Besok Gugatan Asrizal Mulai Disidang, Terkait Kontrak Kerja Pertamina Soal Migas di Aceh 

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akan menggelar sidang perdana gugatan anggota DPR Aceh, Asrizal H Asnawi (kiri) terhadap Presiden RI, Jokowi. Sidang pertama tersebut digelar di ruangan Purwoto Ganda Subrata PN Jakarta Pusat pada Rabu 16 Juni 2021 pukul 10.00 WIB sebagaimana dimuat dilaman SIPP PN Jakarta Pusat

BANDA ACEH - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akan menggelar sidang perdana gugatan anggota DPR Aceh, Asrizal H Asnawi terkait pengelolaan minyak dan gas (migas) di wilayah Aceh. Sidang pertama tersebut digelar di ruangan Purwoto Ganda Subrata PN Jakarta Pusat pada Rabu 16 Juni 2021 pukul 10.00 WIB sebagaimana dimuat di laman SIPP PN Jakarta Pusat.

"Iya benar sidang pertama pada hari Rabu, 16 Juni 2021," kata Kuasa Hukum Penggugat, Safaruddin SH di Banda Aceh, Senin (14/6/2021).

Sebelumnya diberitakan, anggota DPR Aceh dari Fraksi PAN, Asrizal H Asnawi menggugat Presiden RI cq Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke PN Jakarta Pusat, Rabu 25 Mei 2021.

Selain Menteri ESDM sebagai Tergugat I, Asrizal juga menggugat Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku Tergugat II.

Tak hanya itu, ia juga menggugat PT Pertamina (Persero) selaku Tergugat III dan Kepala Badan Pengelola Minyak dan Gas Aceh (BPMA) selaku Tergugat IV.

Gugatan ini diajukan oleh Asrizal melalui kuasa hukumnya, Safaruddin SH dari Kantor Advokat Law Firm Safar and Partners secara online. Gugatan ini sebagai bentuk protes terhadap para tergugat yang belum mengalihkan kontrak kerja PT Pertamina ke BPMA. Selama ini Pertamina terikat kontrak kerja dengan SKK Migas.

Padahal, pengalihan kontrak kerja dari SKK Migas ke BPMA sudah dilakukan oleh PT Pertamina sejak lahirnya PP 23 tahun 2015 tentang pengelolaan bersama sumber daya minyak dan gas bumi di Aceh.

Tapi hingga saat ini proses pengalihan itu belum terjadi. Sementara Pertamina saat ini mengelola blok migas yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Timur.

Yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 1 dengan luas wilayah lebih kurang 4.392 Km persegi,  NAD -2 seluas 1.865 Km persegi, East Aceh seluas 76,93 Km persegi, dan Perlak sekitar 10 Km persegi.

"Tapi sejak terbentuk Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh, kontrak kerja sama Pertamina belum dialihkan ke BPMA," ujar Safaruddin.

Akibat tidak terjadinya alih kelola tersebut, sambung Safaruddin, Aceh telah kehilangan pendapatannya dari migas Wilayah Kerja  (WK) Migas dimaksud yang menurut estimasi penggugat sebesar Rp 2,6 triliun.

Karena itu, Asrizal melalui kuasa hukumnya, Safaruddin memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyidangkan perkara ini dan mengabulkan gugatan ini.

Dalam gugatannya, penggugat juga memohon kepada majelis hakim agar memerintahkan Tergugat III membayar kepada Pemerintah Provinsi Aceh sejumlah Rp 2.667.913.290.000 sebagai kompensasi akumulasi hasil dari Blok Migas yang dikelola oleh Tergugat III di Provinsi Aceh.

Sementara Komisi Pengawas (Komwas) BPMA, Islamuddin berharap persoalan ini bisa diselesaikan dalam sidang mediasi, karena yang diminta oleh Asrizal hanya agar semua pihak menjalankan PP 23 tahun 2015.

Menurut Islamuddin, BPMA sejak dibentuk dengan PP 23 tahun 2015 sudah dua kali menyurati KemenESDM menyampaikan perintah dari PP tersebut. Namun sampai saat ini belum dilaksanakan oleh SKK Migas.

Kendati demikian, sambungnya, BPMA terus mendorong pihak terkait yaitu SKK Migas dan Pertamina, agar dalam pengelolaan migas di Aceh tidak keluar dari peraturan perundang-undangan.

Seorang tokoh Aceh yang juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) RI era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, H Azwar Abubakar turut mengomentari gugatan yang diajukan Asrizal H Asnawi.

Ia mengatakan mendukung upaya yang sedang ditempuh Asrizal sebagai orang Aceh. "Menurut saya, gugatan itu lebih kepada memberitahu Presiden bahwa ada PP tidak jalan di bawah," ungkap Azwar saat ditemui di kediamannya di Banda Aceh.

Azwar menjelaskan, gugatan itu dilakukan Asrizal karena ada aturan yang tidak diindahkan oleh SKK Migas dan Pertamina agar kontrak kerjanya dialihkan ke BPMA setelah lahirnya PP 23 tahun 2015. 

"Karena Pertamina belum mengindahkan itu, maka dapat dimengerti kenapa Asrizal menggugat Kementerian ESDM. BPMA perlu juga menyampaikan kepada masyarakat Aceh melalui DPRA agar persoalan ini diketahui semuanya," katanya.

Azwar juga berharap dalam persoalan ini Pemerintah Aceh  dan DPRA ikut berjuang dengan menjumpai menteri, sehingga masalah ini bisa cepat selesai. "Sebagaimana mereka berjuang untuk ambil alih Blok B (dari PT Pertamina Hulu Energi NSB)," ujarnya.

Sebab, sambung Gubernur Aceh tahun 2004-2005 itu atau era tsunami, PP 23 tahun 2015 tersebut lahir dari hasil perjuangan politik masyarakat Aceh. "Masalah pengalihan itu tidak hanya bicara pendapatan, tapi juga kesepakatan politik yang tertuang dalam UUPA," demikian Azwar.(mas)

Berita Terkini