Tips Parenting Anak

8 Pesan dr Aisah Dahlan untuk Orang Tua Saat Anak Jadi Korban Bullying, Jangan Paksa Anak Bicara

Ia menekankan bahwa langkah pertama bukanlah marah atau menuntut penjelasan, tetapi menenangkan diri dan menenangkan anak.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Nurul Hayati
Kolase YouTube Nikit Willy Official dan Meta AI
ANAK KORBAN BULLYING - dr Aisah Dahlan menjelaskan pentingnya peran orang tua dalam mendampingi anak korban bullying. Ia berpesan agar orang tua tidak memaksa anak langsung bercerita, melainkan menenangkan hati anak terlebih dahulu dengan kasih sayang dan kelembutan. 

SERAMBINEWS.COM – Kasus bullying atau perundungan terhadap anak masih sering terjadi, baik di lingkungan sekolah maupun sosial media.

Sayangnya, tidak hanya anak yang menjadi korban bullying, tetapi kadang orang tuanya pun ikut terseret menjadi sasaran komentar dan tekanan sosial.

Menanggapi hal ini, pakar parenting dan motivator keluarga dr Aisah Dahlan memberikan panduan penting bagi orang tua untuk menghadapi situasi saat anak menjadi korban bullying.

Ia menekankan bahwa langkah pertama bukanlah marah atau menuntut penjelasan, tetapi menenangkan diri dan menenangkan anak.

Berikut penjelasan lengkapnya sebagaimana disampaikan dr Aisah dalam kajiannya dikutip Serambinews.com, Kamis (13/11/2025).

1. Bantu anak mencari solusi bersama

Bullying sering membuat anak merasa tidak berdaya, ketakutan dan putus asa.

Menurut dr Aisah, hal itu terjadi karena otak emosi anak, terutama amigdala, sudah menyimpan memori ketakutan dan kesedihan.

Baca juga: Anda Suka Kirim Reels ke Pasangan? dr Aisah Dahlan: Boleh Tapi Harus Main Cantik, Begini Caranya!

“Penting bagi orang tua untuk meyakinkan anak bahwa masalah ini akan diselesaikan bersama-sama,” ujar dr Aisah.

Anak harus merasa bahwa orang tuanya adalah pihak yang bisa diajak bicara, bukan sekadar penyuruh atau hakim.

2. Jangan paksa anak langsung bercerita

Sering kali orang tua tergesa ingin tahu apa yang terjadi.

Namun, bagi anak korban bullying, mengulang cerita bisa menjadi beban emosional besar.

“Kadang anak belum bisa cerita karena saat mau bicara, ia justru sesak, panik, bahkan mengalami panic attack. Kalau begitu, jangan dipaksa,” kata dr Aisah.

Cukup peluk anak, biarkan ia menangis, dan tunggu waktu yang tepat, mungkin sore nanti, malam, atau bahkan keesokan harinya.

Baca juga: Anak Umur 3 Tahun Suka Lempar Barang? dr Aisah Dahlan Ungkap Alasannya, Jangan Langsung Dimarahi!

3. Ciptakan suasana rumah yang aman dan menenangkan

Agar anak mau terbuka, rumah harus menjadi tempat yang aman secara emosional.

Khusus bagi anak yang berwatak introvert, mereka baru akan bicara kalau merasa benar-benar aman dari kemarahan atau penilaian orang tua.

dr Aisah menyarankan orang tua untuk mengelola dulu emosinya.

“Kalau perlu, istigfar dulu di kamar. Nangis dulu juga boleh. Minta kelembutan hati pada Allah,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa kelembutan hati adalah rahmat dari Allah.

“Kalau orang tua sudah bisa bicara lembut pada anak, itu tandanya rahmat Allah sedang turun,” tambahnya.

Baca juga: 5 Cara Menghadapi Anak Introvert Menurut dr Aisah Dahlan, Nomor 3 Sering Diabaikan Orangtua!

4. Dengarkan tanpa menghakimi

Saat anak mulai terbuka, orang tua perlu mendengarkan dengan penuh kesabaran tanpa menyela, menyalahkan, atau memotong cerita.

“Yakinkan anak bahwa ini bukan salahnya, dan orang tua tidak marah atau kecewa,” tegas dr Aisah.

Anak korban bullying sering takut dibilang “lemah” atau “pembawa masalah”.

Karena itu, orang tua harus memberi sinyal aman bahwa cerita mereka akan diterima dengan kasih.

5. Segera tabayyun dan klarifikasi jika ada fitnah

dr Aisah mengingatkan, tidak semua kasus bullying murni karena perundungan langsung. Kadang ada cerita yang belum diklarifikasi dan bisa menjadi fitnah.

“Kalau ada cerita yang belum jelas, segera tabayyun. Jangan diam hanya karena merasa tidak enak pada pihak sekolah atau orang lain,” jelasnya.

Orang tua perlu berani bicara pada pihak sekolah atau pihak berwenang jika ada bukti nyata bahwa anak menjadi korban perlakuan tidak adil.

6. Simpan bukti dan lakukan visum bila diperlukan

Untuk kasus bullying yang sudah menyentuh fisik atau seksual, dr Aisah menegaskan pentingnya langkah cepat:

“Kalau anak pulang sekolah dalam keadaan lebam dan bercerita habis dipukul, segera bawa ke IGD untuk visum.”

Bukti visum dan dokumentasi bisa menjadi dasar untuk menindaklanjuti ke pihak sekolah atau aparat penegak hukum.

“Bullying bukan sekadar bercanda atau main-main. Ini serius dan bisa berdampak fatal,” tegasnya.

7. Bangun kembali kepercayaan diri anak

Setelah menjadi korban, anak bisa mengalami kecemasan, marah, atau kehilangan rasa percaya diri.

Peran orang tua sangat penting untuk membantu anak pulih.

Cara sederhana yang bisa dilakukan:

Temani anak makan atau nonton film tanpa menyinggung masalahnya.

Dengarkan tanpa memaksa bicara.

Ajarkan cara menghadapi ejekan dengan bijak.

“Kalau sudah mau dipukul, lari saja, Nak. Itu bukan kalah, tapi menyelamatkan diri,” kata dr Aisah memberi contoh latihan asertif pada anak.

8. Jangan ragu cari bantuan profesional

Jika anak menunjukkan perubahan drastis seperti sulit tidur, menolak sekolah, atau menjadi sangat pendiam, segera konsultasikan ke psikolog atau terapis.

“Bisa jadi anak mau cerita ke orang lain bukan karena tak percaya pada ibunya, tapi karena kasihan melihat ibunya sedih,” ujarnya lembut.

dr Aisah menutup dengan penegasan bahwa bullying bisa berdampak berat pada kesehatan mental anak jika dibiarkan.

“Bullying bisa menyebabkan depresi, gangguan tidur, bahkan kematian. Jadi jangan anggap enteng,” katanya.

Ia mengingatkan, kunci utama bagi orang tua adalah kelembutan, kesabaran, dan keberanian mencari solusi bersama anak.

(Serambinews.com/Firdha)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved