BANDA ACEH - Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin, mempertanyakan mengapa baru sekarang muncul kekhawatiran kelanjutan pembangunan rumah duafa terancam batal karena kalangan legislatif belum satu suara untuk membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) 2021. Padahal, menurut Dahlan, program tersebut tidak diusulkan dalam APBA murni tahun ini.
"Soal rumah duafa kok sibuknya di anggaran perubahan? Dalam APBA murni 2021 kenapa tidak ada?" kata Dahlan menanggapi pemberitaan soal belum dibahasnya APBA-P 2021 disebut-sebut membuat pembangunan rumah duafa yang akan diusulkan Pemerintah Aceh terancam batal dan insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) di kabupaten/kota tak bisa dicairkan.
"Empat kali dibuat pergub (peraturan gubernur-red) penjabaran, tidak ada sorotan. Satu rumah duafa pun tidak dimasukkan (dalam APBA murni 2021), tapi apendiks ada anggarannya," tegas Dahlan kepada Serambi, Rabu (15/9/2021) pagi.
Menurut Dahlan, belum dibahasnya APBA Perubahan 2021 antara eksekutif dan legislatif karena terbentur aturan yang ada. Ia mengungkapkan, penetapan atau pengesahan qanun tentang APBA Perubahan baru bisa dilakukan setelah qanun tentang Pertanggungjawaban pelaksanaan APBA tahun sebelumnya disahkan atau disepakati.
Aturan itu, kataDahlan, jelas disebutkan dalam Pasal 317 ayat (4) UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Pasal 179 ayat (3) PP Nomor 12 tahun 2019 bunyinya juga hampir sama yaitu penetapan rancangan Perda (Qanun) tentang Perubahan APBD (APBA) dilakukan setelah ditetapkannya Perda (Qanun) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun sebelumnya.
"Sedangkan kita kemarin kan menolak laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBA 2020, nggak perlu kita jelaskan lagi kan kenapa ditolak, sudah jelas dan sudah kami sampaikan sebelumnya. Makanya, pembahasan itu (APBA Perubahan) belum bisa kita laksanakan," ungkap Ketua DPRA.
Terkait imbas dari hal itu terhadap pembangunan rumah duafa dan insentif nakes kabupaten/kota yang akan diusulkan oleh Pemerintah Aceh, Dahlan justru menilai Pemerintah Aceh terkesan sibuk di anggaran perubahan.
Saat evaluasi terakhir di Kemendagri, lanjut Dahlan, masih ada usulan rumah duafa. "Terus, tiba-tiba muncul appendiks. Kemudian hari baru kita tahu. Sekarang karena belum ada usulan, mau diusulkan dalam perubahanm dan kemudian salahin dewan?" tanya Dahlan.
Dalam APBA murni 2021, menurut Dahlan, pembangunan rumah duafa hanya ada dari usulan pokok-pokok pikiran (pokir) DPRA sebanyak 700 unit. "700 unit (rumah duafa) itu usulan masyarakat melalui pokir dewan. Yang murni reguler tidak ada di APBA 2021. Kenapa tidak dimasukkan? coba tanya ke TAPA. Kemana dibawa uang, kenapa apendiks ada, rumah duafa tidak ada," katanya.
Jika disebutkan pembangunan rumah duafa terancam batal, Dahlan menyatakan, tidak ada yang terancam karena usulannya belum ada. "Terancam bukan maksudnya usulan sudah ada kemudian tidak dijalankan, tapi memang belum ada usulan dalam APBA murni. Jadi, dari sebelumnya sudah terancam karena tidak ada dalam APBA murni 2021," tandas Dahlan.
"Mana ada terancam punya Pemerintah Aceh, tiba-tiba mereka perlu perubahan mengatasnamakan rakyat, hanya untuk melegalkan kode rekening dan nomenkelatur mereka," tambahnya. Yang perlu dipertimbangkan dalam polemik ini, sebut Dahlan, adalah landasan hukum dalam membahas dan melaksanakan APBA Perubahan itu sendiri.
DPRA, sambung Dahlan, tetap akan mengacu pada aturan yang ada, meski isu ini dikaitkan dengan pembangunan rumah duafa dan insentif nakes. DPRA, katanya, mengacu pada aturan yang ada bahwa tidak bisa dilaksanakan APBA Perubahan tanpa adanya Perda atau Qanun Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pelaksanaan APBA tahun sebelumnya. "Itu point pentingnya. Coba baca lagi aturan 32 dan PP 12," ucap dia.
Masih dalam evaluasi
Hingga kini, kata Dahlan, LPJ pelaksanaan APBA tahun 2020 yang ditolak DPRA beberapa waktu lalu, masih dalam evaluasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan hingga kini belum dijadikan Qanun. "Kita tolak berarti kan tidak ada kesepakatan. Kesepakatan itu qanun. Sekarang, perkada (peraturan kepala daerah-red) saja belum ada jangankan perda (qanun)," jelas Dahlan Jamaluddin.
Ketua DPRA mengatakan, pihaknya tidak bisa langsung mengambil kebijakan dengan mengabaikan aturan yang ada. "Karena kami disumpah dan bernegara itu tentu ada aturan. Hasil LPJ Pelaksanaan APBA 2020 DPRA tidak bersepakat. Berarti kan tidak ada qanun. Mungkin dipertanggungjawabkan dengan pergub, prosesnya masih di Kemendagri. Sampai sekarang juga belum ada," demikian Ketua DPRA. (dan)