Kupi Beungoh
Fenomena Da’i Tendang Mic dan Dakwah Positif Kunci Komunikasi Bahagia
Pembicara agama akan sangat identik dinobatkan sebagai panutan sebagaimana nabi dijadikan contoh suri teladan bagi manusia...
Kompetensi seorang da’i sangat diuji tidak hanya pada pengetahuannya yang luas, berapa juz Al-Qur’an yang dihafal atau berapa banyak hadits yang dikuasai, namun kategori nilai adab dan bertutur juga menjadi kunci suksesnya proses penyampaian dakwah.
Sehingga indikator kompetensi da’i yang baik dapat terlihat dari nilai moral etika yang ditunjukkan di hadapan jamaah.
Belum tentu keberhasilan dakwah dapat dicapai dengan cara komunikasi secara vulgar atau “temeunak” istilah dalam Bahasa Aceh, walaupun mungkin di sebagian tempat ada karakter masyarakat yang menginginkan gaya komunikasi demikian.
Namun pada hakikatnya jika kita kembalikan pada hakikat dakwah yang semestinya Dakwah itu adalah mengajak, yang namanya mengajak harus dengan kesenangan dan menggembirakan. Sejatinya Dakwah itu membahagiakan, mengajak orang dalam ketenangan dan kedamaian.
Komunikasi Bahagia
Berbicara bukan hanya sekedar retorika, namun transfer rasa yang menemukan makna, sehingga terjadinya perubahan dalam sikap, perbuatan juga perkataan. Manusia bukan hanya makhluk logika namun juga makhluk perasaan yang sangat kental dengan emosinya, jika dakwah didekatkan dengan penyampaian emosi yang negatif maka pasti hasilnya akan negative begitupun jika pendekatan komunikasinya dengan positif maka dampaknya pun akan positif.
Inilah keberhasilan dakwah positif yang membawa manusia kepada keamanan dan kedamaian, sehingga iman akan tertanam di dalam hati manusia dengan baik dan akan dimanifestasikan di dalam kehidupannya pribadi dan sosial kemasyarakatan.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Imran:159 yang artinya; “Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dalam mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad bertawakallah pada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertawakal kepada-Nya”.
Rahmat Allah akan turun Ketika kita bisa tenang dengan keadaan dan berlemah lembut, jika kita berhati kasar maka kekerasan juga yang akan kita terima dan membuat yang hati yang keras akan semakin keras, bahkan menjauh dari diri kita.
Namun solusinya adalah kita harus dapat mengalah dengan keadaan dengan cara menerima dan memaafkan keadaan tersebut beristighfar kepada Allah mohon ampun, kemudian bermusayawarah dan menginformasikan permasalahan dengan santun kemudian serahkan segala sesuatunya hanya kepada Allah.
Ini salah satu metode menaklukkan keadaan sehingga tidak akan terjadi mispersepsi da’i dan jamaah terhadap nilai-nilai dakwah sebagaimana anjuran Nabi Saw juga terlaksana sebagaimana mestinya.
Dengan memperbaiki cara komunikasi dan sikap kita, berarti kita sedang memperbaiki karakter baik diri kita di masa yang akan datang.
*Penulis adalah Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Serambi Mekkah, Penulis Tesis Kompetensi Komunikasi Da’I, juga sebagai Founder Training HCI Aceh, Motivator dan Praktisi Da’I Anak. (Hp: 082365696724-email: wahyurezeki@serambimekkah.ac.id - wahyurezeki902@gmail.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.