SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA menanggapi surat DPRA ke Forum Bersama (Forbes) anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh yang dikirim Kamis (9/11/2023).
Dalam suratnya, DPRA memohon Forbes agar melakukan koordinasi dengan Presiden untuk meninjau kembali penempatan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh.
Permohonan ini disampaikan DPRA ke Forbes setelah Pj Gubernur tidak mengindahkan tiga surat dewan yang mengajak duduk bersama membahas RAPBA 2024.
"Terkait surat untuk Forbes, itu sebenarnya alat lobi yang digunakan mereka terutama dari partai koalisi dengan memanfaatkan isu anggaran yang mereka kondisikan sendiri untuk ajukan calon Pj Gubernur yang baru," kata MTA di Banda Aceh, Selasa (14/11/2023).
"Surat itu dijadikan alat lobi kepada Pak Prabowo-Gibran untuk yakinkan Presiden dengan asumsi akan disahuti karena Gibran cawapresnya Prabowo. Ini memang sudah sangat politis, kita tidak mau terlibat dalam polemik yang sengaja dibangun tersebut," terang dia.
Terkait APBA 2024, MTA kembali menegaskan bahwa secara aturan pembahasan anggaran dilakukan oleh Banggar DPRA dengan TAPA.
"Jika hal ini dikondisikan sampai bertele-tele seperti ini, kuat dugaan ada indikasi kuat ada oknum TAPA sendiri yang bermain dengan Banggar Dewan untuk pengkondisian memaksa dan menjebak Gubernur untuk wajib hadir untuk kepentingan tertentu pada pembahasan anggaran 2024 yang belum pernah dilakukan sama sekali," terang MTA.
MTA menyebutkan, ada beberapa hal yang mendasari dugaan kuat konspirasi ini. Pertama; merujuk pada kesepakatan Banggar dan TAPA pada April lalu untuk memaksa Gubernur agar menerima dan menjalankan kesepakatan Banggar dan TAPA dalam hal Pembagian Otsus Tahun 2024 agar menjadi 80:20 persen kepada kabupaten/kota, dimana selama ini pembagiannya 60:40 persen.
"Secara tegas Gubernur telah berulang kali menyampaikan bahwa Gubernur menolak kesepakatan Banggar dan TAPA tersebut, karena tindakan tersebut masuk kategori menzalimi kabupaten/kota," katanya.
Kedua; penundaan pembahasan RAPBA 2024 berulang-ulang tanpa sekalipun dilakukan pembahasan tanpa alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara perundang-undangan.
Gubernur, lanjut MTA, secara tegas telah menyampaikan bahwa kebijakan anggaran terhadap kabupaten/kota di tengah melemahnya fiskal Aceh yang berpengaruh besar terhadap Keuangan kabupaten/kota tidak boleh dikurangi dari skema yang telah berjalan selama ini.
"Jika belum mampu kita tambah, jangan kita kurangi. Demikian Gubernur menyampaikan berulang-kali," ucap Jubir MTA.
MTA juga mengungkapkan bahwa dewan berkeinginan Pj Gubernur untuk terima perubahan skema untuk mengurangi jatah otsus kabupaten/kota 20 persen dengan potensi pengurangan mencapai Rp 400 miliar lebih, dijadikan pokir dewan menurut dapil masing-masing.
Kemudian kebijakan anggaran 2024 memuat total nihil utang terhadap JKA, dan menolak jika penggunaan anggaran JKA 2024 digunakan untuk keperluan lain termasuk pokir dewan seperti penggunaan yang dilakukan oleh dewan pada 2023 ini.
"Di mana kejadian 2023 yang menggunakan anggaran JKA untuk Pokir membuat terganggunya berbagai program pembangunan lain. Sehingga mengakibatkan potensi utang tahun berjalan terhadap JKA dan juga menjadi beban utang tahun selanjutnya," terang dia.
"Kita memandang aneh, padahal RAPBA 2024 telah tertuang berbagai arah kebijakan anggaran termasuk hal-hal strategis seperti yang dipermasalahkan oleh dewan. Bagaimana dewan mempermasalahkan dengan menuduh Gubernur tidak responsif, padahal RAPBA sendiri tidak dibahas," katanya lagi.
Seharusnya RAPBA dibahas bersama TAPA, nanti akan terlihat Daftar Inventarisir Masalah (DIM) dari RAPBA yang membutuhkan arah kebijakan yang mesti ditindaklanjuti.
Dari berbagai macam DIM tersebut nantinya TAPA akan melaporkan kepada Gubernur hasil pembahasan.
"Sampai saat ini TAPA tidak melaporkan hasil pembahasan dengan Banggar, mengapa? Karena RAPBA tidak dibahas. Artinya dewan tidak menjalankan fungsinya secara baik," kritiknya.
"Dulu di awal-awal kepemimpinan Achmad Marzuki, dewan kompak meminta Sekda Pak Taqwallah sebagai Ketua TAPA harus diganti dengan alasan tidak bisa menjembatani pembahasan anggaran yang baik, sekarang Sekda sudah diganti dengan Pak Bustami dan sudah berjalan 1 tahun, apa kelemahan Sekda di mata dewan sampai RAPBA tidak pernah dibahas oleh Banggar dan TAPA. Ada apa?" kata MTA mempertanyakan.
"Kita meminta kepada dewan agar menghentikan berbagai manuver yang semakin memperuncing masalah dan mengabaikan aturan perundang-undangan sebagai mahkota yang telah diamanatkan rakyat," lanjutnya.
Gubernur dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kata MTA, taat kepada aturan perundang-undangan sebagai mana diamanahkan oleh Presiden.
"Kita berharap dewan bersama TAPA segera gelar pembahasan RAPBA 2024 untuk pengesahan anggaran tepat waktu. Hentikan semua manuver politik yang tidak sehat demi kepentingan rakyat yang lebih besar. Mari kita jalankan tugas dan fungsi kita masing-masing secara baik demi Aceh tercinta," demikian MTA.(*)