ISL vs IPL, Mana Tontonan Menarik?

DUALISME kompetisi sepakbola kembali menerpa Indonesia di pentas nasional pada musim 2011/2012. Kali ini, antara Indonesia Super League (ISL)

Editor: bakri
zoom-inlihat foto ISL vs IPL, Mana Tontonan Menarik?
Lanjutan kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia di Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, Banda Aceh, Kamis (7/1). Tuan rumah Persiraja Banda Aceh menang 2-0. SERAMBI/M ANSHAR
DUALISME kompetisi sepakbola kembali menerpa Indonesia di pentas nasional pada musim 2011/2012. Kali ini, antara Indonesia Super League (ISL) yang tak diakui PSSI dengan Indonesia Premier League (IPL) yang mendapat restu dari PSSI. Ini merupakan yang kedua setelah hal serupa terjadi di musim 2010/2011.

Uniknya, musim lalu, justru IPL atau Liga Primer Indonesia (LPI) yang berlawanan dengan PSSI di era Nurdin Halid. Kini kondisinya terbalik, ISL justru berseberangan dengan PSSI yang dipimpin Djohar Arifin Husen. Imbas dari masalah ini merembes ke sebagian klub yang terpecah antara ikut ISL atau IPL. Misalnya, Persija versi Ferry Paulus ke ISL, dan Persija versi Hadi Basalamah ke IPL.

Awal mula dualisme kompetisi dipicu oleh kebijakan PSSI era Djohar yang memasukkan enam tim yakni PSM Makassar, Persibo Bojonegoro, Persema Malang, Persebaya Surabaya, PSMS Medan dan Bontang FC ke dalam ISL yang telah dihuni 18 dengan nama baru IPL. Otomatis penambahan ini ditentang oleh peserta ISL.

Pasalnya, tim-tim ISL yang selama ini mencari sponsor sendiri masih kewalahan untuk ikut kompetisi yang dihuni 18 tim. Apalagi, bila kompetisi yang berjumlah 24 tim, bakal membuat anggaran mereka membengkak. Kondisi ini mungkin tak terasa bagi beberapa tim yang dikendalikan konsorsium dengan menyokong dana hingga Rp 15 miliar usai dimergerkan.

Bukan rahasia lagi, kalau pendukung setia dari IPL ini adalah tim tim hasil merger dan dikelola konsorsium (perusahaan). Kehadiran konsorsium di tim yang dimerger sudah pasti untuk mengeruk hasil laba baik dari sponsor, hak siar, dan tiket. Terlebih lagi, pada musim sebelumnya proyek konsorsium lewat Liga Primernya mengalami kerugian besar.

Masuknya konsorsium mulai musim ini membuat pengurus klub menjadi tanpa kreasi beserta bekerja keras pengurus. Ya, semua kebutuhan telah disediakan oleh konsorsium. Mau tak mau, jika sebelumnya tim -tim mengharapkan APBD, maka kini klub pun menjadi plat merah dengan bernama konsorsium.

Dualisme kompetisi berpengaruh terhadap kualitas pemain dan klub. Sebagian klub yang punya nama besar seperti Persipura Jayapura, Persija, Persib Bandung, Arema Malang, dan Sriwijaya FC Palembang justru memilih bertahan di ISL.

Hal ini membuat sejumlah pemain yang dikenali pencinta bolamania, seperti Boaz Solossa, Cristian Gonzales, Titus Bonai, Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan, Patrick Wanggai dan sederet bintang lainnya berada di ISL. Dengan nama besar mereka, tentu bakal membawa pengaruh bagi pencinta sepakbola di Indonesia.

Keberhasilan Persiraja dibawah Herry Kiswanto yang menembus level ISL disambut gegap-gempita oleh pendukungnya di Tanah Rencong. Tapi konflik dualisme kompetisi ini membuat sebagian penikmat si kulit tak bisa melihat langsung bintang papan atasnya. Harapan untuk melihat pemain di tim tenar bakal tak terpenuhi, karena Persiraja yang naik dengan susah payah justru tak bertemu dengan Persipura dan tim terkenal lain akibat beda kompetisi.

Mungkin keinginan sebagian pecinta sepakbola akan terpenuhi dengan kehadiran PSAP Sigli masuk dalam ISL. Kehadiran kedua tim asal Aceh dalam kompetisi kasta tertinggi ini bisa menjadi tontonan menarik. Setidaknya bolamania Aceh bisa menonton laga IPL dan ISL. Soal kualitas pemain dan tim yang tampil biarlah publik sepakbola Aceh yang menilai sendiri. Mau nonton ISL atau IPL, tinggal pilih saja. (muhammad hadi)    

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved