Jurnalisme Warga

Mengusir Lelah di Permata Hijau Langsa Smart City

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FERI IRAWAN, S.Si., M.Pd., Kepala SMK Negeri 1 Jeunieb, melaporkan dari Kota Langsa

FERI IRAWAN, S.Si., M.Pd., Kepala SMK Negeri 1 Jeunieb, melaporkan dari Kota Langsa

Rasa lelah terobati setelah perjalanan panjang dari Bireuen menuju  Langsa Smart City (3/4/2025) dengan waktu tempuh sekitar lima jam saat mata melihat pemandangan indah, bagaikan permata hijau di kawasan pesisir.

Suasana alam yang begitu asri seolah-olah mengajak saya untuk sejenak melupakan hiruk pikuk padatnya jalanan menuju Kota Langsa untuk bersilaturahmi merayakan Idulfitri 1446 H dan hanya fokus pada keindahan alam yang terhampar di depan mata, yakni Mangrove Forest. 

Berkunjung ke hutan bakau ini memberikan sensasi ketenangan tersendiri bagi saya yang sedang butuh ketenangan dari betapa penat dan peliknya  kondisi ekonomi saat ini sebagai dampak dari efisiensi anggaran ala pemerintahan baru.

Berada di pesisir Kuala Langsa,  sekitar 15 menit naik mobil dari pusat Kota Langsa, destinasi wisata ini menawarkan keindahan alam dan pusat konservasi ekosistem mangrove.

Ini kedua kalinya saya berkunjung ke Hutan Mangrove Kuala Langsa. Hutan mangrove ini seakan menyapa saya begitu memasuki kawasan Kuala Langsa. Saya disuguhi pemandangan hijau nan asri dari deretan pohon bakau yang rimbun. Sejumlah monyet ekor panjang juga menyambut kehadiran saya berharap panganan dibagikan kepada mereka. Ada yang dengan berani mendekat, ada juga yang hanya menyambut dengan suara kegirangan sambil bergelantungan di atas ranting mangrove. Seakan menyapa, “selamat datang di Manggrove Forest.”
Memiliki area parkir yang lumayan luas, membuat saya dapat memarkirkan kendaraan dengan mudah. Untuk memasuki ke objek wisata ini, saya hanya perlu merogoh kocek Rp 10.000. Memasuki area objek wisata, penjaga pintu masuk menyarankan saya untuk tidak membawa makanan karena terdapat beberapa monyet liar yang terkadang nekat merebut bekal yang dibawa.

Saya menjelajahi hutan mangrove dengan berjalan menyusuri jembatan kayu yang saling terhubung memiliki panjang total lebih kurang 1 km. Terlihat di bawahnya banyak sekali akar yang begitu kokoh  berbentuk seperti sarang laba-laba. Sepanjang jalur jembatan ini saya menikmati sejuknya udara yang dihasilkan dari embusan angin laut dan rimbun pepohonan mangrove yang tumbuh. Semilir angin menembus daun-daun bakau dan mengantarkan kesejukan.

Berjalan di jembatan di tengah pepohonan bakau yang hijau dan rimbun menciptakan sensasi yang berbeda. Jembatan ini tidak hanya lurus, tetapi  juga terdapat persimpangan. Panorama Mangrove Forest ini sudah bisa kita lihat mulai dari awal jembatan. Bagian kiri dan kanan jembatan terdapat hutan mangrove yang subur dan jenis pohon mangrove yang besar-besar.

Berjalan meniti jembatan kayu yang dibangun untuk memudahkan akses ke dalam hutan saya mendapati suasana alam yang tenang, memberi rasa yang nyaman untuk bersantai dari padatnya aktivitas. Bentangan panorama alam yang memanjakan mata juga dapat membuat saya terpesona dan betah berlama-lama. Saya berkeliling menyaksikan lebih dekat jenis-jenis bakau di lokasi ini. Ini pula alasan mengapa Hutan Bakau Langsa diklaim sebagai pusat edukasi bakau dunia.

Berjalan-jalan di atas jalur trekking yang terbuat dari kayu di tengah rimbunya pepohonan bakau, sangatlah mengasyikkan. Di sini saya bisa berswafoto di deretan tanaman mangrove sambil menikmati keindahan alamnya. Apalagi kehadiran monyet-monyet (Filum chordata) duduk di atas kiri-kanan pembatas jalan memberi sensasi tersendiri bagi saya. 

Walaupun saya harus sedikit waswas karena bisa saja akan dikejar oleh monyet tersebut. Sebenarnya  keberadaan satwa itu menandakan alam masih ramah buat mereka bertahan hidup.

Terik dan panasnya pesisir pantai di kawasan tersebut tidak membuat saya yang berkeliling resah, sebab daerah ini dikelilingi hutan bakau dengan terpaan angin pantai. Kebetulan saat itu, air laut sedang surut. Saya bisa menikmati akar-akar pohon yang keluar menembus lumpur. Spot-spot foto alami yang indah juga menjadi daya tarik utama bagi saya dan para wisatawan generasi milenial yang gemar berbagi pengalaman di media sosial. 

Hutan Mangrove Kuala Langsa selain memberikan banyak manfaat untuk kehidupan, juga sebagai tempat wisata yang sangat menakjubkan untuk dikunjungi dan tempat untuk berselfi ria dalam mengabadikan momen indah bersama kerabat tercinta. 

Menurut saya, lokasi ini bukan sekadar tempat wisata, melainkan juga cocok sebagai ruang edukasi tentang pentingnya hutan bakau untuk mencegah bencana seperti abrasi yang merupakan bagian dari krisis iklim.

Menurut pengelola wisata yang sedang bertugas dan saya wawancarai, terdapat beberapa jenis mangrove yang dapat ditemukan di lokasi ini. Di antaranya bangka minyak, bangka ue, pertut, tengar, api-api, jampe, dan leping. Sementara itu, berbagai jenis fauna yang hidup di tempat wisata ini, meliputi lutung/kera, ular, biawak, ikan, udang, keong, dan kepiting.

Di tengah hutan bakau terdapat satu menara setinggi 46 meter. Bangunan tersebut diberi nama Tower Mangrove Forest Park Langsa. Pada April 2022, Menteri Pariwisata Indonesia, Sandiaga Uno meresmikan menara itu. Namun sayang, hari itu saya tidak sempat menjajal menara ini karena ditutup. Saya hanya bisa menaiki menara kayu punya lama. Dari menara ini saya dapat melihat pemandangan nan apik. Tower Mangrove Langsa berdiri di tengah hamparan pohon mangrove, sehingga saya dapat melihat luasnya lahan hutan mangrove sekaligus pemandangan Selat Malaka yang memesona.

Kehadiran menara ini memperkuat daya tarik dari hutan bakau yang hijau dan asri di lahan seluas 8.000 hektare. Inilah panggung di mana kebahagiaan tampil sederhana, tak terbentuk, tetapi terasa: tawa yang lepas tanpa beban, langkah kecil yang menyatu dengan denyut bumi, melangkah di antara hijau tak bertepi, melukiskan elegi kecil tentang kebebasan, angin menyusup di sela dedaunan, membawa bisik alam yang mengajarkan kebahagiaan tanpa syarat.

Paru-paru dunia

Mangrove ini tidak hanya menawarkan pemandangan alam yang asri, tetapi juga berfungsi sebagai paru-paru kota, menyerap karbon dioksida dan menyediakan oksigen. Hutan Bakau Langsa seluas 8.000 hektare itu disebut-sebut sebagai hutan bakau terluas di Asia Tenggara. Bisa dibayangkan berapa oksigen yang dihasilkan. Artinya, Hutan Bakau Langsa bagian dari paru-paru dunia.

Di sini, kita dapat menikmati pemandangan indah sambil belajar tentang pentingnya ekosistem mangrove dalam menjaga kelestarian lingkungan. Hutan mangrove ini menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat pesisir Langsa. Selain sebagai penjaga garis pantai, mangrove ini juga mendukung kegiatan perikanan tradisional dan menjadi habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna. 

Selain sebagai tempat wisata, kawasan mangrove juga menjadi tempat berkembang biak ikan dan kepiting. Ini tentu menjadi berkah bagi masyarakat nelayan di kawasan pesisir. Selain itu, keanekaragaman jenis mangrove di Kuala Langsa juga bisa menjadi sarana edukasi bagi para pelajar dan tentu saja penahan gelombang. Hutan mangrove merupakan benteng alami atau sebagai sabuk pengamanan alam dari bencana; abrasi, air pasang, bahkan tsunami.

Berita Terkini