Laporan Maulidi Alfata | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Pekan Kebudayaan Aceh masih memancarkan keberagaman yang memesona, dengan setiap daerah menampilkan daya tarik uniknya dalam perayaan ini.
Anjungan Aceh Utara, khususnya, menyoroti kekayaan sejarahnya yang terkait dengan rempah-rempah, mulai dari lada, cengkeh lawang, pala, asam sunti, kembang lawang, kapu laga, hingga kemiri, serta garam rebus yang menjadi andalannya.
Sukarnas Putra, Penanggung Jawab dan Koordinator Center For Information Of Samudera Pasai (Cisah) Aceh Utara, menjelaskan bahwa anjungan Aceh Utara telah menyajikan beragam rempah sesuai dengan tema besar Pekan Kebudayaan Aceh yang mengusung konsep 'rempahkan bumi pulihkan dunia'.
"Dalam pameran anjungan Aceh Utara, kita dapat menemukan lada, cengkeh lawang, pala, asam sunti, kembang lawang, kapu laga, kemiri, dan garam rebus," ungkapnya saat diwawancarai oleh Serambi, Selasa (7/11/2023).
Semua rempah-rempah tersebut dipamerkan dalam area dapur rumah khas Aceh, menandakan bagaimana rempah-rempah telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Aceh pada masa lalu, baik sebagai bumbu masakan maupun obat-obatan.
Tidak hanya sekadar pajangan, keberadaan rempah-rempah juga menggambarkan jejak sejarah kerajaan Samudera Pasai yang dulunya menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dunia.
Anjungan Aceh Utara juga menampilkan kisah-kisah perdagangan rempah di daerah tersebut sejak zaman dahulu.
"Kami menghadirkan sejarah perdagangan rempah, termasuk beberapa tokoh dunia yang pernah mengunjungi Samudera Pasai pada masa kegemilangan kerajaan, seperti Ibnu Batutah dan Sulaiman Al Mahri," tambahnya.
Selain rempah-rempah, Anjungan Aceh Utara juga menampilkan garam rebus terbaik di Pulau Sumatera, yang sebelumnya telah diakui oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Penelitian yang dilakukan oleh Ketua Tim Riset BRIN, Libra Inagurasi, menunjukkan bahwa Aceh Utara dikenal sebagai produsen garam terbaik di Pulau Sumatera. Wilayah ujung barat Indonesia, khususnya pesisir timur Aceh, memegang peranan penting karena sejarahnya sebagai daerah penghasil garam yang memiliki warisan berharga selama berabad-abad, terutama dalam konteks arkeologi.
Pembuatan garam tradisional dilakukan dengan cara menjemur air laut pada bentang pantai yang datar dan luas, dengan terik matahari yang tentunya mesti tercukupi selanjutnya diperoleh kristal-kristal garam.
Selain di pantai utara Jawa, untuk Pulau Sumatra, Aceh merupakan daerah penghasil garam terbaik di luar Jawa.
Lokasi-lokasi penghasil garam di Aceh Utara, terutama yang terkait dengan kesultanan Samudra Pasai pada abad ke-13 hingga ke-15, memiliki nilai sejarah yang signifikan.
Kawasan situs arkeologi Samudra Pasai menjadi bukti nyata kebesaran kota dan keberadaan peradaban Islam pertama di nusantara sejak abad ke-13 hingga ke-15.
"Kami menerima penghargaan spesial dari BRIN berupa sertifikat pengakuan sebagai produsen garam terbaik setelah melalui serangkaian penelitian," ungkapnya dengan bangga.(*)