Dewan Minta Badan Lingkungan Hidup Bertindak
Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran (BPLHKPPK) Kota Subulussalam diminta turun tangan
Menurut Netap, BPLHKPPK harus proaktif untuk melakukan penelusuran terkait pembuangan limbah ketiga PKS di Subulussalam ke sungai apakah sudah sesuai dengan aturan. Selain itu juga perlu penelitian terhadap air sungai tempat pembuangan limbah apakah tercemar dan menimbulkan permasalahan terhadap kesehatan masyarakat. Netap mengaku sebagai daerah baru, Subulussalam memang membutuhkan kehadiran investor seperti pabrik kelapa sawit namun bukan berarti dapat melanggar peraturan yang ada.
Kehadiran ketiga pabrik kelapa sawit di Subulussalam, menurut Netap seyogyanya diharapkan untuk membantu peningkatan perekonomian masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan manfaat lainnya. Namun kenyataannya, kata Netap, berbagai harapan tersebut tidak pernah dirasakan masyarakat kecuali sebatas mencium bau limbah dan efek buruk lainnya.
“Karena investor itu kan membawa uang dan diharapkan ada dampak terhadap ekonomi masyarakat sekitar, penyerapan tenaga kerja tapi kenyataannya tidak begitu, yang ada hanya bau limbah saja yang ada dan efek lainnya seperti akibat tumpahan CPO pengendara sepeda motor tergelincir di tanjakan,” ujar Netap.
Netap yang juga politisi PKPI menyatakan secara kasat mata tidak ada manfaat dari kehadiran pabrik di Subulussalam. Dia menyontohkan masalah tenaga kerja yang kebanyakan direkrut dari luar Subulussalam, kalau pun ada hanya empat atau lima orang saja. Netap mengatakan para pekerja lokal kebanyakan berstatus buruh kasar atau buruh bongkar muat yang statusnya buruh lepas. Berbagai persoalan tersebut terjadi menurut Netap lantaran pihak perusahaan tidak melaksanakan hubungan industri dengan pekerja dan pemerintah.
Selain itu, Netap juga mengindikasi tidak berjalannya Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Dikatakan, CSR dalam hal ini bukan sekedar memberi uang THR kepada panti jompo atau ketika Idul Adha membagi hewan qurban dan membantu bola kepada pemuda. Menurut Netap, CSR adalah tanggungjawab social perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat secara berkisinambungan. Dicontohkan, bagaimana kehidupan perekonomian masyarakat sekitar pabrik atau perusahaan sehingga dibentuk koperasi simpan pinjam atau seberapa banyak pemuda yang menganggur di sekitar pabrik.
“Sehingga perusahaan membuat pelatihan agar pemuda yang menganggur itu menjadi kreatif dan produktif,” terang Netap.
Pun demikian dengan masalah pendidikan, perusahaan bahkan harus membangun fisik jika tidak ada lembaga pendidikan atau membantu pendidikan bagi anak-anak di sekitar perusahaan. Demikian pula dengan kesehatan, pabrik bertanggungajawab terhadap dampak akibat pembungan limbah bagi masyarakat. Hal serupa juga dilakukan terhadap lembaga keagamaan. Namun sejauh ini Netap menilai program CSR di Subulussalam tidak berjalan kecuali sebatas bantuan musiman bukan berkelanjutan.”Seharusnya perusahaan jangan merasa rugi menjalankan CSR atau seolah-olah ditekan sama pemerintah karena kalau CSR berjalan maka masyarakat sekitar akan menjadi benteng bagi perusahaan dari gangguan pihak lain,” tandas Netap.
Seperti diberitakan, Kepala Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran (BPLHKPPK) Kota Subulussalam, Hermanto menyatakan tiga pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di Subulussalam mengabaikan lingkungan. Kendati pemerintah setempat sudah berulangkali melayangkan surat hingga teguran terkait masalah tersebut, namun ketiga PKS tersebut tak menghiraukannya. elain membuang limbah ke sungai, Hermanto juga mengatakan bahwa pabrik-pabrik tidak mengindahkan lingkungan seperti penanaman pohon untuk penghijauan dan konpensasi kepada masyarakat sekitar. Kepala BPLHKPPK Kota Subulussalam mengaku tidak dapat berbuat banyak lantaran pihak pabrik tidak menghargai instansi yang menangani lingkungan hidup itu. (kh)