Hasil ini sesuai deteksi kesehatan oleh Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) yang dipaparkan di Aula Dinas Lingkungan Hidup Aceh Selatan, Rabu (25/5/2022).
Laporan Taufik Zass | Aceh Selatan
SERAMBINEWS.COM, TAPAKTUAN - Krueng Sarulah, Tapaktuan, Aceh Selatan, terkontaminasi mikroplastik 38 hingga 210 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai.
Hasil ini sesuai deteksi kesehatan oleh Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) yang dipaparkan di Aula Dinas Lingkungan Hidup Aceh Selatan, Rabu (25/5/2022).
Sampel air diambil di tiga lokasi di Lubuk Simerah Gampong Jambo Apha, Gampong Hulu, dan pada bagian muara Gampong Pasar.
Di Lubuk Simerah kondisi sungai masih baik dan belum kontaminasi mikroplastik.
Sedangkan di Gampong Hulu dan Muara Krueng Sarulah, tim ESN menemukan mikroplastik 38 hingga 210 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai.
“Temuan mikroplastik di Krueng Sarulah Tapaktuan disebabkan banyaknya Sampah plastik yang dibuang di sungai.
Smpah plastik seperti tas kresek, sachet makanan, styrofoam, popok bayi dan packaging (bungkus) personal care seperti sachet shampo, sabun, detergen cuci dan botol plastik minuman,” ungkap Amiruddin Muttaqin, Rabu (25/5/2022).
Lebih lanjut, Peneliti Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) ini menjelaskan bahwa sampah plastik sekali pakai yang dibuang ke sungai akan terfragmentasi (terpecah) menjadi serpihan plastik kecil berukuran di bawah 5 mm yang disebut mikroplastik.
Mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari 5 mm yang berasal dari hasil fragmentasi atau terpecahnya plastik-plastik yang menjadi sampah dan terbuang di media air atau media lingkungan lainnya.
"Proses pecahnya plastik ukuran besar menjadi ukuran kecil disebabkan oleh radiasi sinar matahari, pengaruh fisik gerakan atau arus air," jelasnya.
Mikroplastik, lanjutnya, masuk kategori senyawa penganggu hormon karena dalam proses pembuatan plastik banyak bahan kimia sintetis tambahan dan sifat mikroplastik yang hidrofob atau mudah mengikat polutan dalam air.
"Mikroplastik yang masuk dalam air akan mengikat polutan di air seperti logam berat, pestisida, detergen dan bakteri patogen.
Jika mikroplastik tertelan manusia melalui ikan, kerang dan air, maka bahan polutan akan berpindah ke tubuh manusia dan menyebabkan gangguan hormon," tambah Prigi Arisandi, Anggota Tim ESN.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pengambilan sample air Krueng Sarulah dilakukan dengan menggunakan LST 1.0.
Jaring yang diikatkan pada tabung steinless steel ukuran mesh 350 atau dalam satu inch terdapat 350 benang, sehingga terlihat seperti kain.
Alat LST 1.0 mampu menyaring partikel-pertikel kecil di atas 10 mikron atau 0,01 mm, sehingga ukuran mikroplastik sebesar 5 mm dipastikan akan tersangkut dalam jaring mesh 350.
"Air sample diambil dengan menggunakan ember steinless steel untuk menghindari kontaminasi bahan plastik, sebanyak 50 liter air diambil pada satu lokasi yang mewakili kondisi lingkungan sekitar.
Partikel-partikel yang terjaring dalam LST 1.0 kemudian diamati dengan mikroskop portable dengan pembesaran 40-400 kali, metode yang digunakan adalah rapid test atau metode pengamatan cepat," ujar Prigi Arisandi.
Dari hasil penelitian, lanjutnya, menunjukkan bahwa di kawasan hutan yang jauh dari pemukiman tidak ditemukan mikroplastik.
Sedangkan memasuki pemukiman penduduk di Gampung Hulu mulai ditemukan mikroplastik.
"Mikroplastik yang paling banyak ditemukan di kedua lokasi adalah jenis fiber atau benang-benang yang banyak berasal dari tekstil atau pakaian yang dicuci.
Kemudian benang polyesternya terburai dan masuk ke badan air, sumber lainnya bisa juga berasal dari sampah popok yang dibuang di sungai," ungkap Amiruddin Muttaqin.
Jumlah mikroplastik terbanyak ditemukan di Muara Krueng Sarulah sebanyak 210 partikel mikroplastik (PM) /100 liter air.
Jumlahnya lebih banyak dibandingkan temuan mikroplastik di Kampung Hulu sebanyak 38 PM/100 liter air.
Dari pengamatan lapangan nampak sekali banyak dijumpai sampah sachet, tas kresek dan bungkus plastik yang teronggok di Muara dibandingkan di Kampung Hulu.
"Kondisi ombak yang bergerak juga mempercepat prosek pecahnya plastik menjadi ukuran lebih kecil," tambah Amiruddin Mutaqin Saat menyampaikan hasil temuan lapangan di Aula Dinas Lingkungan Hidup Aceh Selatan.
Dalam kesempatan tersebut, Plt Kadis Lingkungan Hidup Aceh Selatan, Teuku Masrizar, S.Hut,.M.Si, mengatakan bahwa mikroplastik tersebut berasal dari timbulan sampah liar di tepi sungai dan di dalam badan air sungai.
Pasalnya belum tersedianya sarana tempat sampah yang memadai, di samping tingkat kesadaran dan partisipasi warga dalam menjaga kebersihan dan kesehatan sungai masih rendah.
"Tentu saja peningkatan sarana dan sosialisasi merupakan langkah utama yang mesti diakukan," kata Masrizar.
Teuku Masrizar menambahkan, prioritas program dan kegiatan dalam pengendalian dan pengelolaan sampah, apalagi sampah plastik yang memiliki residu berbahaya bagi masyarakat merupakan upaya strategis yang harus dilakukan.
"Terdapat enam Brand besar yang banyak ditemukan menjadi sampah di Krueng Sarulah adalah Produk dari PT Wings, PT Unilever, PT Indofood, PT Mayora, PT Unicharm dan PT Frisian Flag, keenam Brand ternama ini sebanyak 68 % dari sampah plastik yang ditemukan di Krueng Sarulah,” ungkap Prigi Arisandi.
Untuk sampah yang bermerk, lanjutnya, harus menjadi tanggung jawab produsen untuk ikut mengelola sebagaimana dalam Undang-undang nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, bahwa setiap produsen yang menghasilkan sampah dalam produknya yang tidak bisa diolah maka produsen harus ikut bertanggung jawab.
"Tanggung jawab perusahaan turut mengolah sampahnya ini dikenal dengan prinsip EPR atau extended Produser Responsibility," paparnya.
Direktur eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Prigi Arisandi, mendorong para produsen besar tersebut harus memberikan kontribusinya dalam pengelolaan sampah di Tapaktuan.
Produsen ini sudah menghasilkan sampah-sampah sachet yang tidak bisa didaur ulang sehingga mencemari perairan di Tapaktuan dan memberikan efek ancaman kesehatan serius karena sampah sachet akan terpecah menjadi mikroplastik dan dikonsumsi ikan selanjutnya ikan. (*)