BANDA ACEH - Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Aceh, siap melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di seluruh Aceh.
Demikian diungkapkan Kepala UPTD PPA Aceh, Irmayani Ibrahim yang hadir dalam talkshow interaktif bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh di Radio Serambi FM, Rabu (1/12/2021).
Talkshow yang dipandu host Tieya Andalusia tersebut mengangkat tema "UPTD PPA dan Pemenuhan Hak Korban KTPA (16 HAKtP)".
Menurut Irma, ada 9 fungsi UPTD PPA Aceh, pertama, fungsinya menerima layanan pengaduan terkait perempuan dan anak
Para korban kekerasan dan anak bisa datang langsung ke UPTD atau melalui hotline, di samping bisa mengadu ke Unit PPA Kepolisian.
"Nantinya para korban itu juga akan dirujuk ke UPTD PPA," terang Irma.
Di samping itu fungsi UPTD PPA, yakni melakukan penjangkauan terhadap korban, dimana mereka sudah mengadu serta melakukan pengelolaan kasus mulai dari awal sampai berakhirnya kasus tersebut.
Lalu fungsi lainnya melakukan penampungan sementara, memediasi, pendampingan, membantu kesehatan, serta memberi bantuan proses hukum kepada korban serta pemulihan psikologi (trauma psikis) korban.
"Begitu ada pengaduan atau rajukan, kita ada tim yang akan turun. Terutama tim akan mencari dimana korban berada.
Lalu tim juga akan melakukan assesment, melihat apa yang dibutuhkan korban.
Begitu selesai assesmen, baru diketahui korban butuh bantuan hukum atau pemulihan trauma psikisnya," terang Irma.
Selanjutnya dari seksi penerimaan baru dilanjutkan ke seksi tindak lanjut dan proses.
Mungkin korban kekerasan itu hanya perlu mediasi saja atau memang harus dilakukan pemulihan psikologisnya.
"Dalam semua proses ini, kami akan berkoordnasi dengan Dinsos, Kementerian Sosial, Baitul Mal, Kepolisian dan lembaga lainnya," sebut Irma.
Jadi Tanggung Jawab Bersama
Sementara itu, narasumber talkshow lainnya, Ani Darliani dari Majelis Balai Syura Ureung Inong Aceh menyebut pihaknya sudah memiliki perwakilan di 15 kabupaten/kota yang tugasnya pemenuhan hak perempuan.
"Kalau kita berbicara tentang kekerasan, kita menginginkan tidak ada kekerasan.
Mungkin selama ini kita merasa paling aman berada di rumah, tapi di rumah sekarang pun juga terjadi kekerasan.
Begitu juga dengan di sekolah dan kekerasan itu bisa terjadi dimana saja," sebutnya.
Ia pun mengimbau menghapus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini harus menjadi tugas dan tanggung jawab bersama, tidak boleh dibebankan pada satu intansi dan pihak-pihak tertentu.
"Mari kita pupuk kepekaan bersama, sehingga berbagai bentuk kekerasan baik itu fisik atau psikis dapat diminimalisir," pungkas Ani Darliani.(mir)