Kupi Beungoh

Hana Peng Hana Inong, Takaran Mayam Menjadi Hambatan bagi Pemuda Aceh untuk Menikah

Editor: Muhammad Hadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Syauqas Ramatillah, mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry.

Oleh Syauqas Rahmatillah*)

Mahar merupakan maskawin atau suatu pemberian yang diwajibkan kepada calon suami untuk diberikan kepada calon istri sebagai bentuk ketulusan, rasa cinta dan kasih sayang terhadap pasangannya atau sebagai bentuk tanggung jawab bahwa seorang calon suami menyanggupi untuk menafkahi pasangannya setelah menikah. 

Dalam Islam kewajiban memberikan mahar didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang artinya “Berikanlah (maharnya) sekalipun cincin besi”.

Mahar merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dalam sebuah pernikahan karena mahar sebagai pemberian yang dapat memperpanjang cinta kasih dan yang mengikat dan mengukuhkan hubungan antara suami istri. 

Mahar yang harus diserahkan saat akad nikah hanya sebagai perantara, bukan sebagai tujuan, karena itu Islam sangat menganjurkan agar mahar atau mas kawin dalam perkawinan dipermudah.

Islam tidak menetapkan jumlah besar atau kecilnya mahar, karena adanya perbedaan kaya dan miskin, lapang dan sempitnya rezeki. 

Selain itu, tiap masyarakat memiliki adat dan tradisinya sendiri, oleh karena itu Islam menyerahkan masalah jumlah mahar itu berdasarkan kemampuan masing-masing orang atau keadaan serta tradisi yang berlaku dalam keluarganya.

Baca juga: Kisah Sedih Anak Pak Camat di Purwakarta Diberi Mahar Emas Palsu, Ayah Sakit Hati, Kini Gugat Cerai

Pemberian mas kawin kepada calon istri tidak sama dengan menetapkan harga bagi perempuan tersebut juga bukan bertujuan sebagai pembelian dari orang tua perempuan tersebut. 

Penetapan mas kawin merupakan salah satu persyaratan yang dapat melegalkan hubungan suami istri, yaitu hubungan saling berinteraksi yang didasari oleh kasih sayang dengan memberikan suami status kepemimpinan dalam keluarga saat hidup bersama.

Kewajiban memberikan mas kawin oleh calon suami juga mencerminkan kesediaan dan tanggung jawab suami untuk memenuhi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan berumah tangga. 

Laki-laki yang bertanggung jawab memberi nafkah karena secara alami memiliki tanggung jawab dan kapasitas untuk mencari rezeki.

Sedangkan perempuan dalam keluarga bertugas untuk merawat rumah tangga, terutama dalam mendidik anak-anak. Walaupun dalam prakteknya, banyak perempuan yang dapat menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Mahar dalam Masyarakat Aceh

Dalam masyarakat Aceh mahar disebut dengan Jeunamee atau Jeulamee, pernikahan dalam masyarakat Aceh ditentukan dengan tiga azas yaitu: mudah, sepakat dan sekufu. Pernikahan hendaknya dipermudah dan tidak dipersulit terutama dalam hal penentuan mahar sehingga tidak memberatkan bagi calon mempelai laki-laki dan tidak merendahkan calon mempelai perempuan. 

Baca juga: Habib Rizieq Nikah Lagi, Terungkap Besar Mahar yang Diberikan pada Istri Barunya

Pernikahan juga harus dilangsungkan melalui proses kesepakatan antara pihak mempelai laki-laki dan mempelai perempun dan terakhir pernikahan harus memiliki asas sekufu atau kesetaraan baik dalam latar belakang keluarga, pendidikan, hingga adat dan budaya.

Jeunamee dalam tradisi adat di Aceh merupakan emas murni yang dikenal dengan sebutan Meuh 99 atau Meuh London, yang diukur dengan takaran mayam. Setiap mayam setara dengan 3,3 gram. 

Mahar menjadi salah satu syarat sah dalam pernikahan yang tidak boleh diabaikan. Penentuan Jeunamee bervariasi di setiap daerah, bergantung pada budaya masyarakat setempat dan disepakati oleh kedua keluarga mempelai. Beberapa daerah di Aceh menetapkan Jeunamee dengan angka ganjil, seperti 3, 5, 7, dan 9 mayam. 

Untuk perempuan dari latar belakang keluarga biasa atau non-bangsawan yang tidak memiliki pendidikan tinggi, biasanya diberikan 3 mayam. Sementara itu, perempuan dari keluarga biasa yang memiliki pendidikan tinggi diberikan 5 mayam. 

Bagi perempuan dari keluarga bangsawan, meskipun tanpa pendidikan tinggi, diberikan 7 mayam, sedangkan keturunan bangsawan yang memiliki pendidikan tinggi diberikan 9 mayam. 

Di masa kini, penentuan Jeunamee disepakati oleh kedua keluarga dengan rentang nilai yang bervariasi, mulai dari 15 hingga 30 mayam.

Jika jeunamee yang ditentukan sebesar 20 mayam, maka itu setara dengan 66 gram dan mempelai laki-laki harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 70.000.000 di luar biaya, seperti resepsi dan seserahan. 

Baca juga: Kisah Pilu Rosdiana Janda Muda Dilamar Pria Tua, Diberi Mahar Rp 3 M, Ternyata Isi Koper Daun Kering

Sebaliknya, jika takaran mayam diganti menjadi gram maka yang harus dikeluarkan hanya 20 gram bukan 20 mayam dengan biaya sebesar Rp. 21.212.000 hanya untuk mahar. 

Saat Kondisi harga emas yang sangat tinggi saat ini maka sudah seharusnya majelis adat aceh meninjau ulang terkait perhitungan emas menggunakan mayam.

Menilik hal tersebut terkait pertimbangan mayam di Aceh maka mahar perempuan Aceh lebih mahal dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang menggunakan takaran gram yang lebih umum. 

Akibatnya, mempelai laki-laki harus mengeluarkan biaya yang sangat tinggi untuk melangsungkan sebuah pernikahan, menimbang biaya yang dikeluarkan tidak hanya mahar tetapi juga biaya seserahan atau biaya-biaya lainnya. 

Hal ini menjadi kondradiktif antara Aceh sebagai provinsi yang menjunjung tinggi syariat Islam tetapi adat masyarakat masih membuat sulit laki-laki Aceh dalam melaksanakan syariat Islam yaitu pernikahan.

Kondisi Pernikahan di Aceh dan Indonesia

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, terjadi penurunan jumlah pernikahan di Indonesia. Beberapa wilayah juga mengalami fenomena serupa. 

Contohnya, DKI Jakarta mengalami penurunan sebesar 4.000 pernikahan, sementara Jawa Barat mengalami penurunan sekitar 29.000 pernikahan. 

Baca juga: Andika Kangen Band Menikah untuk Kelima Kalinya, Babang Tamvan Beri Mahar 100 Gram Emas

Keadaan yang serupa terlihat di Jawa Tengah dengan penurunan sebanyak 21.000 pernikahan, dan di Jawa Timur sekitar 13.000 pernikahan.

Data yang disampaikan oleh BPS untuk tahun 2023 mencatat jumlah pernikahan di Indonesia sebanyak 1.577.255. 

Angka ini menunjukkan penurunan sebanyak 128.000 pernikahan jika dibandingkan dengan tahun 2022. Selama satu dekade terakhir, angka pernikahan di Indonesia turun sebesar 28,63 persen. 

Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Aceh mencatat bahwa sebanyak 36.035 pasangan pengantin telah melangsungkan pernikahan di provinsi paling barat Indonesia sepanjang tahun 2023. 

Angka pernikahan di Aceh menunjukkan sedikit penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 37 ribu pasangan.

Penurunan jumlah pernikahan ini disebabkan beberapa hal salah satunya yaitu tingginya pendidikan dari pihak perempuan. 

Saat ini, perempuan memiliki akses yang luas untuk pendidikan dan karier, sehingga ketergantungan mereka terhadap pasangan semakin menurun. Selain itu, penurunan angka pernikahan juga dipengaruhi oleh kurangnya laki-laki yang memiliki kondisi ekonomi stabil, karena pekerjaan semakin sulit ditemukan. 

Fenomena ini sebenarnya hal yang wajar, dan akan berdampak pada penurunan angka kelahiran. Penurunan angka pernikahan juga bisa disebabkan oleh ketidaksiapan mental, pemikiran yang lebih modern, dan meningkatnya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). 

Selain itu, banyaknya kasus perselingkuhan juga membuat sebagian orang enggan untuk menjalin hubungan. Terakhir, tingginya angka perceraian juga menjadi faktor yang membuat seseorang memilih untuk tetap melajang. 

Data dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, jumlah talak dan perceraian di Jawa Timur meningkat secara signifikan. Di Aceh sendiri faktor lainnya disebabkan oleh tingginya Jeunamee atau mahar yang memberatkan mempelai laki-laki.

Baca juga: Pangeran Mateen Sah Nikahi Anisha Rosnah, Beri Mahar 1.000 Ringgit Brunei Darussalam

Penurunan angka pernikahan di Aceh dan Indonesia secara keseluruhan dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks, termasuk perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah tersebut. 

Data statistik terbaru dari BPS juga menguatkan argumen ini, menunjukkan perlunya pemahaman mendalam tentang masalah pernikahan di Indonesia untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat, terutama di wilayah seperti Aceh. 

Penulis juga mengharapkan Majelis Adat Aceh juga meninjau ulang terkait perhitungan mahar atau Jeunamee dalam bentuk mayam menjadi gram untuk mengurangi biaya pernikahan. 

Hal ini diharapkan mempermudah mempelai laki-laki dalam melangsungkan pernikahan.

*) PENULIS adalah Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry, email: syaukassigli@gmail.com

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Berita Terkini