Gagal Ginjal Akut Diduga karena Keracunan, Walau Sudah Cuci Darah Etilen Glikol Tetap Mengendap

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu pasien anak yang divonis gangguan ginjal akut sedang dirawat di ruang ICU anak RSUZA Banda Aceh, Kamis (20/10/2022). Sebelum divonis mengalami gagal ginjal akut, pasien mengalami demam. (KOMPAS.COM/TEUKU UMAR)

 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Zat kimia berbahaya yang terkandung dalam obat jenis sirup bernama etilen glikol dicurigai menjadi biang kerok munculnya kasus gagal ginjal akut pada anak.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim B Yanuarso, Sp.A(K)., menjelaskan alasan mengapa para tenaga medis saat ini mencurigai etilen glikol (EG) sebagai zat berbahaya.

Ia menyampaikan bahwa kasus ini tidak hanya menjadi perhatian pemerintah saja, namun juga para tenaga kesehatan yang selama ini memiliki bidang yang concern terhadap penyakit anak, terutama terkait ginjal.

Para tenaga medis ini, termasuk mereka yang turut ditugaskan menjadi Satgas Covid-19 melakukan diskusi dan penanganan pula terhadap pasien gagal ginjal akut yang merupakan kelompok anak-anak ini.

"Jadi kenapa ada kecurigaan ke arah keracunan etilen glikol, kawan-kawan di IDAI, para Konsultan ginjal anak, juga Konsultan emergency rawat intensif anak, dokter-dokter di PICU, kemudian Konsultan infeksi, kemudian juga Satgas Covid ya, itu berdiskusi dan melakukan penanganan pada pasien-pasien gangguan ginjal akut ini," ujar dr. Piprim, dalam webinar bertajuk Update Terkini 'Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Meningkat, Obat Sirup Ditangguhkan', Minggu (23/10/2022) pagi.

Melalui diskusi dan penanganan tersebut, ditemukan sesuatu yang tidak biasa. Awalnya kondisi ini diduga terkait dengan Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) pasca virus corona (Covid-19).

Baca juga: Xi Jinping Amankan Masa Jabatan Ketiga, Tegaskan Dunia Sangat Membutuhkan China

Baca juga: Piala Dunia 2022 - Demi Kelancaran Timnas Prancis di Qatar, Benzema Dapat Hak Spesial dari Ancelotti

Baca juga: MTsN 1 Model Banda Aceh Dinobatkan Sebagai Juara Umum Damasquss 2022

"Dan kemudian kok menemukan sesuatu yang tidak seperti biasanya pada kasus MIS-C pasca Covid ya," ujar dr Piprim.

Selanjutnya, temuan yang dimiliki para dokter ini dicocokkan dengan kejadian luar biasa yang terjadi di Gambia pada September lalu, yang ternyata memiliki kemiripan dengan apa yang sedang dialami anak-anak Indonesia.

"Nah, kemudian pada bulan September itu kan ada laporan dari Gambia ya, ketika diskusi dengan para dokter di Gambia itu, mereka presentasi, ternyata kok kasusnya mirip banget dengan kasus kita," kata dr. Piprim.

Melihat temuan yang memiliki kemiripan antara kasus di Indonesia dengan Gambia, maka tim tenaga medis pun segera melakukan pemeriksaan, termasuk pada darah pasien.

 

Dari pemeriksaan itulah, kemudian ditemukan kadar zat kimia berbahaya etilen glikol di atas ambang batas.

"Dan kemudian dilakukanlah banyak pemeriksaan, termasuk pemeriksaan dalam darah pasien-pasien itu, ditemukanlah kadar etilen glikol yang kadarnya memang tinggi," tegas dr. Piprim.


Dokter Piprim pun menekankan bahwa meskipun pasien-pasien ini telah melakukan cuci darah, namun etilen glikol itu tetap ada dalam darah mereka. Sehingga pihaknya pun curiga ada proses keracunan (intoksikasi) yang dialami anak-anak ini.

"Walaupun pasien itu sudah melakukan cuci darah, tapi tetap ditemukan. Nah dari bukti inilah kemudian kecurigaan kepada intoksikasi itu mengemuka," tutur dr. Piprim.

Terlebih saat ini angka kematian dalam kasus gagal ginjal akut pada kelompok anak ini telah mencapai di atas 50 persen. Ia pun tidak ingin kasus ini terus meningkat dan menimbulkan korban jiwa, khususnya pada kelompok anak-anak.

"Apalagi kematiannya sudah sangat tinggi di atas 50 persen, ya sekitar 55 persen. Kita nggak mau ada lagi banyak jatuh korban anak-anak yang kita sayangi semua," kata dr. Piprim.

 

Baca juga: Cegah DBD, Dinkes Bireuen Fogging Desa Pulo Ara

Baca juga: Ria Ricis Umumkan Akun YouTube-nya Diretas

Baca juga: Polisi Selamatkan Lansia Terjebak Banjir di Langsa


Dokter Piprim juga menyebut ada dua negara di kawasan Asia Selatan yakni Bangladesh dan India pernah mengalami kasus yang melibatkan zat kimia berbahaya Etilen Glikol (EG) maupun Dietilen Glikol (DEG) sebagai penyebabnya.

"Berdasarkan sejarah, memang kejadian keracunan etilen glikol ini bukan sekali dua kali, ini berkali-kali terjadi (di dunia)," ujar dr. Piprim.


Bangladesh misalnya temuan kasus ini bahkan mencapai 339 dengan status Gagal Ginjal Fatal (Fatal Renal Failure) karena konsumsi obat sirup 'Paracetamol Elixirs' yang diduga mengandung DEG.

"Bangladesh itu bahkan mengenai 339 anak, Fatal Renal Failure pada Paracetamol Elixirs (mengandung Dietilen Glikol), ini di Bangladesh ya," jelas dr. Piprim.

Sedangkan di India, kadar Dietilen Glikol yang ada dalam tubuh pasien gagal ginjal mendorong penderitanya mengalami gangguan pada fungsi otak.

"Kemudian ini juga bisa bikin gangguan di otak karena Dietilen Glikol, ini di India," kata dr. Piprim.

Baru-baru ini, kasus gagal ginjal akut pada balita dan anak akibat konsumsi obat batuk sirup juga terjadi di Gambia, Afrika. Kasus kematian anak di Gambia pun turut mendapatkan sorotan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pada 5 Oktober 2022 lalu, WHO mengeluarkan peringatan medis tentang empat produk di bawah standar 'yang gagal memenuhi standar kualitas atau spesifikasinya'.

Empat varian sirup obat batuk yang beredar di Gambia itu meliputi Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup dan Magrip N Cold Syrup. Obat-obatan ini diproduksi perusahaan farmasi Maiden Pharmaceuticals Limited yang berbasis di Haryana, India.

241 Kasus

Jumlah kasus gagal ginjal akut pada balita dan anak kini telah ditemukan pada 22 provinsi dengan total mencapai 241 kasus. Temuan ini berdasarkan data yang disinkronisasikan dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Jadi sekarang sudah di 22 provinsi ya gangguan ginjal akut ini kalau berdasarkan data yang kita sinkronisasi dengan Kemenkes, ada 241 kasus total," ujar dr. Piprim.

Baca juga: Kronologi Kapolsek Jempang Peras Warga Tak Mampu, Tuduh Korban Terlibat Narkoba, Begini Nasib Pelaku

Sedangkan terkait tren kasus ini cenderung tinggi pada Oktober ini, yakni mencapai 110 kasus gagal ginjal akut.

"Ini jadi menyebar di seluruh Indonesia, dengan tren berdasarkan pelaporan itu Oktober paling banyak dilaporkan 110 (kasus)," jelas dr. Piprim.

Kendati demikian, kata dia, tingginya temuan kasus gagal ginjal akut pada anak untuk periode Oktober ini 'belum tentu mengindikasikan' adanya tren lonjakan.

"Belum tentu kasusnya melonjak, tapi bisa jadi baru terlaporkan di Oktober," kata dr. Piprim.

Sementara itu, terkait kelompok usia yang mengalami kondisi ini didominasi oleh usia 1 hingga 5 tahun. Meskipun ada pula pasien yang memiliki rentang usia remaja yakni antara 11 hingga 18 tahun.

"Sedangkan jumlah kasus berdasarkan kelompok usia, ini konsisten di 1 sampai 5 tahun ya yang paling banyak, yang 11 sampai 18 tahun ada juga," pungkas dr. Piprim.(Tribun Netwrok/fit/wly)

Berita Terkini