Anggota DPRK Minta Pemkab Tegas soal Merkuri

Kalangan anggota DPRK Aceh Barat meminta Pemkab setempat tegas dan segera mengambil sikap terhadap usaha penggilingan batu

Editor: bakri
* Terkait Krueng Meureubo Tercemar

MEULABOH - Kalangan anggota DPRK Aceh Barat meminta Pemkab setempat tegas dan segera mengambil sikap terhadap usaha penggilingan batu emas yang diduga menjadi penyebab Krueng Meureubo di Meulaboh tercemar merkuri, sebagaimana diungkapkan peneliti dari Unsyiah Banda Aceh, seperti disampaikan Walhi Aceh. Sikap tegas itu perlu diambil agar masyarakat tidak menjadi korban merkuri dan resah.

“Kami dari DPRK sejak awal saat melakukan Pansus pada akhir tahun lalu sudah meminta usaha penggiling batu emas itu ditutup saja, sebab lokasi mereka memang di samping sungai,” ujar Murdani ST, anggota DPRK Aceh Barat.

Kepada Serambi, Kamis (20/10), Murdani menyatakan, pada akhir tahun 2010 lalu dirinya bersama empat anggota DPRK, Ir Yusaini, Mufril, Syamsul Bahri, dan Nurhayati, serta Direktur PDAM, dan Camat Meureubo, sudah pernah melakukan Pansus ke lokasi usaha milik R, di Desa Masjid Tuha, Kecamatan Meureubo.

Ketika itu Pansus menyimpulkan bahwa kehadiran usaha penggilingan batu emas itu bukan bermanfaat, tetapi malah membahayakan penduduk sebab waktu itu ada sejumlah penduduk mulai gatal-gatal.

“Laporan saya terima dalam beberapa bulan terakhir usaha itu sudah ditutup, tetapi kita (DPRK-red) akan turun lagi memastikan lebih jauh, serta sisa batu yang mengandung emas di lokasi juga harus dibersihkan,” ujar politisi PKS asal Kecamatan Meureubo ini.

Murdani menambahkan, karena penelitian yang dilakukan oleh pakar kimia Unsyiah itu dilakukan September 2010, ada kemungkinan kondisi saat ini akan berbeda. Karenanya ia mengimbau dilakukan penelitian lanjutan. Hal ini perlu dilakukan agar penduduk di sekitar sungai tersebut tidak resah.

Apalagi air sungai Krueng Meureubo juga digunakan masyarakat setempat untuk kebutuhan mencuci, mandi, dan sumber air sawah. Bahkan PDAM Tirta Meulaboh pun menggunakan air sungai tersebut sebagai sember air untuk didistribusikan kepada pelanggan.

Aliran Krueng Meureubo, kata Murdani,  sangat panjang. Karenanya penelitian harus dilakukan pada sejumlah titik di sepanjang sungai itu untuk mengetahui kondisi pencemaran di sepanjang sungai. “Perlu disebutkan lokasi mana saja yang tercemar, sehingga penduduk yang menetap di DAS bisa mendapat laporan rinci,” sarannya.

Kepala Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan (Kanpedal) Aceh Barat, Mulyadi SHut yang ditanyai Serambi, Kamis (20/10) mengatakan, semula, dari pemantauan yang pernah dilakukan pihaknya di kawasan daerah aliran sungai (DAS) Krueng Meureubo hanya terdapat satu usaha penggiling batu emas. Namun kini, terdapat 6 usaha penggilangan batu emas yang dibuka masyarakat, di Kecamatan Meureubo, akan tetapi jauh dari aliran sungai.

Mulyadi mengaku pihaknya sudah meminta agar usaha penggilingan batu emas di sekitar sungai itu direlokasi ke daerah yang jauh dari aliran sungai. Namun ia tidak mengetahui apakah sudah direkolasi ataukah belum. Untuk itu ia akan melakukan pemantauan ke lokasi.

Seperti diberitakan sebelumnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang akademisi Fakultas Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), DR Ir Suhendrayatna MEng menyatakan bahwa Krueng Meureubo, yang mengalir dalam Kota Meulaboh, Aceh Barat sudah tercemar merkuri (Hg) akibat pengolahan emas di hilir sungai tersebut. Ini dibuktikan dari hasil sampel ikan dan kerang yang keduanya mengandung mercuri di atas baku mutu internasional.(riz)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved