Berita Kutaraja

Aliansi Rakyat Atjeh Bergerak Demo DPRA, Tolak Pj Gubernur dan Bupati/Wali Kota dari Luar Aceh

Penulis: Indra Wijaya
Editor: Saifullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Demonstran melakukan orasi di depan Gedung DPRA, Senin (3/7/2023).

Laporan Indra Wijaya | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Seraturan massa yang mengatasnamakan diri Aliansi Rakyat Atjeh Bergerak (Arab) melakukan aksi demonstrasi di halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Senin (3/7/2023).

Sebelum beranjak ke kantor perwakilan rakyat itu, massa terlebih dahulu melakukan orasi di depan Mesjid Raya Baiturrahman (MRB).

Orasi penolakan penjabat Gubernur dan Bupati/Wali Kota dari luar Aceh pun mereka gaungkan.

Peserta aksi tergabung dari aktivis dayah (ponpes), akademisi, praktisi, aktivis mahasiswa, ormas, dan aktivis penegakan syariat Islam serta UUPA.

Mereka mengajak agar seluruh lapisan masyarakat untuk sama-sama menyuarakan hati nurani rakyat Aceh.

Koordinator Aksi, Tgk Abdul Wahid Al Aasyi dalam orasinya mengatakan, aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap Pj Gubernur dan Bupati/ Wali Kota kembali dijabat oleh orang dari luar Aceh.

Dalam tuntutan yang disuarakan, kata dia, pihaknya juga menolak perpanjangan jabatan Ahmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh.

Selain itu, lanjut Tgk Abdul, mengingat kekhususan dan keistimewaan Aceh, pemerintah pusat harus menempatkan Pj Gubernur adalah putra terbaik Aceh.

"Mendagri harus menunjuk putra-putri terbaik Aceh yang dapat mengimplementasikan butir-butir MoU Helsinki," tegas Tgk Abdul.

Pihaknya juga mengingatkan agar pemerintah pusat tidak bermain api padi kebijakan, peraturan, turunan dalam pelaksanaan regulasi Pemerintahan Aceh.

Tak hanya itu, pihaknya juga menuntut agar pemerintah pusat memberi kewenangan penuh kepada pemerintah dan rakyat Aceh dalam pelaksanaan syariat Islam.

Serta menolak penyelesain konflik melalui non-yudisial, melainkan harus sesuai syariat Islam.

"Kita juga mendesak agar DPRA melarang penambangan yang dilakukan oleh pusat atau asing sebelum ada kejelasan pembagian 70 persen untuk Aceh,” tukas dia.

“DPRA harus menjumpai pemerintah pusat untuk menyatakan bahwa syariat Islam dan UUPA adalah kunci perdamaian di Aceh," pungkasnya.(*)

Berita Terkini