Jelang Pilkada Aceh

Keputusan MK Tak Berdampak ke Aceh

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua KIP Aceh, Saiful

Jadi keputusan MK itu tidak berdampak untuk kita di Aceh, karena kita ada kekhususan, sejauh pasalnya di UUPA dan qanun itu tidak dijudicial review. Saiful, Ketua KIP Aceh 

Ketua KIP Aceh Saiful SE mengatakan, keputusan MK yang memutuskan menurunkan ambang batas kursi parpol sebagai syarat pencalonan kepala daerah, tidak memberikan dampak terhadap Pilkada di Aceh. Hal itu karena dalam melaksanakan Pilkada, KIP Aceh mengacu kepada UU Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006 dan Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota, sebagai kekhususan Aceh.

"Kalau kita di Aceh, syaratnya untuk maju di Pilkada sejak awal itu memiliki 15 persen kursi di DPRA atau DPRK, atau memiliki 15 persen akumulasi suara sah, jadi pegangan kita di situ," ujar Saiful kepada Serambi, Selasa (20/8/2024).

Menurutnya, yang digugat dan diputuskan oleh MK itu adalah UU nomor 10 tentang Pilkada. Sedangkan Aceh sejak awal memang tidak pernah mengacu kepada UU tersebut, karena kekhususan Aceh, Pilkada di Aceh memiliki regulasi tersendiri.

"Jadi keputusan MK itu tidak berdampak untuk kita di Aceh, karena kita ada kekhususan, sejauh pasalnya di UUPA dan qanun itu tidak dijudicial review," ujar Saiful.

Ia mengatakan, pada UU nasional syarat maju ke Pilkada adalah 20 persen, sedangkan Aceh sejak dulu memang sudah 15 persen. "Dalam hal usia kita juga beda sama nasional, kalau nasional kan sudah minimal 25 tahun syaratnya, kita tetap 30 tahun," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, MK kemarin telah memutuskan beberapa perkara gugatan terkait UU Pilkada. Adapun beberapa di antaranya seperti aturan penetapan batas usia calon kepala daerah, syarat partai ajukan calon kepala daerah hingga syarat ambang batas. Putusan ini pun membuat perbedaan pada proses pilkada nanti. 

Misalnya, sebelumnya mensyaratkan pasangan calon kepala daerah harus diusung partai politik atau gabungan partai dengan perolehan 25 persen suara atau 20 persen kursi DPRD, ketentuan ini hanya berlaku bagi partai yang memperoleh kursi di DPRD.

Dalam putusan MK kali ini, hakim menyatakan partai yang tidak memperoleh kursi DPRD tetap bisa mengusung paslon selama memenuhi syarat persentase yang dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Aturan itu tertuang dalam Pasal 40 Ayat (1) yang diubah MK.

Khusus untuk Jakarta, syarat yang diperlukan partai untuk mengusung paslon yakni harus memiliki 7,5 persen suara hasil pemilihan legislatif (pileg). Angka 7,5 persen ini ditentukan berdasarkan jumlah DPT Jakarta yang mencapai lebih dari delapan juta.

Berdasarkan putusan MK, maka Pasal 40 Ayat (1) mensyaratkan partai yang mengusung pasangan calon di provinsi dengan jumlah DPT antara 6-12 juta adalah 7,5 persen.

Jumlah itu telah dipenuhi PDIP untuk mengusung pasangan calon di Pilgub DKI Jakarta tanpa harus berkoalisi. Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu memperoleh 850.174 suara atau 14,01 persen di DKI Jakarta berdasarkan hasil Pileg 2024.

Dengan situasi terkini, maka Anies Baswedan yang sebelumnya nyaris gagal berlayar untuk periode kedua di DKI Jakarta kembali berpeluang kuat. Ketua DPP PDIP Said Abdullah sempat mengakui bahwa ada rencana PDIP mendukung Anies. Menurut Said, Anies awalnya akan dipasangkan dengan kader PDIP Hendrar Prihadi. Said mengaku bahkan telah berkomunikasi langsung dengan Anies. Namun, kalaupun ada perubahan di tingkat nasional, di Aceh aman-aman saja. Soalnya, Aceh mengacu kepada UUPA, sebagaimana dikatakan Ketua KIP Aceh Saiful.(mun)

Berita Terkini