Laporan Seni Hendri | Aceh Timur
SERAMBINEWS.COM, IDI - Puluhan kepala keluarga yang berdomisili di atas lahan rel kereta api sejak 1980 an di Desa Tanjung Minjei, Kecamatan Madat, Aceh Timur, menolak digusur.
"Kami menolak pembongkaran ruko dan keude di atas rel kereta api di Desa Tanjung Minjei, yang akan diambil alih oleh pihak ketiga untuk membangun pasar modern. Kami menolak karena kami sudah menempati lahan ini sejak tahun 1980 an," ungkap Sabar perwakilan warga yang menempati lahan rel kereta api di pinggir jalan Nasional Banda Aceh Medan itu, kepada Serambinews.com, Selasa (13/9/2022) sore.
Menurut Sabar, ada sekitar 20 kepala keluarga yang berdomisili di atas rel kereta api tersebut baik membangun rumah maupun tempat usaha
Sabar, mengakui alasan penggusuran itu karena pihak ketiga hendak membangun pasar modern di belakang ruko yang ditempati warga tersebut.
"Rencananya Kamis besok pihak ketiga mau menggusur kami, warga hanya diberikan kompensasi Rp 5 juta per KK oleh pihak ketiga dan diminta untuk pindah dan membongkar tempat tinggal masing-masing," ungkap Sabar.
Sabar mengaku tak tahu dari mana pihak ketiga yang ingin membangun pasar modern tersebut.
"Sepertinya bukan rekanan pemerintah, karena kalau dari pemerintah tentu ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada masyarakat maksud dan tujuannya," cetus Sabar.
Dampak bagi warga yang menempati lahan rel kereta api itu jika digusur, ungkap Sabar, maka 20 KK tersebut akan kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian.
"Harapan kami kalau bisa jangan digusur dan jangan dibongkar. Kami juga siap mendukung pembangunan pasar modern, tapi kita cari solusi tanpa menggusur warga yang sudah berdomisili di atas rel kereta api sejak puluhan tahun silam," ungkap Sabar.
Mustafa, Ketua Umum LSM Percepatan Pembangunan Aceh (PPA) yang mendukung aspirasi warga juga menolak pihak ketiga dan PT KAI menggusur rumah yang sudah puluhan tahun menempati lahan rel kereta api dekat perbatasan Aceh Timur dengan Aceh Utara tersebut.
"Sikap kami menolak pembongkaran rumah warga karena tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP). Seharusnya, pihak PT KAI, memberitahukan terlebih dulu kepada masyarakat sebelum pembongkaran karena mereka sudah menempati lahan ini sekitar tahun 80 an, karena itu kita sangat menyayangkan sikap dari PT KAI," ungkap Mustafa.
Sementara itu, Iswandi Camat Madat, mengakui Selasa tadi pihaknya sudah rapat sosialisasi dengan pihak PT KAI, dan pihak pengembang terkait rencana pemindahan warga yang menempati lahan di atas rel kereta api di Desa Tanjung Minjei.
Dalam hal ini, ungkap Iswandi, sikap Muspika Madat, hanya memfasilitasi antara masyarakat dengan PT Kereta Api (KAI).
Menurut Iswandi, di belakang ruko yang dibangun warga di atas rel kereta api itu ada lahan yang sudah dibebaskan oleh masyarakat dan diberikan kuasa kepada pihak ketiga untuk pembangunan pasar modern.
Tetapi proses pembangunan pasar oleh pihak ketiga terhambat, karena ada beberapa ruko di atas rel kereta api tersebut.
"Karena itu, pihak pengembang minta kepada PT KAI, untuk mengontrak lahan tersebut yang akan dijadikan jalan masuk ke pasar yang akan dibangun nantinya," cetusnya.
Karena akan dikontrak oleh pihak ketiga, maka PT KAI selaku pemilik lahan mensosialisasikan kepada masyarakat untuk proses pemindahan warga yang berdomisili di atas rel kereta api tersebut.
Sedangkan dari puluhan warga yang membangun ruko di atas rel kereta api itu, selama ini hanya beberapa orang yang memiliki kontrak dengan PT KAI.
Karena itu, yang bertindak untuk penertiban adalah pihak PT KAI, bukan pihak pengembang.
"Karena itu, dalam hal ini sikap Muspika terkait aspirasi masyarakat menolak digusur, hanya sebatas menjembatani antara masyarakat dengan PT KAI. Karena konsekuensinya ada pada PT KAI, artinya terkait sikap warga tersebut tergantung sikap dari PT KAI, Muspika juga tak bisa melarang karena lahan tersebut milik PT KAI," jelas Iswandi.(*)
Baca juga: Sosok Bjork, Musisi Wanita yang Ada di Foto Profil Hacker Bjorka, Pernah Manggung di Indonesia