Internasional

AS Mencabut Hampir 1.500 Visa Pelajar, Siapa Saja yang Jadi Target dan Apa Dampaknya?

Penulis: Sri Anggun Oktaviana
Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DONALD TRUMP - Foto ini diambil dari YouTube The White House pada Rabu (5/3/2025), memperlihatkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi isyarat ketika sejumlah warga AS memberikan ucapan terima kasih pada Selasa (4/3/2025).

AS Mencabut Hampir 1.500 Visa Pelajar, Siapa Saja yang Jadi Target dan Apa Dampaknya?

SERAMBINEWS.COM-Sejak Presiden Donald Trump menjabat untuk kedua kalinya pada 20 Januari 2025, gelombang pencabutan visa pelajar internasional oleh pemerintah Amerika Serikat mulai menyebar luas.

Ratusan mahasiswa dan lulusan baru mendapati visa mereka dicabut secara tiba-tiba. Beberapa bahkan ditangkap, sementara yang lain hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian.

Siapa Saja yang Jadi Target?

Mayoritas dari mereka yang menjadi sasaran pencabutan visa adalah mahasiswa yang terlibat atau menunjukkan dukungan terhadap aksi protes pro-Palestina yang terjadi di kampus-kampus seluruh AS pada 2024.

 Aksi-aksi ini muncul sebagai respons terhadap perang Israel-Gaza yang menelan banyak korban.

Namun, pencabutan visa tak hanya menyasar mereka yang turun ke jalan atau menghadiri demonstrasi.

Beberapa mahasiswa juga kehilangan visanya hanya karena menyuarakan dukungan terhadap Palestina melalui media sosial.

Ada juga yang visanya dibatalkan karena pelanggaran kecil seperti tilang lalu lintas.

Pemerintah AS, terutama di bawah Menteri Luar Negeri Marco Rubio, menuduh para mahasiswa ini menyebarkan ideologi pro-Hamas dan anti-Semit di lingkungan kampus.

 Namun tuduhan ini dibantah keras oleh mahasiswa, pengacara, dan berbagai organisasi HAM, termasuk kelompok Yahudi progresif yang juga aktif menentang perang di Gaza.

Berapa Banyak Visa yang Dicabut?

Menurut data terbaru dari Inside Higher Ed, hingga 17 April 2025, ada 1.489 mahasiswa internasional yang kehilangan visa mereka. Namun, angka ini kemungkinan jauh lebih tinggi.

Organisasi American Immigration Lawyers Association menyebut bahwa lebih dari 4.700 nama telah dikeluarkan dari sistem SEVIS (Student and Exchange Visitor Information System) milik lembaga imigrasi AS.

Sementara itu, Asosiasi Nasional Penasihat Mahasiswa Asing (NAFSA) mencatat sekitar 1.400 mahasiswa kini dalam proses atau ancaman deportasi.

Kampus-Kampus yang Terdampak

Lebih dari 240 universitas dan perguruan tinggi di seluruh AS tercatat memiliki mahasiswa yang visanya dicabut. Ini termasuk kampus-kampus ternama seperti:

  1. Harvard University
  2. Stanford University
  3. Ohio State University
  4. University of Maryland
  5. Universitas seni liberal kecil seperti Lafayette College


Kondisi ini memicu kekhawatiran di lingkungan akademik bahwa tindakan pemerintah ini bisa membungkam kebebasan akademik dan aktivisme mahasiswa.

Mengapa Visa Mereka Dicabut?

Dilansir darui kantor berita Aljazeera (19/4/2025), pemerintahan Trump berdalih bahwa mereka ingin mencegah mahasiswa asing memimpin gerakan aktivis di AS. “Mereka di sini untuk belajar, bukan untuk menjadi pemimpin demonstrasi,” kata Marco Rubio dalam konferensi pers 28 Maret lalu.

Namun, banyak mahasiswa mengaku visanya dicabut tanpa pemberitahuan, tanpa proses hukum yang jelas, dan tanpa kesempatan membela diri. Beberapa bahkan ditangkap secara tiba-tiba.

Menurut Mohammad Ali Syed, pengacara imigrasi di Washington DC, pencabutan visa ini terjadi secara massal dan memunculkan gelombang gugatan hukum.

“Mahasiswa bisa mengajukan gugatan di pengadilan federal untuk menghentikan deportasi dan memulihkan status mereka,” katanya.

Beberapa universitas juga mulai bertindak. Universitas George Mason, misalnya, aktif menghubungi otoritas federal dan menawarkan bantuan hukum bagi mahasiswa terdampak.

Dampaknya Terhadap Kampus

Situasi ini menciptakan atmosfer ketakutan di kampus-kampus. Hafsa Kanjwal, dosen di Lafayette College, menyebut banyak mahasiswa dan dosen asing yang khawatir.

 “Beberapa tidak punya tempat untuk pulang jika dideportasi, karena situasi di negara asal mereka tidak stabil,” ujarnya.

Bahkan mahasiswa yang tidak aktif secara politik pun mulai menghapus akun media sosial mereka, khawatir unggahan lama bisa digunakan sebagai alasan untuk mencabut visa mereka.

Seorang dosen yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa pemerintah saat ini ingin menunjukkan bahwa hak-hak imigran, termasuk mahasiswa, bukanlah sesuatu yang dijamin, tetapi bisa dicabut kapan saja.

 “Pemerintah ingin memberi sinyal bahwa kampus bukan tempat untuk aktivisme politik, terutama yang berpihak pada Palestina,” katanya.

Kasus Mahasiswa yang Jadi Sorotan

Mahmoud Khalil, 30 tahun
Kebangsaan: Aljazair-Palestina
Status: Pemegang kartu hijau
Lulusan: Universitas Columbia
Tanggal penangkapan: 8 Maret


Khalil ditangkap oleh agen ICE di apartemennya di New York. Ia merupakan salah satu negosiator utama dalam gerakan protes kampus Columbia University Apartheid Divest (CUAD).

Meski memiliki kartu hijau dan tidak dituduh melakukan kejahatan apapun, Khalil ditahan dan visanya berpotensi dicabut.

Pemerintah menuduh Khalil memiliki hubungan dengan Hamas, meski tidak disertai bukti yang jelas.

 Ia kini ditahan di Pusat Penahanan ICE di Jena, Louisiana, dan menjadi simbol bagi banyak orang atas tindakan keras pemerintah terhadap aktivisme pro-Palestina.

Rumeysa Ozturk, 30 tahun
Kebangsaan: Turki
Status: Visa pelajar
Kampus: Universitas Tufts
Tanggal penangkapan: 26 Maret
Ozturk ditangkap oleh enam petugas berpakaian preman saat hendak berbuka puasa bersama teman-temannya di Somerville, Massachusetts. Tidak ada dakwaan yang dikenakan, dan alasannya ditangkap masih belum jelas.

 
Kebijakan terbaru AS dalam mencabut visa pelajar secara masif menimbulkan kekhawatiran besar bagi ribuan mahasiswa internasional.

Dari tuduhan aktivisme hingga pelanggaran kecil, banyak yang kini menghadapi risiko dideportasi tanpa proses hukum yang transparan.

Universitas dan organisasi HAM di seluruh dunia terus memantau situasi ini dan menyerukan keadilan serta perlindungan hak-hak mahasiswa internasional.

 (Serambinews.com/Sri Anggun Oktaviana)

Baca juga: Update Harga Emas Antam per Tanggal 19 April 2025, Naik atau Turun?

Berita Terkini