Wawancara Khusus

Masih Ada Peluang Dana Otsus Diperpanjang

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DAHLAN JAMALUDDIN, Ketua DPRA

DPRA melalui Badan Anggaran (Banggar) saat ini sedang membahas Rancangan Qanun (Raqan) Pertanggungjawaban APBA 2020 bersama Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan Satuan Perangkat Kerja Aceh (SKPA).

Menurut Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin, dalam pembahasan itu, Banggar menemukan berbagai persoalan terkait pengelolaan anggaran oleh setiap dinas, terutama yang bersumber dari dana otonomi khusus (otsus).

Akibatnya, dana otsus yang selama ini diterima Aceh dari Pemerintah Pusat ternyata belum bisa menekan angka kemiskinan dan pengangguran secara signifikan.

Di sisi lain, kran dana otsus Aceh akan mengecil mulai tahun 2023 yaitu 1 persen dari dana alokasi umum (DAU) dan akan berakhir total pada tahun 2027 nanti.

“Karena itu, Aceh harus melobi Pemerintah Pusat agar memperpanjang dana otsus Aceh,” ujar Dahlan dalam wawancara khusus dengan wartawan Serambi, Masrizal bin Zairi, di ruang kerjanya, Rabu (4/8/2021).

Berikut petikan lengkap wawancara tersebut:

Bagaimana pendapat Anda tentang pembangunan Aceh selama ini?

Dalam proses pembangunan, eksekutif dan legislatif mestinya saling menghargai, tidak saling menegasikan dalam bekerja untuk kepentingan rakyat.

DPRA juga memiliki tupoksi dalam konteks legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Sejatinya eksekutif menghargai tugas dan fungsi tersebut dalam rangka memastikan semua rencana, kebijakan, dan program pembangunan berjalan sesuai dengan RPJMA.

Sebab, DPRA juga berkewajiban untuk memastikan agar kerangka pembangunan yang sudah disepakati bersama dapat berjalan.

Yang terjadi akhir-akhir ini, RAPBA tahun 2020 disahkan dan ditetapkan menjadi qanun APBA pada September 2019.

Sangat cepat dan itu merupakan yang pertama dalam sejarah penyelenggaraan Pemerintahan Aceh setelah perjanjian damai.

Namun, dalam proses itu anggota DPRA periode 2019-2024 tidak dilibatkan.

Dalam perjalanannya, pada awal tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19.

Sehingga ada regulasi dan kebijakan baru dari Pemerintah Pusat terkait pencegahan dan percepatan penanganan Covid-19.

DPRA sesuai dengan kewenangannya memastikam penyesuaian anggaran untuk penanganan Covid-19 berjalan sesuai regulasi.

Di awal pandemi, kita mengundang Gubernur, TAPA, dan  SKPA untuk mendiskusikan kebijakan refocusing anggaran.

Kita juga menawarkan berbagai alternatif kebijakan dengan harapan bisa dilaksanakan oleh eksekutif.

Pertemuan itu memang terjadi, tapi kita tidak mendapatkan sambutan apa-apa. Sebab, SKPA hanya hadir, duduk, dan dengar.

Padahal, kita ingin memastikan ada pengurangan pendapatan dari DAU dan DAK atau ada kebijakan penyesuaian anggaran dalam APBA 2020. Kita ingin memastikan program mana yang dirasionalkan.

Sayangnya, diskusi itu tidak mendapatkan konklusi apapun.

Penyebabnya?

Karena eksekutif merasa bahwa secara regulasi mereka dimungkinkan melakukan sendiri rasionalisasi atau penyesuaian APBA 2020 tanpa harus melibatkan DPRA. Padahal, secara politik  tak salahnya DPRA dilibatkan.

Pada saat itu, eksekutif secara sepihak mengubah Pergub penjabaran APBA sampai empat kali dalam rangka penyesuaian APBA 2020 untuk penanganan Covid-19.

Hasil akhir yang kita dapat adalah terjadi sisa anggaran tahun 2020 sebesar 3,8 triliun rupiah.

Secara umum kita lihat penyesuaian APBA 2020 tidak berbasis pada kebutuhan masyarakat dalam rangka penanganan Covid-19.

Sudah sebulan lebih Raqan Pertanggungjawaban APBA tahun 2020 dibahas. Pada hari-hari terakhir ini kita dapatkan dari semua SKPA ternyata penggunaan anggaran tidak sensitif dengan penanganan Covid-19.

Apakah ada masalah dalam pembahasan raqan pertanggungjawaban APBA 2020?

Yang pasti, kita sudah melihat ada banyak problem dalam pelaksanaan APBA 2020. Pembahasan itu masih berlangsung dan dalam minggu ini kita pastikan bisa selesai.

Kita juga melihat ada pelanggaran penggunaan dana otsus karena tidak sesuai dengan UUPA dan qanun.

Apanya yang melanggar?

Menurut regulasi, dana otsus itu digunakan untuk lima hal yaitu pendidkan, kesehatan, infrastruktur, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan pengurangan angka kemiskinan.

Namun yang kita dapatkan banyak sekali dana otsus digunakan untuk belanja rutin pemerintah. Seperti untuk pengadaan kenderaan bermotor, pemeliharaan kantor dan perlengkapan kantor, honorarium, dan SPPD.

Kita juga menemukan bahwa rasionalisasi anggaran itu digunakan untuk kebutuhan dinas sendiri, bukan untuk memberi perlindungan kepada masyarakat. Anggarannya antara lain digunakan untuk pembelian handsanitizer dan masker, serta pembuatan tempat cuci tangan di SKPA.

Padahal, dalam SKB dua menteri, anggaran yang dirasionalkan itu juga bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, serta memperbanyak kegiatan padat karya dan swakelola dalam menjaga daya beli masyarakat. Tapi, itu tidak terjadi.

Apakah ini termasuk dalam temuan BPK?

BPK juga mendapat temuan yang sama. Kalau tidak salah kalimatnya, BPK bahkan lebih tegas menyampaikan bahwa Pemerintah Aceh tidak memiliki rencana aksi dan rencana operasi terkait penanganan pandemi Covid-19.

Apa masalahnya sehingga komunikasi eksekutif dan legislatif tidak pernah sinkron?

Seharusnya memang tak boleh seperti itu. Tapi, ini jangan dimaknai sebagai bentuk ketidaksukaan DPRA terhadap eksekutif atau sebaliknya eksekutif dengan arogansinya. Saya kira, yang menjadi problem kita di Aceh adalah tidak saling menghargai, dan bagaimana kita bisa bersama-sama menjawab problem rakyat kita.

Ada anggapan, DPRA diam ketika dapat pokir dan galak saat tak ada pokir, apa pendapatn Anda?

Nggak juga demikian. Sebenarnya publik juga punya hak untuk menilai. Saya ingin luruskan bahwa pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRA itu legal dan sesuai regulasi. Menurut aturan, legislatif dalam setahun tiga kali melaksanakan reses untuk menginput kebutuhan masyarakat.

Untuk anggota DPRA periode 2019-2024, sejak kita dilantik sampai tahun 2020 setiap dokumen yang dihasilkan dari reses kita kolek menjadi dokumen usulan masyarakat dan dibawa ke paripurna untuk kita sampaikan ke Gubernur.

Semua hasil reses itu lah yang dibawa ke musrenbang. Jadi, saya kira tidak pas kalau dikatakan DPRA akan galak jika pokirnya tidak tertampung.

Dana otsus akan berakhir, apa langkah yang sudah diambil oleh Pemerintah Aceh?

Itu yang menjadi kekhawatiran kita. Kalau kita buka dokumen APBA, pendapatan didominasi oleh transfer pusat. Hanya 16 sampai 18 persen yang menjadi PAA (Pendapatan Asli Aceh), itupun dari pajak kendaraan bermotor dan biaya balik lama.

Sesekali dari sektor lain seperti retribusi. Jika kita nominalkan PAA itu hanya sekitar 2 atau 2,5 triliun rupiah, Sedangkan sisanya sekitar 85 persen itu transfer pusat, baik dari DAU-DAK, dana otsus yang paling besar, dan dana bagi hasil migas.

Pada tahun 2023, dana otsus tinggal 1 persen dari DAU nasional dan akan berakhir pada tahun 2027. Dalam APBA selama ini kontribusi dana otsus sangat besar yaitu sampai 8,5 triliun rupiah.

Tapi, sampai saat ini kita tidak melihat langkah-langkah kongkrit dan komprehensif yang dilakukan oleh eksekutif, tentunya juga bersama-sama dengan legislatif, untuk memperjuangkan keberlanjutan dana otsus.

Atau paling tidak ada upaya dari Pemerintah Aceh, termasuk DPRA untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait penggunaan dana otsus selama ini. Sehingga kita tahu apa persoalaannya dan itu menjadi kerangka pikir bagi kita untuk meyakinkan Pemerintah Pusat mengapa dana otsus itu penting bagi orang Aceh.

Tapi, kita tidak melihat langkah-langkah ke situ. Upaya yang dilakukan DPRA untuk mendiskusikan hal itu tidak mendapat sambutan hangat dari eksekutif. Saya kira, butuh kesamaan sikap dan pikir dari semua stakholder di Aceh. Sebab, yang mengalami dampak langsung dari ketidakharmonisan eksekutif dan legislatif adalah masyarakat.

Apakah peluang itu masih terbuka lebar?

Sangat terbuka lebar, hal itu sesuai hasil diskusi kita dengan Banleg dan beberapa fraksi di DPR RI. Secara politik, tidak ada ruang yang tidak terbuka. Yang paling penting adalah kesamaan sikap dan konsep, serta bergandeng tangan untuk memperjuangkannya. Saya pikir kita belum terlambat untuk perjuangkan agar dana otsus berlanjut. (*)

Simak video wawancara Eksklusif reporter Serambi On TV dengan Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin di SINI

Berita Terkini