Berita Langsa

Tim Kajian Sejarah Unsam Langsa Gali Keberadaan Vihara Berusia 115 Tahun di Pusong

Penulis: Zubir
Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr Usman Ibrahim MPd saat melihat bekas konstruksi atau bangunan Vihara Kuno yang berada di Pulau Pusong, Gampong Teulaga Tujoh, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa

Laporan Zubir | Langsa

SERAMBINEWS.COM, LANGSA - Tim Kajian Sejarah Universitas Samudra Langsa berkunjung ke Situs Sejarah Vihara Pusong Telaga Tujuh Langsa, yang berada di Gampong Teulaga Tujoh, Kecamatan Langsa Barat.

Tim terdiri Dr Usman Ibrahim, M.Pd., Dr. Bachtiar Akob, M.pd., dan Dr Rahmatsyah, M.Pd, coba menggali dengan salah satu warga setempat bernama Zulkifli bin Ali.

Perbincangan dilakukan tentang duduk persoalan bangunan suci umat Budha milik orang Tionghoa tempo dulu yang kini sudah terbengkalai tidak ada yang mengurusnya. 

Vihara Pusong Telaga Tujuh ini berdasarkan historisnya diperkirakan sudah berusia sekitar 114 tahun atau lebih satu abad.

"Saat ini bangunan Vihara itu sudah terbengkalai dan roboh bangunan bersejarah itu dan menjadi kandang ayam warga setempat," ujar Dr. Usman Ibrahim, M.Pd, Senin (17/1/2021). 

Baca juga: Polda Aceh Tangkap Tiga Pelaku Pembakaran Mobil Ketua YARA Langsa

Menurut Usman mengutip keterangam warga Pusong itu, lokasi bangunan Vihara Pusong ini pada dahulu kala memang tempat persinggahan burung laut (camar laut). 

Karena lokasinya strategis dibangun tempat peribadatan umat Budha, asal pedagang Malaysia. 

Tujuan dibangunnya tempat ibadah ini adalah untuk sembahyang bagi para pedagang, yang membawa barang dari Malaysia (Semenanjung Melayu).

Bangunan Vihara Budha atau pusat peribadatan orang-orang Tionghoa itu, didirikan oleh pedagang-pedagang asal Malaysia di zaman Pemerintah Hindia Belanda berkuasa di Aceh pada tahun 1907. 

Pusat peribadatan Budha milik orang Tionghoa ini dibangun atas inisiatif pedagang-pedagang Tionghoa, asal Malaysia (negeri seberang).

Sewaktu transaksi majunya perdagangan barang-barang dagangan Aceh-Malayisa pascapemekaran Pelabuhan Pulo Rawa-Langsa di masa Pemerintah Hindia Belanda kala itu. 

Baca juga: Kerangka dan Sampel Temuan Arkeologi Ceruk Mendale Dianalisis di UGM, Unair dan Selandia Baru

Menurut keterangan dari warga Pusong Zulkifli bin Ali itu, bahwa pendiri Vihara itu bernama Tok Awang, salah seorang Tuan Besar pedagang Tionghoa dari Malaysia yang hilir mudik ke Aceh membawa barang-barang dagangannya ke Aceh dengan menggunakan Kapal Tongkang.

Tim Sejarah Universitas Samudra yang menggali informasi dari Bapak Zulkifli bin Ali, bahwa sepengetahuannya bahwa data dan informasinya melalui  perantaraan dari nenek Raziani.

Yaitu mulai saudara Yahaya, Samsir, Taniyah, Fatimah dan Zahri (mereka itu semua keluarga Tok Awang) di Pusong. 

Jadi, Tok Awang itulah orang pertama penggagas pembangunan Vihara atau pusat peribadatan bagi orang Cina yang membawa barang-barang perniagaan seperti piring, guci, keramit dan barang pecah belah lainnya dari Malaysia. 

Pemilihan lokasi Pusong Telaga Tujuh itu, karena pulau ini dianggap sangat strategis bila masuk ke pelabuhan Pulo Rawa dan berada dimuara Kuala Langsa.

Tujuannya untuk beristirahat dan bersembahyang dulu di Pusong sebelum mendarat ke pelabuhan Pulo Rawa Langsa. 

Baca juga: Persiraja Tahan Imbang Persipura Jayapura, Dek Gam : Nyan Bek Ka Peusalah Ke Lee Beuh

Alat-alat pembangunan itu terbuat dari kayu jati, batu bata dan atap seng, yang dibawa dari negeri Malaysia sendiri.

Tim Kajian Sejarah Unsam Langsa i , juga meneliti infrastruksi bangunan Vihara milik orang Tionghoa bahwa tinggi bangunan 3 meter dari bawah ke puncak, tebal tiang tengah 13 cm, dan tebal dinding belakang 2,5 inc serta lebar bangunan 3 x 3 meter. 

Bangunan Vihara itu terbuat dari batu beton dan kayu jati, asal barang-barang itu dibawa dari Malaysia atas prakarsa Tok Awang (berkebangsaan Tionghoa asli).

Kemudian di depan Vihara, ada sebatang pohon beringin dan rindang untuk berlindung dan beristirahat para pengunjung. 

Juga ada satu rute navigasi transportasi Tongkang dari laut yaitu birup pertama menuju ke pelabuhan Pulo Raya (Kuala Langsa).

Untuk masuk ke Vihara Pusong Telaga Tujuh waktu itu jaraknya 300 meter jalan masuk atau mendarat dari bagian sebelah barat dan melalui alur kecil, hanya muat sampan menuju ke Vihara itu.

Jika malam di sana waktu itu selalu dibakar lilin agar terang bila ada yang berkunjung ke tempat peribadah tersebut dan terjaga keamanannya. (Sumber Zulkifli bin Ali, 27 Desember 2021). 

Baca juga: Menguak Kisah Toke Tawi, Sosok Saudagar Berlebel Internasional dari Pidie, Begini Penuturan Tuha Nu

Para penzairah yang mau bernazar dan sembahyang ke Vihara Pusong Telaga Tujuh, ada juga orang-orang Cina asal di Medan, Kuala Simpang, Langsa dan Idi.

Kunjungan mereka selain menzairah dan mengadakan sembahyang ke Vihara Datuk Putih Tertua Pusong waktu itu, yang dianggap keramat dan menjadi pusat peribadatan bagi umat-umat Budha. 

Mereka umumnya datang dan beribadat pada hari libur dan minggu dan biasanya kedatangannya selalu ramai dan jarang sendiri. 

Tatkala mau sembahyang mereka bawa ayam jantan, apel, dan jeruk. Usai sembahyang buah-an ditinggal begitu saja dan diambil oleh penduduk setempat. 

Dan sesekali ada juga rombongan orang-orang Cina datang dari Malaysia untuk bernazar, paling sedikit 6 orang dan bergabung dengan Cina dari Langsa, Idi dan Kuala Simpang juga ada Cina asal dari Medan, Sumatra Utara.

Pusat peribadatan atau Vihara Pusong Telaga Tujuh, sewaktu masih maju dan banyak pedagang orang Tionghoa, dan fasilitas sarananya sama halnya dengan Vihara lainnya. 

Baca juga: Anggota Satgas Nemangkawi Bharatu Bachtiar Ditembak KKB Papua, Korban Luka Tembak di Punggung Kiri

Vihara ini juga tersedia sarana-sarana yang lengkap yaitu, pertama, ada pekong sebagai patung sesembahan umat Budha dan perantara untuk menghadap tuhannya serta memohon ampun atas segala dosa dan meminta sesuatunya.

Patung hanya perantara saja, tetapi tuhannya tidak dapat dilihat.

Dua, tempat pembakar kertas berada kiri dan kanan pintu masuk teras, fungsinya setiap pengunjung yang mau beribadah harus membakar kertas yang telah disediakan.

Tiga, tempat pembakaran kemenyan terletak samping pembakaran kertas namanya “Heau”. 

Empat, patung Dua Singa, terletak sebelah kiri dan kanan pintu masuk teras sebagai penjaga dikenal “Apek Kuang” (Ketua Pekong) dan Dewi “Dewi Kuan In” (Permaisuri)

Lima, kuburan keramat “Datok Pujoe Putih” sebagai sarana pemujaan umat Budha, diberi tanda bendera warna merah, satu gelas air putih, dua cangkir dan gunanya untuk minum datuk, ketika sewaktu-waktu pulang datuk. Tempat ini khus untuk beribadah malam Jumat.

Enam, tersedia tempat persembanyangan laki-laki bagian kiri dan wanita bagian kanan. tujuh, pembakar lilin bewarna merah darah di depan pintu masuk ke Vihara, mulai dari alur pinggiran pantai setiap malam Minggu.

Delapan, ada patung ular Naga, yang terletak di atas atap sebagai pelambang ciri khas rumah ibadah umat Budha.

Kemudian dari hal tersebut, Tim peneliti Sejarah Universitas Samudra juga wawancara dengan Ketua Pangayuban Sosial Masyarakat Tionghoa Indonesia (PSMTI) Cabang Langsa dengan Afuk.

Baca juga: FAKTA Anggota TNI AD Tewas Dikeroyok di Jakarta Utara, Enam Orang Diduga jadi Pelaku, Satu Ditangkap

Sesuai keterangan Afuk, bahwa Vihara Pusong Telaga Tujug, benar memang salah satu aset warga Tionghoa, selain Idi, Langsa dan Kuala Simpang, dan warisan leluhurnya tempo dulu. 

Itu adalah aset kebersamaan, bukan hanya milik orang Tionghoa tetapi aset Pemerintah Kota Langsa dan bisa dijadikan pusat pariwisata bahari untuk mendukung perekonomian masyarakat kota Langsa. 

Dulu pernah sekali pada tahun 1980-an, ia bersama warga Tionghoa lainnya mengadakan kunjungan dan melakukan pembersihan massal.

Merekaa berangkat ke Pusong menggunakan kereta api (Atjehtram) Pulo Rawa, lalu baru menuju ke Pusong dengan naik Tongkang. 

Bahkan Pusong itu pasat para pelayaran, tatkala orang Tionghoa masih ramai bersama dengan orang asal Pidie dan Aceh lainnya yang bermukim di pulau tersebut.

Tetapi ketika peristiwa ganyang Malaysia, sebagian besar warga Tionghoa hijrah atau pindah dari Pusong pada kala itu. (*)

Baca juga: Bara JP Aceh Dukung Adli Abdullah Sebagai Calon Pj Gubernur Aceh

Berita Terkini