Densus 88 Tangkap ASN Aceh

ASN di Aceh yang Ditangkap Densus 88 Jabatanya Komandan Perang dan Bendahara Jaringan MYT

Penulis: Agus Ramadhan
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tim Densus 88 saat melakukan penggeledahan salah satu lokasi yang diduga tempat aktivitas terduga pelaku di Banda Aceh, Selasa (5/8/2025).

ASN di Aceh yang Ditangkap Densus 88 Jabatanya Komandan Perang dan Bendahara Jaringan MYT

Laporan Agus Ramadhan 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Dua orang aparatur sipil negara (ASN) di Aceh ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri diduga memiliki jabatan penting.

Kedua terduga pelaku berinisial ZA (47) dan MZ (40), diamankan dalam operasi Densus 88 yang digelar pada Selasa (5/8/2025) di Banda Aceh.

Berdasarkan informasi, MZ merupakan ASN di Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Aceh. 

Sementara itu, ZA diketahui bertugas di Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh.

Keduanya merupakan terduga kelompok Negara Islam Indonesia (NII) jaringan MYT.

MZ disebut memegang peran penting diduga sebagai Komando Perang Wilayah Barat (KPWB), dan ZA diduga sebagai bendahara dalam jaringan tersebut.

Baca juga: ASN Kemenag Aceh Ditangkap Densus 88 Jaringan Kelompok NII Faksi MYT, Wamenag: Perlu Kehati-hatian

Hal itu disampaikan oleh Pendiri Pusat Rehabilitasi Korban NII, Ken Setiawan dari sumber yang dihimpunya, dalam wawancara via telepon dengan Serambinews.com, Senin (11/8/2025) siang.

Menurut Ken, penangkapan yang dilakukan Densus 88 terhadap keduanya sudah tepat.

Ia menilai kelompok ini berbahaya karena intoleran dan radikal serta sudah masuk daftar teroris.

“Itu kan Komando Perang, kayak pimpinan ya (otomatis berbahaya). MZ itu mantan anggota NII KW 9 Alzaytun pimpinan Panji Gumilang yang kecewa, lalu gabung ke NII MYT. Dan ZA ini informasinya bendahara” ujarnya.

Menurut Ken, KWPB ini memiliki peran sebagai komandan yang mengorganisir kelompok-kelompok yang bertindak sebagai eksekutor.

“Ini kan berbahaya. Makanya ini mungkin menjadi alasan Dansus 88 mengambil tindakan karena dia berpotensi untuk melakukan tindakan teror,” sebutnya.

Ia menjelaskan, NII ini sudah ditetapkan oleh negara sebagai Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT).

Bisanya, kata Ken, penindakan yang dilakukan oleh Densus 88 memang sudah pada tahap orang yang besarnya atau petingginya.

“Kalau dalam istilah Densus 88 itu preventive strike, yang sudah mau beraksi. Kalau belum mungkin masih dalam monitoring. Tapi menurut saya kalau nggak diambil (tindakan) bisa jadi berbahaya. Itu juga jadi persoalan,” jelasnya.

Ken meminta masyarakat harus mendukung usaha-usaha dari aparat keamanan, dalam hal ini Densus 88 yang menindak terduga teroris.

“Saya rasa aparat sangat selektif ya. Karena kelompok-kelompok ini sudah teridentifikasi. Dan jarang sekali yang ditangkap sama Densus 88 itu meleset,” jelasnya.

Ken menyampaikan, orang yang sudah terpapar paham radikalisme dan terorisme ini sangat berbahaya. Dalam istilah disebut orang tanpa gejala (OTG).

“Ini justru menurut saya bahaya. Karena dia menyampaikan pahamnya (radikalisme) di sekitar kita,"

"Mereka masuk sebagai organisasi masyarakat, mereka masuk sebagai kegiatan-kegiatan yang seolah-olah membantu seperti pelatihan, entrepreneur,”

“Tapi ujung-ujung nanti menjelek-jelekan negara, menjelek-jelekin aparat. Karena negara ini tidak diproses secara hukum Tuhan, hukum Allah, maka harus digulingkan,” jelasnya.

Ken mengatakan, kelompok radikal di Indonesia ibu kandungnya adalah Negara Islam Indonesia (NII).

“Mereka secara masif terus menyebarkan paham radikalnya ke masyarakat hingga saat ini,” sebutnya. 

‎Mereka namanya memang berbeda, tapi tujuannya hampir sama yaitu anti Pancasila dan ingin mendirikan negara berdasar agama. 

‎NII masuk ke masyarakat dengan metamorfosa lewat berbagai macam nama ormas sebagai propaganda agar masyarakat tidak curiga.

Mereka juga masuk ke lembaga pendidikan sekolah dan kampus, bahkan mereka masuk sampai ke pendidikan usia dini ( PAUD ) dengan menanamkan intoleransi dengan menyisipkan pemikiran intoleransi sejak dini. 

‎Rata-rata kelompok radikal itu berkedok agamis dan menganut paham anti Pemerintah, anti Pancasila anti budaya kearifan lokal dan menganggap sebagai syirik, taghut/ berhala.

Walaupun ada yang pura pura nasionalisme dengan berkamuflase menyembunyikan jati diri seolah Pancasilais sehingga banyak masyarakat terjebak oleh mereka. 

NII Crisis Center/Pusat Rehabilitasi Korban NII

‎Pembentukan NII CRISIS CENTER yang dirikan oleh Ken Setiawan dan digawangi oleh para mantan aktifis radikal dari latar belakang yang berbeda kini telah sadar.

NII Crisis Center merupakan perwujudan dari tanggung jawab moral anak bangsa karena melihat korban yang terus berjatuhan dari kalangan muda akibat perekrutan gerakan radikal. 

‎Dilain pihak, pemerintah belum mengambil sikap jelas yang tegas terhadap maraknya intoleransi dan perekrutan gaya baru model gerakan radikal NII dan sejenisnya.

Yang pada akhirnya justru menjadikan gerakan radikal semakin besar dan dapat merusak norma agama, norma sosial dan merongrong kedaulatan NKRI dimasa yang akan datang.

Kelompok radikal gaya baru menggunakan demokrasi sebagai celah untuk masuk ke masyarakat lewat ormas legal dan kegiatan sosial seolah olah membantu masyarakat, masuk sekolah, kampus dan kegiatan kemasyarakatan sehingga banyak tertipu dengan propagandanya. 

‎Mereka sangat berbahaya karena setiap saat mereka mengajarkan kebencian terhadap masyarakat diluar kelompok, kepada pemerintah, aparat dan menganggap pancasila sebagai taghut/ berhala yang dalam doktrin mereka itu harus di tolak, di ingkari dan ditinggalkan. 

‎Gerakan mereka juga cukup masif, sementara kegiatan pencegahan masih sangat minim sehingga banyak korban terus berjatuhan dari kalangan generasi muda.

‎Hotline NII Crisis Center: WhatsApp : 0898-5151-228

‎”Mari kita bergerak bersama, jaga Pancasila dengan bersatu melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme,”

Baca dan Ikuti Berita Serambinews.com di GOOGLE NEWS 

Bergabunglah Bersama Kami di Saluran WhatsApp SERAMBINEWS.COM 

Berita Terkini