Cut Intan Nabila Bertahan Demi Anak Meski Alami KDRT, Dokter Ungkap Dampak Orangtua Bertengkar

Editor: Nurul Hayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Selebgram Cut Intan Nabila Bongkar Rekaman CCTV KDRT, Dipukul Suami Berkali-kali

"Bukan hanya soal cedera atau trauma fisik semata, melainkan efeknya terhadap otak dan mental bayi tersebut," ujar dokter spesialis anak, Kurniawan Satria Denta, dalam Surat dari Dokden, dikutip Kompas.com atas izin, Selasa (13/8/2024).

SERAMBINEWS.COM -  Melalui unggahan akun Instagram @cut.intannabila, Selasa (13/8/2024), korban membagikan rekaman CCTV tindak kekerasan suami yang dilakukan tepat di depan anaknya yang masih bayi.

Intan mengaku, selama lima tahun berumah tangga, suaminya beberapa kali melakukan tindak penganiayaan terhadap dirinya.

"Selama ini saya bertahan karena anak, ini bukan pertama kalinya saya mengalami KDRT, ada puluhan video lain yang saya simpan sebagai bukti, 5 tahun sudah berumah tangga, banyak nama wanita mewarnai rumah tangga saya, beberapa bahkan teman saya," tulisnya.

Dokter anak mengungkapkan, pertengkaran serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di depan anak akan berdampak buruk pada kondisi otak dan mental buah hati. 

"Bukan hanya soal cedera atau trauma fisik semata, melainkan efeknya terhadap otak dan mental bayi tersebut," ujar dokter spesialis anak, Kurniawan Satria Denta, dalam Surat dari Dokden, dikutip Kompas.com atas izin, Selasa (13/8/2024).

Pernyataan Denta tersebut menanggapi maraknya kasus KDRT belakangan, termasuk dugaan kekerasan yang dialami selebgram Cut Intan Nabila.

Efek negatif bertengkar di depan anak Dokter anak dari Mayapada Hospital Kuningan, Jakarta Selatan itu menjelaskan, sebuah penelitian memperlihatkan bahwa bayi sudah dapat merasakan stres, serta mendengar dan melihat orangtuanya bertengkar. 

Kondisi tersebut tentu dapat berdampak negatif terhadap perkembangan otak dan mental anak.

Menurut dia, bayi yang sering terpapar konflik keluarga menunjukkan respons stres yang lebih tinggi.

 "Termasuk peningkatan aktivitas di bagian otak yang terkait dengan pengelolaan emosi dan stres," terang Denta.

Baca juga: Cara Lapor ke Kompas Perempuan Jika Alami KDRT Seperti Kasus Viral Selebgram Cut Intan Nabila

Meski belum mampu mengekspresikan pikiran secara lisan, respons stres yang bayi tunjukkan benar-benar hadir jika diperiksa secara obyektif dari respons biologis tubuh.

Denta mengatakan, saat terpapar stres, tubuh umumnya akan merespons dengan tanda-tanda seperti jantung berdebar-debar, mual, sakit perut, atau gejala lainnya.

Sementara itu, guna melihat respons bayi, para peneliti menggunakan metode seperti memasang elektroda pada dada untuk mengukur variasi halus dalam detak jantung.

Metode ini dapat memberikan gambaran tentang sistem saraf parasimpatis bayi, sistem yang membantu manusia rileks dan pulih dari stres.

Sayangnya, penelitian tersebut menunjukkan, bayi yang sering terpapar konflik keluarga memiliki pola variasi detak jantung mirip seperti orang yang mempunyai gangguan stres dan masalah emosional.

"Sistem saraf parasimpatis mereka tampak lebih sulit untuk menenangkan diri, yang bisa menyebabkan masalah perilaku, emosional, dan kesehatan di masa depan," lanjutnya.

Tidak hanya itu, penelitian yang memindai otak anak turut menemukan, bayi yang sering mendengar pertengkaran di rumah memiliki aktivitas otak berbeda dari bayi lainnya.

Bayi dari rumah tangga dengan konflik tinggi memperlihatkan peningkatan aktivitas pada bagian otak yang mengelola emosi dan stres, terutama ketika mendengar suara marah-marah.

Baca juga: Jadi Pelaku KDRT Cut Intan Nabila, Armor Toreador Dipecat dari HIPMI

"Efeknya ya kalau tidak dilakukan pencegahan lebih lanjut, akan terjadi hingga si bayi dewasa nanti," tutur Denta.

Dia menambahkan, orang dewasa yang masa kecilnya sering terpapar pertengkaran atau emosi negatif orangtua, akan jauh lebih sulit untuk mengelola emosi dengan baik.

"Gampangannya gini, orangtua yang berantem mulu pas anaknya masih bayi, ntar pas bayinya gede nanti, bakal kena mulu mental health-nya," kata dia.

Bagaimana jika telanjur bertengkar di depan anak?

Denta menyampaikan, jika anak atau bayi pernah terpapar konflik keluarga, orangtua tidak perlu merasa putus asa.

Sebab, penelitian selanjutnya menemukan, efek stres anak akibat konflik keluarga masih bisa diperbaiki mengingat otak bayi masih sangat fleksibel.

Pertama, dia menyarankan, suami dan istri harus saling berbaikan dan minta maaf kepada anak yang harus menyaksikan pertengkaran.

"Kalau sudah telanjur kejadian, jangan lupa minta maaf ke bayi kamu, berdua sama suami," ujarnya.

Pastikan pula untuk mengelus kepala bayi lantaran sentuhan penuh kasih yang sering diberikan ke anak dapat membantu membalikkan efek stres.

"Jangan lupa pengasuhan yang hangat, sensitif, dan responsif dapat melindungi bayi-bayi juga dari efek negatif lingkungan yang penuh stres," pungkasnya. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Marak Kasus KDRT, Dokter Soroti Efek Pertengkaran Orangtua di Depan Anak", 

Baca juga: Anak Cut Intan Nabila juga Jadi Korban KDRT: KPAI: Terjadi di Ranah Privat yang Sulit Ditembus

Berita Terkini