Putusan MK: Polisi Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil, Wajib Mundur atau Pensiun

Adapun permohonan itu dilayangkan oleh advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite.

Editor: Faisal Zamzami
Bayu/Humas Mahkamah Konstitusi
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat membacakan amar putusan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang presidential threshold, Kamis (2/1/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan anggota Polri yang menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
  • Demikian hal itu diputuskan MK yang mengabulkan permohonan perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 dalam persidangan yang digelar di Jakarta, pada Kamis (13/11/2025). 
  • Adapun permohonan itu dilayangkan oleh advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite.

 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan anggota Polri yang menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Demikian hal itu diputuskan MK yang mengabulkan permohonan perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 dalam persidangan yang digelar di Jakarta, pada Kamis (13/11/2025). 

Adapun permohonan itu dilayangkan oleh advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite.

MK pun mengabulkan permohonan mereka untuk seluruhnya.

Dalam putusan itu, MK menghapus ketentuan yang selama ini menjadi celah bagi polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil, tanpa melepas status keanggotaannya terlebih dahulu.

“Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan.

Adapun para pemohon menguji konstitusionalitas norma Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri.


Dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyatakan bahwa “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."

Sementara itu, Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri."

Dalam perkara ini, para pemohon mempersoalkan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’" yang termaktub dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri.

Menurut mereka, frasa tersebut menimbulkan anomali hukum dan mengaburkan makna norma pasal keseluruhan.

Baca juga: Profil Jimly Asshiddiqie, Jadi Ketua Komisi Reformasi Polri, Eks Ketua MK

Syamsul dan Christian menilai, dengan berlakunya frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri", seorang polisi aktif bisa menjabat di luar kepolisian tanpa melepaskan statusnya sebagai anggota Polri.

Para pemohon memandang, cukup dengan menyatakan telah “berdasarkan penugasan dari Kapolri”, maka seorang anggota polisi aktif bisa menduduki jabatan sipil. Mereka mendalilkan celah itu selama ini.

Dalam berkas permohonannya, Syamsul dan Christian mencontohkan beberapa anggota Polri aktif yang menduduki jabatan sipil, di antaranya Komjen Pol. Setyo Budiyanto sebagai Ketua KPK dan Komjen Pol. Eddy Hartono sebagai Kepala BNPT.

Berdasarkan pertimbangan hukum, Mahkamah sependapat dengan dalil para pemohon.

Sementara itu, hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, secara substansial Pasal 28 ayat (3) UU Polri menegaskan satu hal penting, yaitu anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.

Artinya, kata Ridwan, jika dipahami dan dimaknai secara saksama, “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri jika ingin menduduki jabatan di luar kepolisian.

“Tidak ada keraguan, rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis (jelas) yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, jika merujuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bagian penjelasan seharusnya tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.

Dari konstruksi Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri, Mahkamah menilai, frasa "yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian” dimaksudkan untuk menjelaskan norma dalam batang tubuh.

“Sehingga tidak mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002,” ujar Ridwan.

Namun, Mahkamah menelaah, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” ternyata sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Akibatnya, terjadi ketidakjelasan terhadap norma pasal dimaksud.

“Perumusan yang demikian menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian,” ucap Ridwan.

Karena itu, Mahkamah menyimpulkan, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bersifat rancu dan menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga tidak sesuai dengan amanat Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

Baca juga: Curi 19 Unit Sepeda Motor Lintas Kabupaten, Buruh Asal Aceh Selatan Dibekuk di Meulaboh

Baca juga: Dua Pembunuh Sopir Taksi Online di Tol Jagorawi Ditangkap di Ciamis

Baca juga: Tito Orang Pertama Dianugerahi Gelar Petua Panglima Hukom Nanggroe dari LWN, Ternyata Ada Kajiannya

Sumber: Kompas.tv

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved