Konflik Suriah

SOSOK Abu Mohammed al-Jawlani yang Berhasil Gulingkan Rezim Bashar Al Assad, Ini Karier Militernya

Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kelompok HTS di Suriah di bawah kepempinan Abu Mohammed al-Jawlani berhasil menggulingkan rezim Presiden Assad. (AFP)

SERAMBINEWS.COM  - Pemerintahan Presiden Bashar Al Assad yang telah berkuasa di Suriah selama 24 tahun akhirnya runtuh. 

Assad diketahui kabur dengan pesawat dan hingga berita ini diturunkan belum diketahui keberadaannya. Namun, kabar beredar, Bashar al-Assad bersama keluarganya telah berada Moskow, Rusia.

Para pemberontak yang dipimpin Abu Mohammed al-Jawlani dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Al Jazeera mengatakan setelah 50 tahun penindasan di bawah pemerintahan Baath dan 13 tahun kejahatan, tirani, serta pengungsian, dan setelah perjuangan panjang melawan segala bentuk kekuatan pendudukan, akhirnya, hari ini 8 Desember 2024, diumumkan berakhirnya era kelam itu dan dimulainya era baru bagi Suriah.

Selain itu, dua pejabat tinggi militer Suriah mengatakan kepada Reuters bahwa Presiden Assad dan keluarganya meninggalkan Damaskus kala pemberontak anti-rezim telah memasuki ibu kota tanpa adanya tanda-tanda penempatan pasukan militer negara.

Lalu siapa sebenarnya pemimpin pemberontak yang meruntuhkan rezim Al Assad? 

Kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang dipimpin Abu Mohammed al-Jawlani melancarkan serangan mendadak ke wilayah utara Suriah.

Akibatnya pasukan pemberontak tersebut berhasil merebut kota strategis Aleppo.

Sejak pada Minggu (1/12/2024), mereka dilaporkan telah menguasai "sebagian besar" kota terbesar kedua di negara itu dan bergerak maju menuju Hama di selatan. 

Serangan ini mengguncang rezim Bashar al-Assad yang telah lama bergantung pada dukungan Rusia dan Iran untuk mempertahankan kekuasaannya.

Kelompok HTS sendiri yang memiliki sejarah panjang dan terlibat dalam konflik Suriah.

Dilansir BBC International, Senin (9/12/2024), kelompok HTS didirikan dengan nama lain, Jabhat al-Nusra, pada tahun 2011 sebagai afiliasi langsung Al Qaeda. 

Kelompok HTS di Suriah di bawah kepempinan Abu Mohammed al-Jawlani berhasil menggulingkan rezim Presiden Assad. (AFP) (AFP)

Pemimpin kelompok yang menamakan diri Negara Islam (IS), Abu Bakr al-Baghdadi, juga terlibat dalam pembentukannya. 

Kelompok ini dianggap sebagai salah satu kelompok yang paling efektif dan mematikan yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Kelompok ini juga dianggap berseberangan dengan koalisi pemberontak utama di bawah bendera Free Syria.

Pada 2016, pemimpin kelompok tersebut, Abu Mohammed al-Jawlani, secara terbuka memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda, membubarkan Jabhat al-Nusra, dan mendirikan organisasi baru, yang mengambil nama Hayat Tahrir al-Sham (HTS) ketika bergabung dengan beberapa kelompok serupa lainnya setahun kemudian.

Kini, pada Desember 2024, Pasukan pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Damaskus menyatakan ibu kota "sudah dibebaskan" dari penguasa lama Bashar al-Assad.

Pasukan rezim  Bashar al-Assad dilaporkan mundur pada Minggu (8/12/2024).

Abu Mohammed al-Jawlani, pemimpin kelompok HTS yang memelopori penggulingan Assad, mengatakan kepada massa yang bersorak di sebuah masjid di Damaskus bahwa ini adalah "kemenangan bagi seluruh negara Muslim" dan menjadi "halaman baru" bagi negara-negara di kawasan.

Ia mengatakan bahwa Suriah sebelumnya menjadi "taman bermain bagi ambisi Iran" di bawah Assad, namun hari ini semua orang dapat "bernapas dengan bebas".

Sementara, Perdana Menteri (PM) Suriah, Mohammed Ghazi al-Jalali, mengatakan dia tetap berada di Damaskus dan bahwa dia siap membantu melakukan upaya yang terbaik demi rakyat Suriah.

Dia juga menginginkan pemilihan umum yang bebas di Suriah untuk menentukan siapa pemimpin Suriah yang baru. Ghazi al-Jalali mengatakan hal itu dalam wawancara dengan Al-Arabiya yang dikutip Reuters.

Dia juga mengaku telah melakukan kontak dengan pemimpin pemberontak, Abu Mohammed al-Jawlani tentang masa transisi. 

Dalam pidato yang disiarkan di media sosial, Mohammed Ghazi al-Jalali juga mengatakan bahwa Suriah "dapat menjadi negara normal yang membangun hubungan baik dengan tetangganya dan dunia".

Sebelumnya baku tembak dilaporkan terjadi di pusat ibu kota Suriah, Damaskus. Ini terjadi ketika kelompok pemberontak yang menentang pemerintahan Presiden Assad melanjutkan serangan kilat mereka di seluruh negeri. Klaim kelompok pemberontak bahwa Damaskus telah mereka kuasai terjadi setelah mereka mengaku telah "membebaskan sepenuhnya" kota Homs.

Bebaskan seluruh tahanan

Saat pasukan pemberontak menyerbu Suriah, mereka membebaskan tahanan dari penjara pemerintah.

Rekaman video menunjukkan para tahanan dibebaskan dari penjara Saydnaya yang terkenal di Suriah—termasuk seorang anak kecil yang ditahan bersama ibunya—setelah pemberontak menguasai negara tersebut.

Anak tersebut terlihat dalam rekaman video unggahan Asosiasi Tahanan dan Orang Hilang di Penjara Sednaya (ADMSP) yang berbasis di Turki, memperlihatkan para perempuan dibebaskan dari tahanan tersebut.

"Dia (Assad) telah jatuh. Jangan takut," ucap suara daralam video tesebut, yang tampaknya mencoba meyakinkan para perempuan bahwa kini mereka aman.

Video yang diverifikasi oleh kantor berita AFP menunjukkan warga Suriah bergegas untuk melihat apakah kerabat mereka termasuk di antara mereka yang dibebaskan dari Saydnaya, tempat ribuan pendukung oposisi dikatakan telah disiksa dan dieksekusi di bawah rezim Assad.

Sebelumnya, Kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) telah menguasai Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, melalui serangan mendadak yang dipimpin oleh Abu Mohammed al-Jawlani (Abu Mohammed al-Golani).

Al-Jawlani adalah sosok yang pernah membelot dari al-Qaeda dan ISIS. Dia juga dikenal sebagai pemimpin kelompok penentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

Abu Mohammed al-Jawlani, yang dituduh sebagai pelanggar hak asasi manusia, memimpin HTS, yang merupakan jaringan al-Qaeda dan telah dilabeli sebagai organisasi teroris oleh banyak negara.

Dulunya, pemerintah Amerika Serikat (AS) menawarkan hadiah sebesar $10 juta (sekitar Rp158 miliar) bagi siapa saja yang dapat menangkapnya. 

Dikutip dari BBC, identitas asli al-Jawlani menjadi perdebatan. Dalam wawancara dengan PBS, ia mengaku bernama asli Ahmed al-Sharaa, lahir di Riyadh, Arab Saudi, dan dibesarkan di Damaskus, Suriah.

Namun, laporan lain menyebutkan bahwa ia mungkin lahir di Deir ez-Zor, Suriah Timur, dengan rentang tahun kelahiran yang berbeda-beda, antara 1975 hingga 1981.

Karier Militer dan Kepemimpinan HTS
 
Al-Jawlani bergabung dengan al-Qaeda di Irak setelah invasi militer koalisi yang dipimpin AS pada 2003. 

Ia ditangkap oleh pasukan AS pada 2010 dan dipenjara di Camp Bucca, di mana ia bertemu dengan berbagai kombatan militan. 

Setelah dibebaskan, ia menjadi komandan kelompok bersenjata Nusra, yang terafiliasi dengan ISIS, sebelum memutuskan hubungan dengan ISIS pada 2013 dan beralih ke al-Qaeda.

Pada 2017, al-Jawlani menggabungkan berbagai kelompok milisi di Suriah untuk membentuk Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan menjabat sebagai pemimpin.

Di bawah kepemimpinannya, HTS menjadi kelompok dominan di wilayah Idlib dan sekitarnya, yang kini dihuni sekitar empat juta jiwa akibat arus pengungsi.

Sebelum masa peperangan, sekitar 2,7 juta warga tinggal di wilayah itu. Sejumlah pihak memperkirakan penduduk di daerah tersebut bertambah menjadi sekitar empat juta jiwa lantaran arus masuk pengungsi.

Kelompok al-Jawlani menguasai "Pemerintahan Keselamatan" yang bertindak layaknya otoritas lokal di Provinsi Idlib dengan memberikan layanan kesehatan, pendidikan, serta keamanan.

Pada 2021, al-Jawlani berkata media PBS bahwa pihaknya tidak mengikuti strategi jihad global ala al-Qaeda, melainkan fokus pada upaya menjungkalkan Presiden al-Assad.

AS dan negara-negara Barat pun memiliki tujuan yang sama dengan dirinya. "Wilayah ini tidak merepresentasikan ancaman keamanan kepada Eropa dan Amerika," katanya.

HTS diketahui menegakkan hukum Islam di wilayah kendalinya, tetapi dengan cara yang lebih longgar dibanding kelompok-kelompok jihad lainnya. Kelompok tersebut juga secara terbuka menjalin hubungan dengan komunitas Kristen dan kelompok non-Muslim lain.

Hal ini membuat HTS sempat dikritik kelompok jihad lain karena dianggap terlalu moderat. Sementara itu, organisasi HAM menuduh HTS melakukan penindasan terhadap aksi protes dan telah melakukan pelanggaran HAM. Namun al-Jawlani membantah tuduhan ini. HTS dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh sejumlah negara Eropa, Timur Tengah, serta Dewan Keamanan PBB.

(*/Tribun-medan.com/Tribunnews.com/BBC)

 

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul SOSOK Pemimpin HTS Abu Mohammed al-Jawlani yang Berhasil Tumbangkan Rezim Presiden Bashar Al Assad

Baca juga: Tim Penyelamat Suriah Cari Ruang Bawah Tanah Rahasia di Penjara Sednaya, Sel Penyiksaan Paling Kejam

Berita Terkini