Laporan Maulidi Alfata | Aceh Timur
SERAMBINEWS.COM,IDI - Dulu, jalan Sikicek di Idi Rayeuk, Aceh Timur, adalah denyut nadi perbelanjaan. Ramai, penuh sesak, dan dipenuhi langkah kaki pembeli. Namun kini, suasananya berubah drastis. Jalan ini, yang dulunya ramai, kini sepi. Bagai kota mati yang ditinggalkan.
Dari puluhan toko yang berjajar, hanya segelintir yang masih bertahan. Hanya lima toko, menjual pakaian hingga aksesoris, yang masih mencoba melawan arus. Para pedagang duduk termenung, menatap kosong ke jalanan yang tak lagi dipadati pembeli. Sebuah harapan yang mungkin tak akan pernah terwujud lagi.
Salah satunya adalah Mulyadi, pemilik toko Bintang Bahagia Collection. Ia merasakan langsung dampak sepinya pembeli ini.
Mulyadi menceritakan, dalam lima hari, tokonya kadang hanya dikunjungi empat pembeli. Ia bahkan terpaksa merumahkan dua karyawannya karena tak sanggup lagi membayar gaji.
Situasi ini sudah berlangsung lebih dari setahun, dimulai sejak 2024, di mana penurunan penjualan terjadi perlahan tapi pasti, hingga akhirnya banyak toko terpaksa gulung tikar.
Mulyadi masih ingat masa kejayaan tokonya. Dulu, ia bisa meraup omset hingga 10 juta rupiah per hari dari penjualan pakaian. Malam hari pun tokonya masih ramai oleh pembeli.
Menurut Mulyadi, ada beberapa faktor utama penyebab menurunnya daya beli masyarakat. Ekonomi yang tidak stabil dan menjamurnya toko online adalah dua di antaranya.
Di era Society 5.0, integrasi teknologi semakin dominan. Berbelanja menjadi lebih mudah dengan hadirnya toko online. Para pedagang online menawarkan pilihan merek yang beragam dan harga yang jauh lebih murah, memenangkan persaingan bisnis ini dengan telak. (*)
Narator: Syita
Video Editor: Muhammad Anshar