SERAMBINEWS.COM – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 telah selesai.
Secara umum, pemungutan suara Pilkada 2024 pada Rabu 27 November 2024 berjalan dengan lancar.
Di Aceh, hingga Kamis (28/11/2024) belum ada laporan insiden yang menyebabkan batalnya pemungutan suara di daerah-daerah.
Hasil pemungutan suara pun pelan-pelan mulai diketahui, melalui berbagai sumber.
Selain konferensi pers berisi klaim kemenangan dari pasangan calon, hasil pemungutan suara di berbagai daerah di seluruh Indonesia juga bisa dilihat di website Info Publik KPU RI (pilkada2024.kpu.go.id), jagasuara.org, kawal suara, dan lainnya.
Dari berbagai sumber itu, terlihat kemenangan yang bervariasi antarpara calon.
Ada yang menang besar dengan selisih 10 hingga 30 persen, namun ada juga yang unggul sangat tipis, berkisar 0 koma hingga 2 persen.
Di Aceh, pemantauan Serambinews.com dari berbagai sumber menunjukkan persaingan ketat terjadi di beberapa daerah.
Seperti biasa, setelah hasil pilkada mulai terlihat, muncul pembicaraan di kalangan paslon, terutama di timses paslon yang kalah tipis akan kemungkinan melakukan gugatan atau perselisihan hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka pun mulai membicarakan, apa saja sih persyaratan untuk menggugat atau mempersengketakan hasil pilkada ini ke MK?
Minimal 2 Persen
Berdasarkan penelusuran Serambinews.com, tidak semua hasil pilkada bisa dipersengketakan ke Mahkamah Konstitusi.
Dikutip dari website Mahkamah Konstitusi, berikut penjelasan Panitera Muda I Triyono Edy Budhiarto, mengenai persyaratan formil ambang batas pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) sebagaimana ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 (UU Pilkada).
Penjelasan ini disampaikan oleh Triyono Edy pada acara Bimbingan Teknis Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (PHP Kepala Daerah/Kada) Tahun 2024 bagi Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Musamus (Unmus), Merauke, Papua Selatan pada Senin-Selasa, 14-15 Oktober 2024 lalu.
Triyono memaparkan, Pasal 158 UU 10/2016 (UU Pilkada) itu akan diberlakukan setelah Pemeriksaan Persidangan atau dipertimbangkan setelah Pemeriksaan Persidangan (lanjutan) bersama-sama dengan Pokok Permohonan.
Pemohon dalam permohonannya tetap menguraikan Pasal 158 UU 10/2016 dalam kedudukan hukum dengan menghubungkannya pada Pokok Permohonan untuk menjelaskan kepada Mahkamah bahwa penerapan Pasal 158 UU 10/2016 dapat ditunda keberlakuannya sehingga harus dibuktikan dalam Pemeriksaan Persidangan (lanjutan).
“Jadi, tidak dipertimbangkan di awal, tapi MK akan membawa sampai mempertimbangkan, mempersidangkan pokok permohonan,” ujar Edy di hadapan sekitar 100 peserta bimbingan teknis di Universitas Musamus, Kota Merauke, Provinsi Papua Selatan pada Senin (14/10/2024).
Jika dikelompokkan terdapat empat ambang batas yaitu:
• 2 persen untuk provinsi dengan penduduk di bawah 2 juta jiwa atau kabupaten/kota dengan penduduk di bawah 250 ribu jiwa
• 1,5 persen untuk provinsi dengan penduduk 2 juta sampai enam juta jiwa atau kabupaten/kota dengan penduduk 250 ribu sampai 500 ribu jiwa
• 1 persen untuk provinsi dengan penduduk 6 juta sampai 12 juta jiwa atau kabupaten/kota dengan penduduk 500 ribu sampai 1 juta jiwa
• 0,5 persen untuk provinsi dengan penduduk di atas 12 juta atau kabupaten/kota dengan penduduk di atas 1 juta jiwa.
Kemudian Edy menjelaskan cara menghitung persentase selisih perolehan suara dalam pemilihan gubernur.
Contohnya, Provinsi X dengan jumlah penduduk 1.905.121 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan Termohon atau Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Apabila dalam provinsi tersebut total suara sah mencapai 1.837.300 suara sah, maka 2 persennya dari total suara tersebut diperoleh angka 36.746 suara sebagai ambang batas selisih suara antarpasangan calon (paslon).
Ketika ada paslon A mendapatkan 637.200 suara, paslon B memperoleh 601.500 suara, dan paslon C 598.600 suara, maka selisih paslon A dan paslon B adalah 35.700 suara (637.200 – 601.500).
Selisih suara itu (35.700 suara) berada di bawah angka ambang batas yang telah dihitung (36.746 suara) di atas sehingga memenuhi syarat Pasal 158 UU Pilkada.
Lebih lanjut Edy menjelaskan permohonan PHP Kada dapat diajukan melalui luring (offline) dan daring (online) oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota atau pemantau pemilihan bagi pemilihan yang hanya diikuti satu paslon.
Permohonan diajukan paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU.
Mahkamah memaknai penetapan dimaksud sekaligus adalah pengumuman KPU.
Selanjutnya, MK memutus perkara PHP Kada paling lama 45 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam e-BRPK. Putusan Mahkamah dapat berupa Putusan atau Ketetapan.
MK dapat menjatuhkan putusan sela yang berisi perintah kepada Termohon dan/atau pihak lain untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan objek yang dipersengketakan lalu hasilnya dilaporkan kepada Mahkamah.(*)