Kajian Islam

Shalat Fardhu Sudah Ditunai dalam Pesawat, Apa Perlu Diqadha Lagi Setelah Turun? Ini Kata Buya Yahya

Penulis: Yeni Hardika
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Buya Yahya

Bagaimana pun kondisi dan situasinya, shalat fardhu tetap wajib dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan.

SERAMBINEWS.COM - Shalat fardhu merupakan kewajiban yang harus dikerjakan oleh umat muslim.

Bagaimana pun kondisi dan situasinya, shalat fardhu tetap wajib dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan.

Sebagaimana dalam ketentuan Islam, ada keringanan yang diberikan dalam melaksanakan ibadah jika berada dalam kondisi atau sebab tertentu.

Demikian pula bagi orang yang menempuh perjalanan, salah satu keringanan bagi mereka yaitu dapat menjamak shalat dua waktu dalam satu waktu.

Seperti kondisi lainnya saat orang yang sedang menempuh perjalanan menggunakan pesawat.

Ada sebagian orang yang tetap mengerjakan shalat tepat waktu di dalam pesawat.

Menteri Agama Fachrul Razi Sebut Masjid Istiqlal Tidak Gelar Shalat Idul Adha

Mereka biasanya bertayamum untuk menyucikan diri dan melaksanakan shalat dengan posisi duduk di kursinya.

Kondisi ini mungkin membuat sebagian orang masih bertanya-tanya atau bahkan belum mengetahui, apakah perlu mengqadha kembali shalat yang telah dilaksanakan di dalam pesawat setelah turun di bandara?

Sekalipun beberapa maskapai penerbangan sudah ada yang menyediakan tempat shalat khusus menghadap kiblat bagi muslim untuk menunaikan ibadah fardhu itu.

Berikut penjelasan Buya Yahya dalam sebuah tayangan video yang diunggah kanal YouTube Al-Bahjah Tv dengan judul ‘Sholat Dipesawat, Perlukah Mengkhodonya? Buya Yahya Menjawab’.

">

Seperti disampaikan oleh Buya Yahya, shalat adalah salah satu amalan yang tidak boleh ditinggalkan oleh siapa pun.

Ini Bacaan Niat dan Tata Cara Shalat Idul Adha, Pelajari Jelang Hari Raya Kurban

Bagaimana pun sakit yang dideritanya, selagi akal masih ada, maka tetap wajib melaksanakan shalat.

Jika ia tidak mampu berdiri, boleh dikerjakan dengan duduk, berbaring, telentang, sampai terakhir menjalankan shalat dengan hati.

“Selagi akal masih ada, wajib dia melakukan shalat, tidak bisa berdiri dengan duduk, ga bisa duduk dengan baring, ga bisa baring dengan terlentang. Sampai terakhir menjalankan shalat dengan hatinya,”

“Kalau sudah ga bisa, dishalati,” ujar Buya.

Dalam keadaan apapun, baik di perahu, di pesawat atau dimana saja.

Baik itu di tempat yang enak atau ditempat tidak enak, seperti disampaikan oleh Buya umat muslim tetap harus melaksanakan shalat.

Tentunya, shalat itu dikerjakan semampunya, namun tetap memiliki rambu-rambu dalam pelaksanaannya.

“Kaidahnya sederhana, ditulis, ‘semua shalat yang tidak terpenuhi syarat-syarat sahnya shalat tanpa udzur, shalatnya tidak sah, satu” kata Buya.

“Anda itu bisa wudhu tau-taunya shalat ga pake wudhu ga sah, aneh,” lanjut Buya.

Buya kemudian melanjutkan poin kedua dari penjelasannya tersebut.

Shalat Istikharah untuk Menentukan Pilihan, Berikut Tata Cara dan Bacaannya

“Yang kedua, semua shalat yang tidak terpenuhi syaratnya karena udzur, shalatnya sah, shalatnya sah. Akan tetapi wajib diulang, kecuali masalah menutup aurat,” terang Buya.

Buya Yahya kemudian memberi contoh seperti dalam mazhab Syafi’i, orang yang hendak berwudhu tapi tidak ada air, maka orang itu bisa bertayamum.

Tapi jika orang itu berada di suatu tempat yang tidak juga terdapat debu, maka ia tetap melakukan shalat untuk menghormati waktu.

“Shalatnya sah, biarpun tidak memenuhi syarat, tapi karena ada uzur,”

“Cuma shalat anda nanti kalau sudah di tempat yang normal, Anda wajib mengulangnya, tapi Anda tidak dosa” jelas Buya.

Buya Yahya kemudian memberi contoh lain khususnya bagi wanita yang mungkin kondisi bajunya terkena najis.

Sementara syarat sahnya shalat adalah suci dari najis baik di badan, tempat maupun pakaian.

Simak, Tata Cara Shalat Idul Adha & Panduan MUI saat Pandemi Covid-19, Lengkap Ketentuan & Hukumnya

Tapi karena kondisi wanita itu berada di tempat umum dan waktu shalat akan segera habis.

Sementara ia tidak mungkin melepas bajunya yang terkena najis di tempat tersebut.

Maka baginya tetap mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat.

“Bajunya terkena najis, ga mungkin dilepas. Kalimat ga mungkin dipahami dulu. Kalau masih bisa dilepas dan diganti lain cerita,”

“Ga mungkin diganti, bajunya najis. Maka anda tetep melakukan shalat, wudhunya yang bener.

Kemudian kurangnya syarat sah shalat yaitu bajumu tidak suci, maka shalatmu sah karena anda ada udzur, yaitu tidak bisa ganti baju,” kata Buya.

Seperti kaidahnya, bagi si wanita tersebut tetap waji diulang shalatnya karena tidak terpenuhi syarat.

Lain halnya dengan menutup aurat yang merupakan salah satu syarat melaksanakan shalat baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Apabila syarat menutup aurat ini tidak dapat terpenuhi dengan sebab uzur,  misalnya berada di suatu daerah tidak ada pakaian, plastik, daun atau apapun yang dapat menutupi aurat tubuh.

Shalat seperti kata Buya Yahya tetap dilaksanakan seadanya dengan memenuhi syarat lainnya.

Adapun shalat yang dikerjakan itu tetap sah dan tidak perlu diganti dengan sebab uzur.

Lewat penjelasan itu, Buya kemudian menjelaskan mengenai pengerjaan shalat di dalam pesawat.

“Baik kembali kepada shalat di atas pesawat. Asalkan terpenuhi syarat-syaratnya, anda wudhu dengan benar. Kalau ternyata di atas pesawat tidak ada air anda tayamum dengan benar,"

“Dalam madzhab syafi’i tayamum harus dengan debu, bukan pake jok pesawat,” jelas Buya.

Lebih lanjut, disampaikan oleh Buya Yahya jika bertayamum menggunakan jok pesawat harus menggunakan mazhab lain, yakni Imam Maliki dan Abu Hanifah.

Lalu Buya memberi gambaran jika seandainya shalat yang dikerjakan di dalam pesawat itu memenuhi syarat-syaratnya.

“Anggap saja anda sudah berwudhu, dikasih tau sama pramugari kiblatnya sana, lalu anda menjalankan shalatnya benar di atas pesawat ngadep kiblat menutup aurat pakai wudhu,” kata Buya.

Jika syarat itu sudah dipenuhi, kata Buya, maka shalatnya sah dan tidak perlu mengulang.

“Selesai semua syarat-syaratnya terpenuhi, maka anda turut. Waktunya pun tepat, sudah dikira-kira.

Sekarang perkiraan masuk waktu Zuhur, ada dhonnya. Ada perkiraan ada dugaan, maka shalat anda sah dan tidak perlu mengulang,” lanjutnya.

Buya kemudian menambahkan, sekalipun sedang berada di dalam pesawat, shalat harus tetap dikerjakan semampunya.

Jika seandainya kondisi semampunya ini membuat syarat shalat tidak sempurna, ujar Buya, maka kembali ke kaidah di atas.

Yaitu kaidah kedua dimana shalat yang dikerjakan tidak memenuhi syarat dengan sebab uzur tetap sah, namun wajib diulang. (Serambinews.com/Yeni Hardika)

Berita Terkini