Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Jenazah Yusniati Binti Malim Sabar, mahasiswi asal Kota Subulussalam di Kairo, Mesir yang meninggal dunia telah diserahkan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Hal itu disampaikan Malim Sempurna, perwakilan Masyarakat Kota Subulussalam di Kairo, Mesir kepada Serambinews.com, Rabu (12/4/2023).
Malim Sempurna mengatakan, Yusniati menghembuskan nafas terakhirnya pada Selasa (11/4/2023) pukul 16.20 waktu Kairo, Mesir atau pukul 21.20 Waktu Indonesia Barat (WIB).
Saat ini, proses pemulangan jenazah sedang diurus untuk dibawa ke Tanah Air Indonesia.
Jenazah Yusniati akan dipulangkan ke Indonesia untuk dimakamkan di kampung orangtuanya yakni Desa Dah, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam.
Untuk kepastian keberangkatan dan tanggal keberangkatan akan diinfokan sore ini waktu Kairo, Mesir.
"Sebelum diterbangkan ke Indonesia, jenazahnya akan kami shalatkan terlebih dahulu di Masjid Assalam, Nasr City Cairo, Mesir," ujar Malim Sempurna, warga Desa Lae Mate, Kota Subulussalam yang telah lama bermukim di Mesir.
Seperti diberitakan, Yusniati Binti Malim Sabar Pardosi, seorang mahasiswi asal Kota Subulussalam yang sedang menempuh pendidikan di Kairo, Mesir meninggal dunia, beberapa waktu lalu.
"Innalillahi Wainna Ilaihi Rajiun, telah berpulang ke Rahmatullah Yusniati Binti Malim Sabar pukul 16.20 waktu Cairo hari ini," tulis Malim Sempurna pada akun media sosial Facebook milik Malim Sabar Pardosi, ayahanda Yusniati.
Pascainformasi kepergian sang mahasiswi asal Desa Dah, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam tersebut, warga Subulussalam bergantian mengirimkan ucapan rasa duka.
Selain itu, para netizen juga ramai-ramai memajang poster atau tulisan info meninggalnya Yusniati di laman Facebook mereka atau status WhatsApp.
Yusniati Malim, mahasiswa asal Kota Subulussalam, Aceh, sejak Februari lalu, mengalami kritis karena menderita penyakit komplikasi dan dirawat di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Madinat Nasr City Rabiatul Adawiyah, Kairo, Mesir.
Biaya rumah sakit yang harus ditanggung pun sangat tinggi yakni mencapai ratusan juta sehingga keluarganya membutuhkan uluran tangan para dermawan.
Tak pernah terbayangkan oleh sang ayahh Malim Sabar, jika anaknya yang selama ini menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir terkulai lemah di ruang ICU akibat penyakit yang menggelayut di tubuhnya.
Padahal, dara kelahiran 4 Agustus 2000 itu dikenal memiliki nilai akademik yang sangat baik alias cerdas, rajin, baik, dan taat beribadah.
Alumni perdana Pondok Pesantren Daarurrahmah Sepadan pimpinan Haji Rasyid Bancin ini, sejak SMP hingga SMA dilaporkan mendapat nilai bagus.
“Bahkan saat kuliah di Mesir, selalu naik kelas dan taat beribadah. Dulu saat mondok, dia juga santri yang pintar, patuh, dan baik,” kata Haji Rasyid Bancin, Pimpinan Ponpes Daarurrahmah Sepadan.
Berdasarkan keterangan dokter yang menangani Yusniati yakni dr Mahmud Mukhtar dan Muhammad Handawi menjelaskan, mahasiswi tingkat empat semester delapan Jurusan Syariah Islamiah ini didiagnosa penyakit komplikasi.
Yusniati didiagnosa menderita gagal ginjal stadium 2, penyumbatan pada paru-paru, hingga gangguan saraf di kepala.
Malim Sabar bersama isteri pun tak dapat berbuat banyak untuk sang putri.
Kedua orangtua Yusniati kala itu hanya dapat menyaksikan sang anak berbaring lemah dari layar telepon genggam.
Mereka juga tak sempat bisa menjenguk langsung karena kondisi jarak.
Malim Sabar meminta bantu pada mahasiswa teman-teman Yusniati untuk membantu putrinya selama di rumah sakit.
“Tolong bantu anak saya, jagakan anak saya, kalianlah orang tuanya. Kami belum bisa ke Mesir untuk menjaga Yusniati,” ujar Malim dengan suara bergetar menahan tangis sebagaimana terekam dalam video call.
Malim tampak tak kuasa menahan tangis manakala melihat anak gadisnya itu terkulai lemah tak sadarkan diri dalam perawatan medis di rumah sakit.
“Bangun nak, sehat ya nak. Ya Allah angkatlah penyakit anakku ini. Lekas sembuh anakku, kami orangtua mu di sini nak. Tolong dengar kami nak,” begitu antara lain kata yang terucap dari bibir orang tua Yusniati.
Seberapa pun kata dan tangis, Yusniati tampak tak dapat menjawab. Dia hanya berbaring tanpa bergerak.
Hampir setiap saat terdengar tangisan pilu disertai napas yang tersesak dari mulut sang orangtua menahan perihnya batin menyaksikan anaknya menahan sakit yang menggelanyut di tubuhnya.
Sementara selang oksigen dan infus dan alat medis lainnya seakan "tumbuh menjalar" di tubuh mungil Yusniati, lantaran hidup si gadis malang itu sangat bergantung dengan alat bantuan medis.(*)