Berita Aceh Utara

Garam Rebus Aceh Ternyata Warisan Abad Ke-13, Kini Menyambung Misi Swasembada Garam 2027

Garam rebus Aceh telah diproduksi sejak abad ke-13 masa Samudra Pasai dan masih dilestarikan hingga kini.

Penulis: Jafaruddin | Editor: Saifullah
Serambinews.com/HO
PROSES PRODUKSI GARAM - Foto kolase lahan garam terendam air di kawasan Desa Lancok, Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara dan dapur yang digunakan petani memasak atau proses produksi garam. 

Ringkasan Berita:
  • Garam rebus Aceh telah diproduksi sejak abad ke-13 masa Samudra Pasai dan masih dilestarikan hingga kini.
  • Riset BRIN menunjukkan garam tradisional ini lebih murni, aman, serta berpotensi mendukung swasembada garam 2027. 
  • Meski menghadapi tantangan, petani di Aceh Utara tetap menjaga tradisi perebusan sebagai warisan budaya dan sumber nafkah.

 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Jafaruddin | Aceh Utara 

SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru-baru ini memposting di laman Facebook (FB) hasil penelitian tentang sejarah panjang garam rebus di Kabupaten Aceh Utara.

Salah satunya adalah teknik produksi garam rebus tersebut telah eksis sejak masa Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 hingga 15.

“Tahukah kamu? Masyarakat Aceh masih memproduksi garam lokal dengan cara tradisional, yaitu dengan metode rebus,” tulis BRIN

“Cara pengolahan komoditas yang dikenal dengan “emas putih” ini ternyata sudah menjadi budaya turun-temurun sejak zaman Kesultanan Samudra Pasai abad 13-15M,” posting BRIN

Isi postingan di Facebook tersebut “bersenyawa” dengan program pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melangkah dengan ambisi besar: mencapai swasembada garam nasional pada tahun 2027, dan melepas ketergantungan pada impor garam konsumsi. 

Sebab, saat ini kebutuhan garam nasional mencapai hampir 5 juta ton per tahun.

Baca juga: Anjungan Aceh Utara Tampilkan Rempah dan Garam Rebus Terbaik di Sumatera

Sementara produksi dalam negeri baru mampu menyuplai sekitar 63 persen--jumlah yang mengikutsertakan sisa stok tahun sebelumnya. 

Hal ini seperti disampaikan dalam siaran pers awal 2025, di mana KKP menegaskan bahwa kualitas garam rakyat Indonesia sudah mampu bersaing, sehingga tidak ada alasan untuk terus bergantung pada impor. 

Aceh sebagai provinsi ujung barat Indonesia berpotensi untuk membantu kebutuhan pangan tersebut jika menyimak hasil temuan BRIN

Riset ini dilakukan tim BRIN bersama dengan dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan dari Museum Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2023. 

Hasil riset tersebut diposting kembali pada akun Facebook BRIN pada 3 November 2025. 

Dalam hasil riset BRIN tersebut di antaranya adanya temuan arkeologis, termasuk konsentrasi tembikar dan peninggalan gerabah di kawasan situs. 

Ini mengonfirmasi bahwa masyarakat pesisir Aceh telah mengembangkan teknologi perebusan air laut sebagai cara alternatif menghasilkan garam berkualitas tinggi. 

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved