Berita Aceh Barat

Wakil Ketua DPRK Aceh Barat Laporkan Dugaan Korupsi di RSUD ke Kejati Aceh

Penulis: Sadul Bahri
Editor: Taufik Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua DPRK Aceh Barat menyerahkan dokumen laporan dugaan korupsi proyek di RSUD Cut Nyak Dhien, Aceh Barat ke Kejati Aceh.

Laporan Sa'dul Bahri | Aceh Barat

SERAMBINEWS.COM, MEULABOH - Wakil Ketua DPRK Aceh Barat, Ramli SE asal Partai PAN secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan Rehabilitasi Pembangunan Ruang Rawat Inap RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat ke Kejaksaan Tinggi (Kejati), Aceh, Kamis (10/2/2022).

Kasus proyek RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh sebesar Rp 11.510.138,000, dimana mulai pekerjaan sejak 09 Juli 2021 dan berakhir pada 05 Desember 2021 dengan tahun anggaran 2021 dinilai ada  kejanggalan dan tidak tuntas sesuai dengan hari kalender.

Sementara laporan tersebut disampaikan langsung oleh Ramli SE yang diterima oleh Dahniar (bagian penerimaan laporan Kejaksaan Tinggi Aceh) dan diserahkan secara langsung di Kantor Kejati Aceh di Banda Aceh.

Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan berdasarkan surat perjanjian dengan Nomor 027/77/DAK/RSUD-CND/VII/2021 tertanggal 09 Juli 2021 pelaksana paket pekerjaan tersebut dikerjakan oleh PT. Jasa Tripa Bersaudara, dengan sumber dana berasal dari DAK Fisik Dasar dan berada dibawah Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat dan dengan masa pelaksanaan 150 (seratus lima puluh) hari kalender.

Wakil Anggota DPRK Aceh Barat, Ramli SE kepada Serambinews.com, Kamis (10/2/2022) mengatakan, bahwa berangkat dari fakta-fakta tersebut, dalam pengerjaan proyek tersebut diduga adanya temuan perbuatan melawan hukum yang berpotensi korupsi dan merugikan kerugian keuangan negara diantaranya.

Dijelaskannya, salah satu pelanggaran berupa penarikan uang retensi sebanyak 5 persen, yang dilakukan pada tanggal 28 Desember 2021, sementara proses pekerjaan masih dilakukan sampai tahun 2022, kemudian adanya proses pembangunan yang tidak layak kualitas (material tidak sesuai spek), dan bangunan lama yang dirobohkan adalah merupakan bangunan yang masih layak pakai.

Berangkat dari hal tersebut, ada beberapa dalil penting yang menjadi pertimbangan berdasarkan kronologis diantaranya, yakni, berdasarkan hasil inspeksi Wakil Ketua DPR Aceh Barat pada 27 Januari 2022 di lokasi pekerjaan yaitu di RSUD CND Meulaboh, ditemukan tahapan pekerjaan yang belum selesai dikerjakan 100%, yaitu rangkaian pemasangan atap plafon dan AC ruangan rawat inap lantai satu.

Disebutkan Ramli SE, bawah SKPD Dinas Kesehatan Aceh Barat mengeluarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SPPD) tertanggal 28 Desember 2021 dengan nomor SPM: 0785/SPM/LS/1.02.01/20213. Bahwa kemudian Kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD) mengeluarkan surat dengan nomor: 12994/SP2D/LS/2021 tanggal 30 Desember 2021, Tahun Anggaran 2021.

Adapun surat SPPD yang dikeluarkan oleh Dinkes Aceh Barat melalui Kuasa BUD adalah untuk keperluan Pencairan LS MC 100%-95%-5% a/n. PT. Jasa Tripa Bersaudara, Pekerjaan Rehab Pembangunan Ruang Rawat Inap RSUD CND Meulaboh sebesar Rp 459.199.572.

“Dugaan kami adanya indikasi kerugian negara akibat korupsi dan pelanggaran peraturan ataupun kelalaian pihak terkait dengan mengacu aturan Perpres 16/2018, dimana disebutkan retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayarkan,” sebut Ramli SE.

Bahwa berdasarkan Pasal 53 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menyebutkan sebagai berikut, bahwa pembayaran prestasi pekerjaan diberikan kepada penyedia setelah dikurangi angsuran pengembalian uang muka, retensi dan denda, besaran retensi adalah sebesar 5 persen dan digunakan sebagai jaminan pemeliharaan pekerjaan ditahan.

Menurutnya, bahwa tindakan kuasa BUD dengan mencairkan dana 5 persen atau retensi adalah tindakan yang telah menyalahi aturan, dimana seharusnya PPK menahan sebagian pembayaran prestasi pekerjaan dengan memperhitungkan atau memotong setiap pembayaran sebesar 5 persen.

Hal tersebut sebagai jaminan tanggung jawab penyedia yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan retensi di masa pemeliharaan, sebagaimana disebutkan dalam syarat-syarat umum kontrak Pekerjaan Konstruksi Rehabilitasi Pembangunan Ruang Rawat Inap RSUD CND Meulaboh, huruf B.3 Tentang Penyelesaian Kontrak, Point 31.7 dimana disebutkan Penyedia Harus Menyerahkan Jaminan Pemeliharaan sebesar 5 persen dari harga kontrak.

“Pekerjaan tersebut telah melewati batas waktu pekerjaan yaitu 150 hari, dimana tertanggal 27 Januari 2022 dan hingga saat ini (Februari 2022), kami masih menemukan pekerjaan tersebut yang belum diselesaikan dan dengan mengacu kepada aturan Perpres Nomor 16/2018 Pasal 56 ayat (2) sepatutnya perusahaan harus diberikan sanksi keterlambatan satu permil per hari keterlambatan dari nilai kontrak satu permil,” sebutnya.

Pihaknya mendesak agar dilakukan black list (daftar hitam) terhadap perusahaan atau penyedia berupa larangan untuk mengikuti pengadaan barang/jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu. Hal tersebut dengan merujuk kepada kewenangan pengenaan sanksi daftar hitam kepada penyedia/badan usaha yang diatur dalam Ayat (1) pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

“Kami menduga adanya indikasi penggelembungan harga dalam proses pengadaan barang seperti pengadaan Hospital Lift dengan nilai Rp 800.000.000 juta. Dan juga pengadaan ranjang pasien elektrik bed (VVIP Room) dimana harga dalam kontrak disebutkan dengan jumlah satuan Rp 60 juta rupiah. Bahwa perbandingan harga yang kami temukan di salah satu toko (tokopedia) untuk Ranjang Pasien Elektrik 3 motor Kualitas Alpha Paramount PA-6325CBBABA, Merk: Paramount Japan, seharga Rp 51.300.000.13,” ungkapnya.

Menurutnya, hasil temuan wakil Ketua DPRK tersebut terhadap material bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, dilihat di lapangan hanya campuran beton biasa seperti penggunaan campuran beton readymix K 300 yang menjadi syarat dalam kontrak.

“Kami menemukan adanya indikasi syarat tersebut tidak dipenuhi, mengingat yang kami gunakan mollen standard,” ujarnya lagi.

Ia menambahkan, bahwa pekerjaan Rehabilitasi Pembangunan Ruang Rawat Inap RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat selain terindikasi sarat dengan masalah, berdasarkan hasil temuan kami adalah bangunan baru tersebut dibangun diatas bangunan sebelumnya yang juga masih baru.

Proses demolish atau pemusnahan bangunan sebelumnya yang merupakan barang milik daerah yang tidak bergerak dan masih sangat layak untuk dipergunakan, namun tanpa ada pemberitahuan kepada DPRK Aceh Barat. Hal ini menurutnya sangat ironis, mengingat setiap proses penghapusan barang milik daerah terutama barang yang tidak bergerak seharusnya terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh tim penilai atau tim inventarisasi dengan melibatkan DPRK Aceh Barat.

Selain itu tidak ada pemberitahuan tentang keberadaan seluruh aset daerah berupa alat-alat medis dan fasilitas rawat inap dari bagian gedung RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh yang sudah dimusnahkan tersebut.(*)

Baca juga: MUI: Vaksin Merah Putih Sudah Dapat Sertifikat Halal

Baca juga: Remaja Yazidi Kisahkan Kengerian Hidupnya, Dilelang Sampai Jadi Budak Seks ISIS Sejak Usia 11 Tahun

Berita Terkini