Mati Lampu

Din kembali mengutuk PLN karena lampunya mati tiba-tiba. Mesin printer baru mencetak setengah dari kertas

Editor: bakri

Karya Muhammad Haekal

“Sial!” Din kembali mengutuk PLN karena lampunya mati tiba-tiba. Mesin printer baru mencetak setengah dari kertas. Lembaran itu kini bahkan tersangkut  di mesin. Sambil menggaruk-garuk kepala yang tak gatal, dia menghela nafas dengan berat. Pukul 10.00 WIB dia harus menjumpai Pak Faisal, dosen pembimbing skripsi. Din hanya memiliki waktu 20 menit lagi untuk menyiapkan BAB III skripsinya. Din gusar mengingat Pak Faisal terkenal sebagai dosen yang  berdisiplin waktu. Satu menit saja melenceng dari janji marahnya minta ampun.

Tanpa pikir panjang, Din segera beranjak dari rumah setelah sebelumnya buru-buru mencuci muka dan gosok gigi. Bu Aisyah, Mamaknya Din, yang sedang menyapu rumah hanya bisa geleng-geleng kepala. “Kalau sudah mati lampu,  baru kau sibuk!” celetuk Bu Aisyah. Terang saja sang bunda  kesal. Sudah beberapa kali diingatkan  untuk tak lalai membuat skripsi.  Tapi, Din, anak semata wayangnya itu, memang sibuk sendiri saban hari di warung kopi. Ditegur sang bunda, Din cuek saja. Dia bahkan buru-buru menghidupkan sepedamotornya menuju sebuah rental komputer di Darussalam.    

***

Dua hari yang lalu, Din sudah  pergi ke kampus. Bagi mahasiswa angkatan tua seperti dirinya, alasan mengunjungi kampus hanya dua: Mengurus beasiswa atau mengikuti bimbingan skripsi. Tidak ada aktivitas lain.  Din juga malu, karena banyak teman seangkatannya yang telah diwisuda. Beberapa teman perempuan bahkan telah menikah dan punya anak. Dan yang lebih  menyakitkan kalau ada teman yang bertanya, “Belum selesai juga kau, Din?”

Baru saja memasuki gerbang kampus,  Din berpapasan dengan adek letingnya. “E, bang Din, udah siap skripsinya?” Din hanya menggeleng kepalanya sambil tersenyum. Dia terus berjalan hingga  matanya kemudian  menangkap secarik kertas bertulis “Pengumuman untuk Mahasiswa Tingkat Akhir”. Merasa maklumat itu penting baginya,  Din pun membacanya dengan seksama. Pada baris ketiga dahinya mengerut. Batas terakhir pendaftaran sidang skripsi tanggal 9 Juni    2012.

***

Dari tiga rental komputer yang ada, hanya satu yang memiliki genset. Tidak heran, tempat itu dipenuhi oleh belasan orang yang mengantre. Hampir semuanya ingin mengeprint tugas atau makalah. Rata-rata waktu yang dibutuhkan satu orang  sekitar 10 menit. Tidak lama sebenarnya. Namun,  perasaan buru-buru membuat menunggu terasa panjang.

“Masuk nggak,  bang?” Kata  seorang perempuan kepada Din. Dia tidak sabar melihat Din yang sedari tadi sibuk memasuk-cabutkan flashdisk-nya. Memang alat itu sudah lama dia miliki. Jadi, suka bermasalah dengan koneksi.

Setelah bergulat dengan flashdisk, Din akhirnya berhasil mencetak seluruh halaman. Dia pun bergegas membayar semua biaya ke kasir. Tanpa sempat mengambil uang kembalian, dia melompat ke atas sepedamotor. Suara deru mesin bersahutan dengan suara genset rental komputer yang tiba-tiba mati. Sepedamotor Din melesat meninggalkan seisi rental yang mendadak gempar dengan tingkahnya.

Jam menunjukkan pukul 10.20 WIB. Din tahu benar dia akan disemprot oleh Pak Faisal.  Atau yang  lebih buruk lagi, dosen pembimbingnya itu akan  berpura-pura tidak mengenal dirinya.

Sepedamotor melambat dan berhenti di sebuah kedai kopi kawasan Lampineung. Dari tempat parkir terlihat para pengunjung memenuhi tempat itu. Din bergerak masuk. Tidak sulit menemukan Pak Faisal. Pria berkepala hampir botak itu duduk di bagian depan kedai bersama dua lelaki. Sepertinya mereka juga dosen.

“Assalamualaikum.” Din menyapa singkat. Tiga lelaki yang sebelumnya tertawa-tawa kini mendadak diam. Sejenak mereka memandang wajah Din. Dalam beberapa detik, dosen-dosen itu sukses mendeteksi bahwa lelaki gondrong yang berada di depan mereka adalah mahasiswa skripsi.

“Jam berapa kita buat janji?” Pak Faisal bertanya dingin. Raut wajahnya seperti pulpen yang siap mencoret lembaran skripsi. Sementara dua temannya kompak meneguk kopi secara bersamaan.

“Maaf, pak. Tadi lampu mati. Jadi, saya....”

“Kamu pulang saja.” Pak Faisal memotong jawaban Din. “Saya paling tidak suka sama orang yang melanggar janji. Apalagi kamu mahasiswa. Apa jadinya bangsa ini kalau semua mahasiswa seperti kamu?”

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved