak ada pegawai Kemenag, meskipun yang ikut tes CPNS Kemenag Provinsi Aceh.
Seorang panitia perempuan tanpa jilbab amat antusias melakukan pengawasan. Saya berpikir, kalau muslimah tak mungkin ia membuka aurat, sebab mereka tahu Aceh ini negeri syariat. Mungkin dia panitia nonmuslim yang khusus dikirim dari BKN RI.
Sebelum ujian dimulai, peserta sudah penuh dalam ruangan. Saya membatin: Andai disiplinnya umat Islam menjaga waktu shalat seperti disiplin ikut CPNS, misalnya hadir ke masjid satu jam sebelum azan, tentu Allah amat sayang dan selalu memberikan kebahagian bagi hamba-Nya. Termasuk tidak membawa gawai ke masjid yang dikhawatirkan mengganggu kekhusyukan ibadah, tentu nilai ibadah lebih sempurna.
Tercatat pula, seandainya saya tak lulus atau tida dapat jabatan PNS setelah tes CPNS ini, minimal saya dapatkan satu artikel, selama waktu dua jam berada di lokasi ujian sebelum ujian dimulai. Saya mencatat juga, semoga semua yang ikut tes lulus ujian, jika tidak lulus maka percayalah Allah punya sejuta cara untuk memberikan rezeki bagi hamba-Nya.
Ketika pukul 13.30 WIB tiba, saya sudah selesaikan satu artikel, lebih kurang 800 kata. Kertas bertulis tangan ini rencananya akan saya bawa pulang agar nanti bisa diketik di laptop.
Sayangnya, saat waktu ujian habis, kertas yang tertulis artikel tadi diminta oleh petugas untuk dibuang di tong sampah yang disediakan. Dua petugas meminta saya untuk membuang benda itu, apa pun isi yang tertulis di kertas. Saya sempat berbisik pada panitia bahwa di kertas ini penuh dengan tulisan, atau konsep artikel yang saya catat selama masa tunggu ujian. Namun, panitia tak mau terima alasan saya. Bahkan ia berkata dengan bibir tersenyum: Tidak boleh memasukkan apa pun ke ruang tes, begitu juga tidak boleh mengeluarkan apa pun dari ruang tes. Akhirnya, saya penuhi permintaan panitia. Namun, saya merasa, membuang sesuatu yang telah saya hasilkan.
Saat sampai di rumah, saya langsung mengingat ulang apa yang telah saya tulis di kertas tadi dan mengetik di laptop hingga tuntas.