Jurnalisme Warga

AKKS 2025, Mencetak Pemimpin Pembelajaran Berkualitas di Tengah Kekosongan Kepsek

Editor: mufti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FAISAL, S.T., M.Pd., Kepala SMKN 1 Julok, Ketua IGI Daerah Aceh Timur, dan Pengurus IGVI Pusat, melaporkan dari Banda Aceh

FAISAL, S.T., M.Pd., Kepala SMKN 1 Julok, Ketua IGI Daerah Aceh Timur, dan Pengurus IGVI Pusat, melaporkan dari Banda Aceh

MATAHARI pagi Kota Banda Aceh baru saja menyemburatkan sinarnya ketika ratusan guru dari berbagai penjuru Aceh mulai berdatangan. Mereka memanggul ransel berisi pakaian dan kertas, melangkah penuh semangat dengan wajah tegang bercampur harap.

Di halaman SMAN 4 Banda Aceh—satu dari tujuh lokasi pelaksanaan Asesmen Kompetensi Kepala Sekolah (AKKS) 2025—denyut optimisme itu terasa kuat.

Hari itu, Minggu 27 April 2025, sebanyak 1.105 pendidik—terdiri atas kepala sekolah aktif dan calon kepala sekolah—siap menjalani ujian berbasis komputer. Sebuah seleksi ketat, bukan sekadar mencari sosok pemimpin, melainkan juga memilih figur yang mampu menakhodai sekolah menuju perubahan.

Di tengah banyaknya, yakni ada 101 sekolah yang selama ini masih dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt), AKKS menjadi jawaban atas kekosongan tersebut. Ini bukan soal mengganti yang sudah ada, melainkan juga mengisi ruang-ruang kepemimpinan yang kosong, membangun kembali fondasi pendidikan Aceh dari ujung paling dasar, yaitu kepemimpinan di satuan pendidikan.

Aceh kembali mencatat sejarah penting dalam upaya memperkuat kualitas pendidikan. 1.105 Pendidik dari seluruh penjuru provinsi ini  mengikuti AKKS 2025, sebuah tahapan penting menuju terciptanya kepemimpinan pembelajaran yang lebih berkualitas.

Ujian yang dijadwalkan berlangsung di Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sinabang itu menjadi momentum strategis. Di tengah realitas banyaknya sekolah yang dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt), kebutuhan akan kepala sekolah (kepsek) definitif kian mendesak.

AKKS bukan hanya menjadi ajang seleksi, melainkan juga upaya untuk menjawab persoalan mendasar dalam manajemen pendidikan Aceh.

Proses seleksi administrasi sudah lebih dahulu dilakukan untuk menyaring para kandidat. Dari 1.337 pendaftar jenjang SMA, SMK, dan SLB, hanya 1.105 orang dinyatakan memenuhi syarat administrasi. Sisanya, 175 pendaftar, tidak melanjutkan proses finalisasi berkas dan 57 orang lainnya tidak memenuhi ketentuan administrasi.

Pengumuman daftar peserta dan jadwal asesmen telah dipublikasikan Dinas Pendidikan Aceh pada 25 April 2025. Tahapan ini menandai keseriusan Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Muzakir Manaf dan Fadhlullah dalam memastikan hanya calon-calon terbaik yang akan melanjutkan ke fase asesmen berbasis kompetensi.

AKKS sendiri  menggunakan sistem berbasis komputer atau computer assisted test (CAT), yang mengedepankan prinsip objektivitas dan transparansi.

Peserta mengikuti ujian di berbagai lokasi yang tersebar di Banda Aceh, seperti SMAN 1, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 10 Fajar Harapan, SMKN 2, SMKN 3, dan SMKN 5. Sementara di Aceh Besar, asesmen dipusatkan di SMAN Darul Imarah. Untuk peserta dari Kepulauan Simeulue, ujian digelar di SMAN 1 Sinabang.

Di ruang-ruang lab komputer, barisan komputer berjajar rapi. Peserta duduk satu per satu, menghadap layar monitor, mengerjakan soal-soal yang menguji kemampuan kepemimpinan, manajerial, supervisi akademik, hingga inovasi dalam mengelola pendidikan.

Pengawas ujian dengan tegas mengharuskan peserta ujian menyimpan tas, catatan, buku, dan handphone di satu tempat yang ditunjuk panitia,  karena ujian ini tak boleh membawa alat bantu apa pun.

Ujian dibagi ke dalam tiga sesi per hari. Setiap sesi, puluhan peserta memulai perjalanannya dalam senyap. Hanya suara ketikan dan detik jam yang terdengar.

Tidak ada handphone, tidak ada catatan. Semua murni dari pengetahuan, pengalaman, dan kecakapan yang mereka miliki.

Puluhan pengawas diturunkan untuk menjaga integritas. Sekali pelanggaran, teguran keras hingga diskualifikasi sudah menanti.  Ini untuk memastikan bahwa seluruh peserta bersaing secara 'fair' dan mengedepankan kejujuran

Menjawab kekosongan

Kekosongan jabatan kepsek menjadi masalah serius dalam dunia pendidikan Aceh. Banyak sekolah saat ini dipimpin oleh plt yang statusnya sementara dan kewenangannya terbatas. Kondisi ini membuat banyak kebijakan sekolah berjalan setengah hati dan berbagai program pengembangan sering kali tertunda.

Pelaksanaan AKKS 2025 ini penting sebagai jawaban atas situasi tersebut. Bukan untuk mengganti kepala sekolah aktif yang masih menjalankan tugasnya dengan baik, melainkan untuk mengisi kekosongan akibat pensiun, meninggal, mutasi, atau promosi pejabat ke posisi lain.

Tanpa kepala sekolah definitif, manajemen sekolah tidak berjalan optimal. Stabilitas dan kesinambungan program pendidikan terganggu. Kepsek definitif dibutuhkan untuk merancang visi jangka panjang, membangun budaya sekolah yang sehat, serta mendorong peningkatan prestasi akademik dan nonakademik siswa.

Dengan AKKS, calon kepsek disaring berdasarkan kompetensi nyata, bukan semata-mata senioritas atau faktor lain di luar kualitas. Ini sejalan dengan semangat meritokrasi yang tengah dikedepankan dalam birokrasi pendidikan di Aceh.

Lebih dari itu, AKKS 2025 mengingatkan kembali bahwa kepala sekolah masa kini tidak lagi cukup hanya menjadi administrator. Mereka harus menjadi pemimpin pembelajaran, mampu menginspirasi guru untuk berinovasi, mendorong siswa berkembang maksimal, serta membangun jaringan kemitraan dengan orang tua dan masyarakat.

Kepsek yang baik juga mampu membaca tantangan zaman. Mereka dituntut untuk melek teknologi, kreatif dalam mengembangkan kurikulum, serta peka terhadap kebutuhan dunia kerja yang terus berubah.

Di tengah era disrupsi saat ini, sekolah yang dipimpin dengan visi kuat akan lebih siap mencetak generasi unggul.

Aceh membutuhkan lebih banyak kepsek yang memiliki visi jauh ke depan, berani membuat terobosan, dan mampu menjadikan sekolah sebagai ruang tumbuhnya kreativitas, karakter, serta daya saing anak-anak bangsa.

Menata pendidikan Aceh

Lebih dari sekadar seleksi teknis, AKKS 2025 adalah bagian dari langkah besar untuk membenahi pendidikan Aceh. Dengan kepsek yang kompeten, jalannya transformasi pendidikan akan lebih mulus. Kebijakan pendidikan daerah pun akan lebih efektif diterapkan hingga ke level sekolah.

Dalam konteks ini, AKKS 2025 menjadi bagian dari upaya membangun sekolah-sekolah unggul di seluruh Aceh.

Konsep sekolah unggul ini sepenuhnya selaras dengan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Sekolah unggul harus ditopang oleh guru unggul dan tentunya didukung pula oleh kepemimpinan sekolah yang kuat dan visioner.

Gabungan ini diharapkan melahirkan sebuah ekosistem pendidikan ‘teuleubeh’—ekosistem yang kokoh, berkelanjutan, dan progresif—sehingga pada akhirnya mampu menghasilkan kualitas anak Aceh yang unggul dunia akhirat, sesuai dengan nilai dasar pembangunan Aceh: Meuyum bak mata donja dan meubahgia donya akherat.

AKKS 2025 bukan hanya tentang siapa yang lulus atau tidak. Ini tentang siapa yang benar-benar siap memikul tanggung jawab besar untuk membangun masa depan Aceh. Masa depan yang bergantung pada kualitas manusia yang hari ini sedang dibentuk di ruang-ruang kelas.

Kepsek yang lahir dari proses seleksi berbasis kompetensi diharapkan akan membawa harapan baru. Mereka akan menjadi lokomotif perubahan, menggerakkan sekolah menjadi lebih adaptif, kreatif, dan responsif terhadap perkembangan zaman, serta mampu mencetak generasi emas yang tidak hanya berdaya saing nasional, tetapi juga global.

AKKS 2025 adalah satu pijakan penting menuju ke sana. Sebuah ikhtiar besar untuk menjadikan pendidikan Aceh lebih bermutu, berdaya saing, dan membanggakan.  

Berita Terkini