Feature

Kisah Kamariah Penjaga Makam Putroe Neng yang Tujuh Tahun tak Bergaji (3-Habis)

Penulis: Saiful Bahri
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kamariah, penjaga makam Putroe Neng di Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe.

Laporan Saiful Bahri I Lhokseumawe

SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Nek Kamariah adalah sosok lain di balik legenda Putroe Neng banyak diketahui masyarakat terkait cerita 99 suaminya yang meninggal di malam pertama.

Memang sejauh ini tidak ada literasi sejarah yang pasti bagaimana kisah perempuan yang memiliki nama asli Laksamana Nian Nio Lian Khi, selaku komandan perang dari China Budha pada akhir abad ke 11 dan awal abad ke 12 Masehi itu.

Namun saja, ada bukti sejarah tentang sosok Putroe Neng, yakni berupa makam yang terletak di pinggir Jalan Medan-Banda Aceh, tepatnya di Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe.

Makam tersebut sudah dijaga keluarga Almarhum Cut Hasan sejak puluhan tahun lalu.

Dulunya, penjaganya selalu mendapatkan gaji dari pemerintah atas tugasnya menjaga makam bersejarah tersebut.

Namun dalam tujuh tahun terakhir, tidak ada perhatian lagi dari pemerintah.

Kamariah (80) istri dari almarhum Cut Hasan, menceritakan, dulunya, tiap bulan mereka selalu dapat gaji untuk menjaga makam.

"Tahun-tahun pertama, sempat kami hanya digaji 150 ribu rupiah per bulannya. Walaupun sekitar 10 tahun terakhir naik menjadi satu juta per bulan," katanya.

Ini Rahasia Suami Ke-100 Putroe Neng yang Berhasil Selamat saat Malam Pertama (2)

Kisah Putroe Neng, Wanita Jelita dengan 99 Suami Meregang Nyawa saat Malam Pertama (1)

Hasil Swab Ketiga, Seorang Wanita Asal Lhokseumawe Kembali Positif Covid-19

Gaji itu, katanya, dibayar melalui Dinas Pariwisata Provinsi Aceh.

Dibayar satu tahun sekali melalui rekening Bank Rakyat Indonesia (BRI).

"Tapi sudah tujuh tahun, kami tidak lagi menerima gaji lagi," ujarnya.

Memang diakuinya, terkait gaji tersebut, pihaknya sempat mempertanyakan ke provinsi.

Makam Putroe Neng di Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe. (SERAMBINEWS/SAIFUL BAHRI)

"Saat di provinsi, dikatakan ke Pemerintah Kota Lhokseumawe. Saat kita ke Lhokseumawe, dikatakan urusan provinsi. Sehingga sampai kini belum ada kejelasan," kata Kamariah didampingi sejumlah keluarganya.

Namun begitu, Kamariah berama keluarganya tetap menjaga makam.

Membersihkannya secara rutin. Bila ada warga yang datang ingin ke makam, tetap ditemani.

Artinya, meskipun sudah tujuh tahun tak ada perhatian pemerintah, Kamariah bersama keluarganya tetap menjalankan tugas untuk menjaga makam tersebut.

Seperti diketahui dalam sebuah sipnosis Putro Neng yang memiliki nama asli (sebelum masuk Islam) adalah Laksamana Nian Nio Lian Khi merupakan komandan perang dari China Budha pada akhir abad ke 11 dan awal abad ke 12 Masehi.

Beliau seorang perempuan yang telah dikalahkan oleh pasukan Meurah Johan seorang ulama yang berasal dari kerajaan Peureulak.

Dimana saat itu, Pasukan Meurah Johan berada di daerah Maprai (daerah Sibreh sekarang). Setelah dikalahkan oleh Meurah Johan, Jenderal Nian Nio Lian Khi masuk Islam dan digelar dengan nama Putroe Neng.

Kekalahan dalam peperangan dengan Pasukan Meurah Johan telah mengubah sejarah hidup Putroe Neng.

Dari seorang maharani yang ingin menyatukan sejumlah kerajaan di Pulau Ruja, ia malah menjadi permaisuri dalam sebuah pernikahan politis.

Pendiri Kerajaan Darud Donya Aceh Darussalam, Sultan Meurah Johan, menjadi suami pertama Putroe Neng yang kemudian juga menjadi lelaki pertama yang meninggal di malam pertama.

Tubuh Sultan Meurah Johan ditemukan membiru setelah melewati malam pertama yang selesai dalam waktu begitu cepat.

Putroe Neng ()

Menikahi Putroe Neng yang cantik jelita merupakan sebuah kebanggaan bagi banyak lelaki bangsawan.

Namun malam pertama selalu menjadi malam terakhir bagi 99 lelaki yang menjadi suami Putroe Neng.

Suami terakhir Putroe Neng adalah Syekh Syiah Hudam yang selamat melewati malam pertama dan malam-malam berikutnya.

Ia adalah suami ke-100 dari perempuan cantik bermata sipit tersebut.

Syiah Hudam berhasil mengeluarkan bisa (racun) dari tubuh Putroe Neng.

Racun tersebut dimasukkan ke dalam bambu dan dipotong menjadi dua bagian. Satu bagian dibuang ke laut, dan bagian lainnya dibuang ke gunung.

Konon, Syiah Hudam memiliki mantra penawar racun, sehingga ia bisa selamat. Setelah racun tersebut keluar, cahaya kecantikan Putroe Neng meredup.

Sampai meninggal dia tidak mempunyai keturunan.

Sedangkan kapan pasti meninggal dan bagaimana sejarahnya sampai makamnya terdapat di Desa Blang Pulo, Lhokseumawe, belum diketahui.

Sementara itu, menurut beberapa budayawan dan juga ulama Aceh, kisah kematian 99 suami hanya legenda meski nama Putroe Neng memang ada.

Menurut mereka, kematian itu adalah hanya tamsilan bahwa Putroe Neng sudah membunuh 99 lelaki dalam peperangan di Aceh.

Jadi sampai berita ini dirangkum, Serambinews.com belum mendapatkan leterasi yang pasti rentang kisah Putroe Neng.(*)

Berita Terkini