LHOKSEUMAWE – Kejaksaan Negeri Aceh Utara menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan rumah duafa di Baitul Mal kabupaten setempat.
Kelima orang itu adalah Kepala Baitul Mal Aceh Utara yang berinisial YI (43).
Lalu, Kepala Sekretariat Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara, ZZ (46) selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Kemudian, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), M (49), Koordinator Tim Pelaksana yakni Z (39), dan Ketua Tim Pelaksana, RS (36).
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara, Dr Diah Ayu melalui Kasi Intelijen Kejari, Arif Kadarman SH kepada Serambi, Rabu (3/8/2022), secara terbuka mengungkapkan, bahwa kasus tersebut berawal pada 2021 lalu.
Kala itu, Baitul Mal Kabupaten Aceh Utara membangun 251 unit rumah untuk fakir miskin.
Pembangunan ratusan rumah duafa tersebut tersebar di sejumlah kecamatan.
Baca juga: Pastikan tak Ada Pungli, Safaruddin Tinjau Pembangunan Rumah Duafa
Baca juga: Gubernur Minta Baitul Mal Aceh Tuntaskan Pembangunan 700 Rumah Duafa Tahun Ini
“Pekerjaan dilaksanakan secara swakelola dengan anggaran sebesar Rp 11.295.000.000 bersumber dari PAD Khusus Kabupaten Aceh Utara yang diambil dari dana zakat,” terangnya.
Pembangunan mulai dikerjakan 31 Agustus 2021 dengan jangka waktu 120 hari kalender seluruh rumah selasai dibangun.
Namun, sampai saat ini, ratusan rumah duafa itu belum rampung 100 persen.
“Sebagian besar rumah belum rampung 100 persen,” terangnya.
Informasi yang diperoleh Serambi, Rabu (3/8/2022), meskipun sudah berstatus sebagai tersangka kelimanya sampai saat ini belum juga ditahan.
Karena, pihak penyidik masih menunggu arahan selanjutnya.
“Yang jelas sudah ada penetapan tersangkanya dalam kasus tersebut,” jelas Arif Kadarman.
Menurut Kasi Intelijen Kejari Aceh Utara itu, kelima tersangka tersebut disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b, Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.
“Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana dan Pasal 3 Ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b, Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana,” pungkasnya.
Belum Terima Surat
Sementara Kepala Sekretariat Baitul Mal Aceh Utara, ZZ mengaku syok ketika mendengar kabar dirinya ditetapkan sebagai tersangka yang dilakukan Tim Jaksa Penyidik Kejari Aceh Utara, terkait kasus pembangunan rumah bantuan untuk fakir dan miskin.
Ia mengaku, sejauh ini belum menerima surat resmi dari Kejari atau dihubungi via telepon seluler.
“Sehingga agak syok mendengar kabar seperti itu.
Saya belum tahu apakah Kepala Baitul Mal Aceh Utara sudah mengetahui atau tidak, karena bisa berkomunikasi dengan beliau,” kata ZZ.
Menurutnya, kala itu saat diperiksa terhadap dirinya pihak penyidik menanyakan tugas tim perencana membuat Kerangka Acuan Kerja (KAK), Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan gambar.
”Sedangkan untuk penetapan nama-nama penerima manfaat rumah bantuan tersebut dilakukan berdasarkan sidang musyawarah antara tim verifikasi, Kepala Baitul Mal, dan dengan tim pengawasa Baitul Mal Aceh Utara,’ jelasnya.
Lanjutnya, ia belum menerima surat resmi apapun terkait hal itu terkait status penetapan tersangka.
"Saya belum ada menerima surat apapun.
Nanti saya koordinasi lagi sama rekan-rekan mengenai masalah tersebut," pungaksnya.(zak)
Baca juga: Bank Syariah Indonesia Region Aceh Rehab Rumah Duafa di Banda Aceh
Baca juga: BMA Bangun Rumah Duafa, Gubernur Lakukan Peletakan Batu Pertama