Jurnalisme Warga

Pendidikan di Pulo Aceh, Antara Dedikasi Guru dan Keindahan Alam

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MUKHLIS, S.E., M.M., Staf Dinas Pendidkan Aceh, melaporkan dari Pulo Aceh, Kabuoaten Aceh Besar

MUKHLIS, S.E., M.M., Staf Dinas Pendidkan Aceh, melaporkan dari Pulo Aceh, Kabuoaten Aceh Besar

Pendidikan di daerah terpencil selalu menjadi tantangan besar, tetapi juga menyimpan cerita luar biasa tentang ketangguhan dan semangat tanpa batas. Itu pula yang kami rasakan saat melakukan perjalanan ke SMA Negeri 1 Pulo Aceh yang terletak di Desa Alue Riyeung, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, belum lama ini.

Pulo Aceh, atau lebih dikenal dengan nama Pulau Nasi, adalah salah satu daerah terluar di Aceh Besar yang memiliki keindahan alam yang memukau sekaligus tantangan besar dalam hal akses dan fasilitas pendidikan.

Pada pagi yang cerah itu, tim Dinas Pendidikan Aceh yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Pak Marthunis ST, DEA bersama sejumlah pengawas sekolah dan kepala sekolah yang tergabung dalam pengurus MKKS SMA se-Kabupaten Aceh Besar, memulai perjalanan menuju Pulo Aceh.

Kami menumpang feri Papuyu yang mengantarkan kami melewati laut lepas menuju pulau ini, yang memakan waktu hampir dua jam dari Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.

Perjalanan menuju Pulo Aceh tidak hanya menawarkan tantangan logistik, tetapi juga membuka mata kami tentang betapa pentingnya upaya untuk mengembangkan kualitas pendidikan di daerah yang jauh dari keramaian.

Untuk sampai ke pulau ini, kami harus menempuh perjalanan laut yang gelombang dan arusnya cukup kuat. Namun, inilah kenyataan yang harus dihadapi siapa pun yang berkomitmen untuk mengabdi di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh semua jenis kendaraan.

Sesampainya di SMA Negeri 1 Pulo Aceh, kami disambut meriah oleh kepala sekolah, dewan guru, siswa-siswi, serta sejumlah tokoh masyarakat adat dan muspika setempat.

Tarian likok pulo, tarian andalan daerah ini, dipersembahkan dengan penuh semangat oleh para siswa. Tarian ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga menunjukkan kebanggaan mereka terhadap identitas budaya mereka yang kuat.

Dalam acara penyambutan yang penuh kehangatan itu, Kadisdik Aceh menyampaikan pesan yang sangat penting bagi kami semua.

"Pendidikan di Pulo Aceh harus setara dengan daerah lainnya. Kita harus memastikan bahwa semua anak-anak Aceh, di mana pun berada, mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Tarian yang mereka tunjukkan tadi adalah bukti bahwa mereka penuh potensi, dan kita harus mewujudkan potensi ini dengan pendidikan yang setara," ujarnya.

Kata-kata itu sangat menyentuh hati, mengingat betapa sulitnya akses terhadap fasilitas pendidikan di daerah terpencil seperti ini.

Setelah acara pertemuan selesai, kami diajak makan siang bersama. Menariknya, menu makan siang tersebut disiapkan oleh salah seorang guru yang telah mengabdi di SMA Negeri 1 Pulo Aceh lebih dari lima tahun. Guru tersebut adalah pengusaha catering yang terkenal di Banda Aceh. Dia rela meninggalkan kenyamanan hidupnya di kota untuk mengabdi di pulau ini.

Dengan mobil boks, dia bawa berbagai hidangan lezat yang siap disajikan kepada tamu undangan. Ini adalah gambaran nyata tentang dedikasi luar biasa yang diberikan oleh guru-guru di pulau ini, meskipun fasilitas yang ada masih sangat terbatas.

Makan siang berlangsung di bawah tenda yang didirikan di halaman sekolah. Usai makan siang dan shalat Zuhur berjemaah, seluruh guru dan pengurus MKKS berkumpul untuk berdiskusi dengan Kadisdik Aceh tentang berbagai tantangan dan harapan mereka.

Diskusi tersebut mencakup kebutuhan akan prasarana dan sarana sekolah yang belum memadai, hingga tantangan mental yang harus dihadapi oleh para guru yang sudah bertugas di sini selama bertahun-tahun.

Beberapa guru yang tergabung dalam program SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) menceritakan pengalaman pahit manisnya perjuangan dalam mengabdi, ada yang telah hampir delapan hingga sepuluh tahun mengabdi di Pulo Aceh.

Kisah-kisah mereka begitu menyentuh, mengingat betapa besar pengorbanan yang mereka lakukan untuk mencerdaskan anak-anak di daerah ini. Namun, di balik cerita keluh kesah mereka, ada tekad yang kuat untuk tetap bertahan dan memberikan yang terbaik bagi generasi muda.

“Kami di sini seperti pasukan yang harus bertahan dalam segala situasi. Kondisi di sini memang tidak mudah, tetapi semangat untuk mendidik tidak pernah pudar,” ujar seorang guru dengan linangan air mata, tapi penuh semangat.

Diskusi berlanjut hingga sore, sebelum akhirnya kami diajak Kadisdik Aceh untuk meninjau sejumlah tempat wisata di Pulo Aceh. Keindahan alam yang luar biasa, dengan pemandangan laut biru dan eksotis, seakan mengingatkan kami bahwa di tengah keterbatasan, Pulo Aceh memiliki potensi besar untuk berkembang.

Laut yang jernih, pantai yang tenang dan indah, serta hamparan alam yang masih asri memberikan sensasi kedamaian dan keindahan yang jarang ditemukan di tempat lain.

Keindahan ini menjadi potensi besar bagi Pulo Aceh untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata menarik, yang juga bisa mendukung kemajuan ekonomi dan pendidikan setempat.

Malamnya, kami menginap di SMA Negeri 1 Pulo Aceh. Meski fasilitasnya sederhana, semuanya cukup nyaman dan tertata rapi. Kepala sekolah dan para guru yang tinggal di sekolah ini sangat perhatian terhadap kenyamanan tamu. Suasana menginap di sini terasa hangat dan menyenangkan berkat keramahan mereka.

Eesok harinya, beberapa anggota tim kembali ke Banda Aceh naik boat warga sebagai sarana transportasi alternatif, karena itu adalah satu-satunya cara yang dapat diakses oleh masyarakat setempat menuju daratan.

Malam itu, kepada kami dihidangkan ikan bakar segar. Pulo Aceh memang dikenal dengan keberagaman spesies ikan di lautnya. Suasana kebersamaan semakin terasa saat kami menikmati hidangan khas daerah ini bersama-sama.

Paginya, sebelum kami kembali ke Banda Aceh, dewan guru telah menyiapkan ‘sound system’ di halaman sekolah untuk kegiatan senam jantung sehat. Kegiatan ini tidak hanya bermanfaat untuk menjaga kebugaran, tetapi juga menjadi kesempatan bagi kami untuk mempererat hubungan dengan para guru yang dengan sepenuh hati menyambut kami selama menginap di sana.

Dalam perjalanan pulang, meskipun arusnya kuat, kami pulang dengan membawa banyak pelajaran berharga. Pendidikan di daerah terpencil seperti Pulo Aceh membutuhkan perhatian serius dari pemerintah, terutama dalam hal peningkatan prasarana dan sarana.

Namun, yang tak kalah pentingnya adalah komitmen dan dedikasi para guru yang mengabdi di tempat ini. Mereka harus menghadapi banyak tantangan, baik dalam hal logistik maupun keterbatasan lainnya. Meskipun begitu, mereka tetap menjadi kunci utama dalam membangun masa depan pendidikan di Aceh, khususnya di daerah-daerah terpencil.

Selain fokus pada kemajuan pendidikan, pemerintah hendaknya juga dapat memperhatikan potensi pariwisata di Pulo Aceh. Keindahan alamnya sangat berpotensi menjadikan pulau ini sebagai destinasi wisata unggulan yang dekat dengan Kota Banda Aceh.

Jika kemajuan pendidikan dan pariwisata berjalan seiring, dampak positifnya bagi masyarakat setempat akan sangat besar,

Ke depannya, perhatian terhadap daerah-daerah terpencil seperti Pulo Aceh harus terus ditingkatkan. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan memanfaatkan potensi alam serta budaya, kita bisa memastikan bahwa setiap anak Aceh memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan layak dan masa depan yang cerah. (*)

Berita Terkini