Konflik Rusia vs Ukraina

Ukraina Hancurkan Sistem Pertahanan Udara Rusia Buk-M3 Senilai Rp655 Miliar

Buk-M3 merupakan salah satu aset utama pertahanan udara Rusia, yang digunakan untuk menyerang target di udara, darat, maupun laut.

Editor: Faisal Zamzami
YouTube Defence Intelligence of Ukraine
SISTEM PERTAHANAN UDARA - Video yang dibagikan oleh badan intelijen militer Ukraina (HUR), memperlihatkan drone menargetkan sistem pertahanan udara Rusia Buk-M3. Pasukan Ukraina mengklaim berhasil menghancurkan sistem pertahanan udara Rusia Buk di Oleksandrivka, Zaporizhzhia pada Minggu (14/9/2025). 

SERAMBINEWS.COM - Pasukan khusus Ukraina mengklaim berhasil mendeteksi dan menghancurkan sistem rudal antipesawat Buk-M3 milik Rusia di wilayah pendudukan Oblast Zaporizhzhia pada Minggu (14/9/2025).

Dilansir Kyiv Independent, badan intelijen militer Ukraina (HUR) merilis video di Telegram yang memperlihatkan detik-detik penargetan sistem Buk-M3 9K317M di dekat Oleksandrivka, sebuah kota di Distrik Melitopol.

Video 16 detik yang dirilis HUR berhenti tepat sebelum kamera drone Ukraina menghantam sistem pertahanan udara tersebut.

 Tanpa rekaman lanjutan, belum jelas apakah sistem itu hancur total atau hanya mengalami kerusakan.

Namun, pesawat tak berawak tersebut menargetkan komponen paling berharga dari sistem Buk.

Hal ini berarti peluncurnya kemungkinan membutuhkan perbaikan besar-besaran, mengutip militarnyi.com.

Buk-M3 merupakan salah satu aset utama pertahanan udara Rusia, yang digunakan untuk menyerang target di udara, darat, maupun laut.

Sistem ini diperkirakan bernilai antara US$40–50 juta atau sekitar Rp655–818 miliar.

 
Buk adalah sistem rudal permukaan-ke-udara jarak menengah swagerak yang pertama kali dikembangkan Uni Soviet pada 1970-an.

Dalam beberapa dekade berikutnya, Uni Soviet dan kemudian Rusia mengembangkan sejumlah versi dengan peningkatan kemampuan.

Buk-M3 adalah versi terbaru.

Sistem ini diproduksi oleh perusahaan pertahanan Rusia Almaz-Antey, dan dilaporkan mampu melacak serta menyerang hingga 36 target secara bersamaan.

Sistem ini dirancang untuk menargetkan pesawat, helikopter, rudal jelajah, dan drone.

Sistem Buk mulai dikenal dunia setelah tragedi jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 pada 2014.

Hasil investigasi internasional menyimpulkan bahwa sistem rudal inilah yang digunakan untuk menembak jatuh pesawat tersebut.

 
Ukraina sebelumnya juga melaporkan penghancuran sistem Buk Rusia.

Pada Mei 2025, Pasukan Operasi Khusus Ukraina mengklaim menghancurkan sebuah Buk-M3 di sektor garis depan yang dirahasiakan.

Pada Februari 2025, Staf Umum Ukraina melaporkan keberhasilan serangan terhadap sistem Buk di Oblast Zaporizhzhia yang diduduki.

Baca juga: Serangan Udara Besar-besaran Rusia ke Ukraina, Kerahkan Hampir 600 Drone dan Hantam Pabrik AS

Drone Ukraina Serang Kilang Minyak Besar Rusia

Sementara itu, pasukan Ukraina juga berhasil menyerang kilang minyak Kirishi di Oblast Leningrad, Rusia, pada Minggu (14/9/2025), menurut Staf Umum Ukraina.

Kilang minyak Kirishi merupakan salah satu yang terbesar di Rusia, dengan kapasitas pemrosesan lebih dari 17 juta ton minyak per tahun.

Pertahanan udara Rusia mencegat tiga pesawat nirawak (drone) di wilayah Kirishi, ujar Gubernur Oblast Leningrad, Alexander Drozdenko.

Puing-puing drone yang jatuh menimpa area kilang dan memicu kebakaran.

Api berhasil dipadamkan dan tidak ada korban jiwa, kata Drozdenko.

Rekaman video serta foto-foto dari penduduk setempat yang dipublikasikan oleh saluran berita oposisi Rusia, Astra, tampak menunjukkan ledakan besar dan kobaran api yang membubung dari kilang Kirishi setelah serangan tersebut.

Kilang Kirishi, juga dikenal sebagai Kirishinefteorgsintez atau KINEF, merupakan salah satu dari dua kilang minyak terbesar di Rusia berdasarkan volume, bersama Kilang Minyak Ryazan.

Sebagai anak perusahaan Surgutneftegaz, fasilitas ini mengolah sekitar 17,7 juta metrik ton minyak mentah Rusia per tahun (355.000 barel per hari), setara dengan 6,4 persen dari total produksi minyak mentah negara itu.

Kilang ini terletak lebih dari 800 kilometer dari perbatasan Ukraina.

Baca juga: VIDEO - Trump Kembali Beri Sanksi Berat Rusia, Desak NATO Hentikan Impor Minyak Moskow

Perang Rusia–Ukraina

Konflik antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung lebih dari tiga tahun.

Pada 24 Februari 2022, Rusia melancarkan aksi militer ke Ukraina, dengan pasukan yang masuk dari Belarus di utara, Rusia di timur, dan Krimea di selatan.

Mengutip commonslibrary.parliament.uk, Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut operasi tersebut sebagai “operasi militer khusus” yang bertujuan melindungi rakyat Donbas serta mendemiliterisasi dan men-denazifikasi Ukraina.

 
Putin membantah bahwa Rusia berencana menduduki wilayah Ukraina atau memaksakan apa pun kepada siapa pun dengan paksa.

Namun, selama tiga tahun terakhir, pasukan Rusia telah melancarkan serangan besar-besaran di Ukraina, termasuk menargetkan infrastruktur sipil penting.

Pada awal Oktober 2022, Rusia menandatangani perjanjian aneksasi yang menyatakan Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia sebagai bagian dari Federasi Rusia, meskipun wilayah tersebut tidak sepenuhnya berada di bawah kendali mereka.

Pemerintah Ukraina bersikeras akan merebut kembali seluruh wilayah kedaulatannya, termasuk Krimea yang dianeksasi Rusia pada 2014.

Sementara itu, Kremlin menegaskan wilayah-wilayah yang dianeksasi akan selamanya menjadi bagian Rusia.

Prospek Gencatan Senjata dan Perjanjian Damai

Presiden AS Donald Trump menjadikan pencapaian perjanjian damai dalam konflik Rusia–Ukraina sebagai salah satu prioritas pemerintahannya.

Meski awalnya mengisyaratkan bahwa gencatan senjata bisa dicapai dalam 24 jam, utusan khusus pemerintahan Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg, pada Januari 2025 mengatakan bahwa tujuannya adalah agar AS menjadi perantara kesepakatan dalam 100 hari masa jabatan Trump (29 April 2025).

Namun, hingga kini upaya diplomatik AS belum menghasilkan capaian yang sesuai harapan awal Presiden Trump.

Pada Agustus 2025, Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu di Alaska untuk membahas pemulihan hubungan AS–Rusia sekaligus potensi penyelesaian konflik Ukraina.

Pertemuan tersebut menandai pertama kalinya kedua pemimpin bertemu langsung membicarakan Ukraina.

Pertemuan puncak itu kemudian dilanjutkan dengan serangkaian pertemuan di Washington antara Presiden Trump, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dan sejumlah pemimpin Eropa.

Perundingan tersebut dipandang sebagai langkah positif dan tentatif menuju tercapainya perdamaian.

Namun, masih ada perbedaan signifikan, termasuk terkait konsesi teritorial dan perlunya gencatan senjata, yang berpotensi menghambat kemajuan.

Pembicaraan bilateral antara Putin dan Zelenskyy, yang menurut AS harus menjadi tahap selanjutnya, sejauh ini belum menghasilkan kesepakatan.

Baca juga: Rahman Setiawan Anggota TNI Koramil Wonosobo Tewas Dibacok, Warga Geruduk Kafe

Baca juga: Mana yang Lebih Menguntungkan Antara PPPK Paruh Waktu atau PPPK Penuh Waktu? Ini Perbandingannya

Baca juga: Pidato Pertama Sushila Karki Usai Dilantik Jadi PM Nepal yang Baru : Saatnya Kita Bersatu

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved