Anwar Usman Masih Jadi Hakim Konstitusi, Tak Dipecat Tapi Hanya Diberhentikan dari Jabatan Ketua MK

Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua MK, Anwar Usman saat mengumumkan putusan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK pada Senin (16/10/2023). MK turut menolak gugatan terkait syarat capres-cawapres harus memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

SERAMBINEWS.COM - Anwar Usman masih menjadi hakim konstitusi.

Paman Gibran Rakabuming Raka, Anwar Usman, ternyata tidak dipecat, melainkan hanya diberhentikan dari jabatannnya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan demikian, Anwar Usman pun masih tercatat aktif dalam jabatannya sebagai Hakim Konstitusi di salah satu lembaga tinggi negara Indonesia tersebut.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan untuk memberhentikan jabatan Ketua MK Anwar Usman.

Putusan tersebut disampaikan oleh Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, dalam sidang pembacaan putusan etik di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7 November 2023.

Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor," kata Jimly, dikutip dari Kompas.com.

MKMK menyatakan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kanan) berbincang dengan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) - MK tolak uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait syarat usia maksimal 70 tahun untuk capres dan cawapres, Senin (23/10/2023). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

MKMK dalam putusannya juga memerintahkan Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.

Imbas pelanggaran ini, adik ipar Presiden Joko Widodo tersebut juga tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

Anwar Usman juga dilarang terlibat dalam pemeriksaan perkara perselihan pemilihan presiden (pilpres) hingga pemilihan wali kota.

Jimly Asshiddiqie mengatakan, Anwar tidak diperkenankan terlibat dalam pemeriksaan hingga pengambilan keputusan yang memiliki potensi munculnya benturan kepentingan.

"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," tutur Jimly.

Jimly Asshiddiqie menuturkan bahwa putusan ini berlaku sejak dibacakan.

Ia juga menegaskan, Anwar Usman tidak bisa mengajukan banding atas putusan pemberhentiannya.

"Ketentuan mengenai majelis banding tidak berlaku. Karena dia (majelis banding) tidak berlaku, maka putusan MKMK yang dibacakan hari ini mulai berlaku hari ini," ujar Jimly.

Diungkapkan Jimly, jika saja pihaknya memutuskan memberhentikan Anwar secara tidak hormat sebagai hakim konstitusi, Anwar Usman justru bisa mengajukan banding.

Menurut Peraturan MK (PMK), banding atas pemberhentian tidak dengan hormat diajukan ke majelis banding yang juga dibentuk oleh MKMK.

Seandainya hukuman pemberhentian tidak dengan hormat dijatuhkan, hal itu justru berpotensi menyebabkan pemberhentian terhadap Anwar tidak pasti.

"Membuat putusan Majelis Kehormatan tidak pasti, sedangkan kita sedang menghadapi proses persiapan pemilihan umum yang sudah dekat," ucap Jimly.

"Kita memerlukan kepastian yang adil untuk tidak menimbulkan masalah masalah yang berakibat pada proses pemilu yang tidak damai, proses pemilu yang tidak terpercaya," tutu mantan Ketua MK tersebut.

Dalam putusannya, MKMK juga merekomendasikan agar mekanisme banding terhadap putusan pemecatan tidak dengan hormat dihapus melalui perbaikan Peraturan MK.

Jika pun tetap ada, kata Jimly, baiknya, mekanisme banding diatur dalam undang-undang.

"Tidak usah ada banding banding segala itu. Kalau memang diperlukan ya diatur dalam undang-undang supaya tidak jeruk makan jeruk," katanya.

Lebih lanjut, Jimly berharap, putusan MKMK ini dapat dihormati dan dilaksanakan oleh semua pihak.

"Mudah-mudahan dilaksanakan, dihormati sebagaimana mestinya dan tidak ada alasan untuk tidak menghormatinya karena ini majelis kehormatan yang dibentuk secara resmi berdasarkan undang-undang yang implementasinya diatur dalam PMK," ujar Jimly.

Sanksi Dinilai Kurang Beri Efek Jera

Sanksi MKMK yang memberhentikan Anwar Usman dari posisi Ketua MK akibat terbukti melanggar kode etik dianggap belum bisa memberikan efek jera.

Pengamat politik sekaligus Direktur eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai bahwa sanksi terhadap Anwar justru tergolong ringan untuk sebuah pelanggaran berat.

Ray menilai yang merupakan salah satu deklarator Maklumat Juanda, semestinya dengan deretan kesalahan itu Anwar sangat layak untuk diberhentikan dengan tidak hormat.

"Kita terbiasa dengan model sanksi begini. Pelanggaran-pelanggaran berat hanya berujung di pemecatan dari jabatan bukan keanggotaan. Akibatnya, seringkali tidak mengubah kelakuan pejabat negara," kata Ray saat dihubungi pada Selasa, 7 November 2023.

Menurut Ray, akibat sanksi ringan itu maka masih membuka peluang hal itu bisa terulang dan membuat para pejabat seolah menganggap enteng keputusan yang mereka buat meski bermasalah di kemudian hari.

"Mereka tetap berani melakukan aktivitas yang sama, tanpa khawatir akan mendapat sanksi berat seperti pemecatan tidak dengan hormat. Itu juga yang kita lihat dalam putusan ini," kata Ray.

"Mestinya, dengan berbagai fakta yang terungkap, maka sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dapat diberlakukan, khususnya di lembaga seperti Mahkamah Konstitusi yang nilai etik dan norma jabatannya sejatinya di atas semua lembaga negara yang lain," jelasnya.

Maklumat Juanda disampaikan oleh kelompok akademisi sampai aktivis menanggapi putusan kontroversial MK soal uji materi syarat batas usia capres-cawapres.

(tribunnewswiki.com/kompas.com)


Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com

Baca juga: Tanpa Cristiano Ronaldo, Hat-trick Talisca Bantu Al Nassr Menang dan Lolos ke Fase Gugur

Baca juga: Terbongkar, Kisah Cinta Dinar Candy dan Ko Apex, Istri Sah Ayu Soraya: Diduga Telah Nikah Siri

Baca juga: Israel Ingin Kelola Gaza Tanpa Batas Waktu Setelah Perang Berakhir, AS Malah Tak Mendukung

Berita Terkini