Berita Luar Negeri

Suriah Berlakukan Jam Malam, Kekerasan Terhadap Sipil Meningkat, Dewan Militer Pembebasan Diumumkan

Penulis: Agus Ramadhan
Editor: Nur Nihayati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PEGANG SENJATA - Militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah terlihat meneteng senjata di jalan-jalan negara itu.

Suriah Berlakukan Jam Malam, Kekerasan Terhadap Sipil Meningkat, Dewan Militer Pembebasan Diumumkan

SERAMBINEWS.COM – Rezim Suriah telah mengumumkan jam malam di sejumlah wilayah negara itu setelah unjuk rasa besar-besaran digelar sebagai protes terhadap meningkatnya kekerasan rezim terhadap warga sipil.

Kota pelabuhan barat laut Tartus dan seluruh provinsi Homs diberlakukan jam malam pada Kamis (6/3/2025) malam.

Jam malam juga telah diumumkan di Latakia hingga pukul 10:00 waktu setempat pada Juma (7/3/2025).

Jam malam diberlakukan menyusul protes massal oleh kaum Alawi dan Muslim Syiah, yang mengutuk tindakan kekerasan rezim tersebut.

Mereka menuduh pemerintah sementara Suriah lebih mengutamakan kekuasaan daripada membangun kembali negaranya.

Akibatnya, Pasukan keamanan Suriah disergap oleh kelompok bersenjata loyalis Bashar Al-Assad di Latakia. Setidaknya 15 pasukan keamanan Suriah tewas.

Sementara itu, pasukan pemerintah menewaskan sekitar 70 mantan pejuang rezim. 

DEMO SURIAH - Demonstrasi di Lapangan al-Karama di pusat As-Suwayda menentang pemerintahan HTS pada tanggal 6 Maret 2025. (Press TV)

Sedangkan 25 orang lainnya ditangkap di Jableh dan sekitarnya.

Serangan itu terjadi Kamis (6/3/2025), di dekat Kota Jableh, Provinsi Latakia, yang merupakan wilayah pantai.

Lokasi tersebut merupakan jantung dari sekte minoritas Alawi, yang merupakan asal keluarga Bashar Al-Assad.

Sumber dari keamanan Suriah mengungkapkan 15 personel keamanan terbunuh dalam berbagai penyergapan bersenjata.

“Suriah akan memaksakan kewenangannya pada semua kelompok di luar hukum, dan tak akan membiarkan keamanan terancam,” ujar sumber tersebut.

Dewan Tertinggi Islam Alawi di Suriah mengeluarkan pernyataan, mengecam meningkatnya kekerasan rezim, termasuk pemboman udara terhadap rumah-rumah warga sipil dan pemindahan paksa penduduk mereka.

Pernyataan itu menghimbau warga Suriah untuk melakukan aksi duduk damai dan menahan diri dari merusak properti atau terlibat dalam pertikaian sektarian.

Bentrokan hebat telah dilaporkan di Suriah barat antara sisa-sisa Tentara Arab Suriah dan kelompok ekstremis yang didukung oleh Barat yang telah terintegrasi ke dalam pemerintahan baru.

Dewan Militer untuk Pembebasan Suriah diumumkan

Sebuah pernyataan yang dikaitkan dengan mantan perwira rezim Suriah Brigadir Jenderal Ghiath Suleiman Dalla telah beredar di media sosial.

Pernyataan tersebut mengumumkan pembentukan dan peluncuran “Dewan Militer untuk Pembebasan Suriah.”

Hal ini menyusul serangan terkoordinasi terhadap pasukan rezim di provinsi Latakia, yang mengakibatkan tewasnya lebih dari 15 personel keamanan.

Menurut pernyataan tersebut, tujuan dewan tersebut adalah untuk “membebaskan seluruh wilayah Suriah dari semua pasukan teroris pendudukan,” dan “menggulingkan rezim saat ini dan membongkar aparat keamanan sektarian yang menindas.”

Pernyataan tersebut menyerukan kepada warga Suriah dari berbagai sekte, wilayah, dan etnis untuk “bergabung dengan kami dan berdiri bersama kami di momen bersejarah ini.”

Ia mendesak masyarakat internasional untuk “mendukung keinginan rakyat Suriah untuk membebaskan diri dari penindasan dan tirani yang disamarkan dalam terminologi yang tidak jelas.”

Tak lama setelah serangan militan yang didukung asing, yang dipimpin oleh Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), menggulingkan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad pada bulan Desember 2024, pasukan Israel memasuki zona penyangga PBB antara wilayah pendudukan dan Suriah.

Pasukan Israel tetap berada di sana sejak saat itu, meskipun adanya protes dari pemerintahan HTS yang berkuasa di Suriah dan PBB.

Pesawat tempur Israel juga telah melakukan ratusan serangan udara terhadap Suriah pada minggu-minggu setelah jatuhnya pemerintahan Assad.

Akan tetapi, Damaskus menahan diri untuk tidak mengerahkan sisa angkatan bersenjata negaranya untuk melawan pendudukan ekspansionis Israel di wilayah Suriah.

Komandan kelompok militan HTS, yang menyerbu Suriah di tengah serangan gencar Israel terhadap negara Arab tersebut Desember lalu dan telah ditunjuk sebagai “presiden” baru negara tersebut, menyatakan pemerintahannya tidak menimbulkan ancaman militer terhadap Israel.

(Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkini