Tarhib Ramadhan dan Makmeugang di Aceh
SERAMBINEWS.COM - Islam di Aceh memiliki keunikan tersendiri yang mencerminkan kedalaman nilai-nilai agama dan budaya dalam kehidupan masyarakatnya.
Salah satu tradisi yang menjadi bagian penting dalam budaya Aceh adalah "Makmeugang", yang menjadi bagian dari persiapan menyambut bulan suci Ramadhan.
Ketua Umum Pemuda Islam Indonesia (PII), Tgk H Musannif Sanusi SE SH mengatakan, Tarhib Ramadhan atau persiapan menyambut Ramadhan memiliki makna yang mendalam bagi umat Muslim di Aceh.
“Istilah ini mungkin asing bagi sebagian, namun maknanya sangat terasa dalam kehidupan sehari-hari,"
"Tarhib Ramadhan mengajarkan umat Muslim untuk menyambut bulan suci dengan penuh kesiapan, kelapangan jiwa, dan raga,” ujarnya, Kamis (7/3/2024).
Menurutnya, persiapan ini tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental, mengingat ibadah puasa selama sebulan penuh memerlukan ketahanan fisik dan spiritual yang kuat.
Maka dari itu, tarhib Ramadhan di Aceh diwujudkan dalam tradisi Makmeugang.
Makmeugang, kata Tgk Musannif, bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Aceh.
Tradisi ini merupakan ritual memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga sebagai bagian dari persiapan menyambut bulan suci Ramadhan.
Sejarah Makmeugang di Aceh dapat ditelusuri kembali ke masa kerajaan Aceh, di mana daging hewan dipotong dalam jumlah besar dan dibagikan secara gratis kepada masyarakat sebagai bentuk rasa syukur atas kemakmuran yang diberikan.
“Sampai saat ini, tradisi Makmeugang terus dilestarikan oleh masyarakat Aceh sebagai bagian dari upaya untuk mempertahankan nilai-nilai kebersamaan, rasa syukur, dan solidaritas sosial,” ujar Tgk Musannif yang juga Dewan Kehormatan DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh.
Dikatakannya, menu yang disajikan dalam tradisi Makmeugang sangat beragam, mulai dari hidangan daging yang diolah dengan berbagai cara, seperti kuah beulangong, sie reuboh, dan menu-menu lainnya.
Selain itu, ada juga hidangan kue tradisional seperti kue timphan, leumang, tape beras, dan ubi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan ini.
Tidak hanya sekedar menyantap hidangan bersama keluarga, tradisi Makmeugang di Aceh juga mencakup kegiatan sosial seperti kenduri santuni yatim piatu dan fakir miskin.
Hal ini menunjukkan bahwa tradisi ini tidak hanya tentang memanjakan lidah, tetapi juga tentang berbagi kebahagiaan dan keberkahan kepada sesama.
Selain itu, tarhib Ramadhan di Aceh juga mencakup persiapan spiritual. Rumah ibadah seperti masjid, meunasah, dan mushalla dibersihkan dan ditata ulang untuk kenyamanan beribadah selama bulan suci Ramadhan.
“Ini merupakan wujud dari keseriusan masyarakat Aceh dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan kualitas spiritual selama bulan Ramadhan,” paparnya.
Karena itu, adat Islam di Aceh, terutama dalam tradisi Makmeugang, mencerminkan kedalaman nilai-nilai agama dan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, tetapi juga menjadi salah satu identitas budaya yang unik dan patut dilestarikan.
“Semangat untuk meningkatkan kualitas ibadah dan menciptakan lingkungan yang nyaman dan bersih untuk beribadah adalah salah satu ciri khas masyarakat Aceh yang patut diapresiasi,” ungkap Tgk Musannif, Ketua Yayasan Dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee.
Menurutnya, Aceh bukan hanya sebuah daerah dengan kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga sebuah daerah yang kaya akan nilai-nilai keagamaan, budaya, dan kebersamaan.
Tradisi Makmeugang dan persiapan menyambut bulan suci Ramadhan menjadi bukti nyata bahwa Aceh adalah salah satu daerah yang memiliki identitas budaya yang kuat dan patut dipertahankan.
“Aceh adalah provinsi termiskin di Sumatera tentu saja tidaklah tepat, karena kekayaan Aceh bukanlah hanya sekadar materil, tetapi juga spiritual dan budaya,” pungkas Tgk Musannif. (Serambinews.com/ar)